KISAH perjuangan para siswa Sekolah Dasar (SD) Sanghiang, Lebak, Provinsi Banten yang harus meniti jembatan rusak untuk pergi ke sekolah sempat jadi berita viral beberapa waktu lalu. Foto-Foto aksi para siswa yang harus berjuang meniti jembatan rusak itu, tersebar di mana-mana.
Lantas setelah itu, bagaimana?
Cerita kesulitan para siswa di sana, ternyata menggugah hati seorang pria berkebangsaan Swiss bernama Toni Ruttimann. Dengan sukarela, ia datang ke lokasi dan membangun jembatan rusak tersebut. Kini risiko nyawa melayang saat hendak pergi ke sekolah, tidak mengintai lagi anak-anak di SD Sanghiang, Lebak – Banten.
Toni Ruttimann ternyata tidak hanya membangun jembatan rusak di Sanghiang, Lebak.
Sosiolog sekaligus dosen FISIP Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo melalui akun Facebooknya menceritakan perjuangan Toni Ruttimann membangun jembatan-jembatan kecil di Indonesia agar masyarakat di daerah terpencil tidak lagi kesulitan akses jalan.
Menurut Imam, Toni Ruttimann diam-diam sudah tiga tahun keluar masuk kampung wilayah terpencil di Indonesia, mengajak warga bergotong royong membangun jembatan gantung sendiri karena akses jalan terputus.
“Toni datang ke negeri kita karena ia melihat begitu banyak anak-anak di negeri ini bergelantungan harus pergi sekolah menyeberangi sungai dengan jembatan yang rusak. Karena keadaan ini, Toni Ruttiman datang ke negeri kita,” tulis Imam.
IMAM menulis, untuk membuat sebuah jembatan, Toni mengumpulkan bahan-bahan jembatan gantung dari negerinya Swiss. Dia mengupayakan bantuan pipa dari perusahaan ternama yang pemiliknya ia kenal baik (seperti Tenaris) agar bersedia mengirim bantuan pipa tiang jembatan dari Argentina ke Indonesia.
Toni juga merekrut beberapa tenaga kerja Indonesia untuk dijadikan stafnya agar membantu semua upaya ini. “Saat ini seorang pemuda bernama Suntana, dengan setia membantu misi kemanusiaan Toni yang tengah ia jalankan,” tulis Imam lagi.
Dengan cara diam-diam, kini Toni Ruttiman telah berhasil memasang 61 jembatan gantung di berbagai daerah termasuk Banten, Jabar, Jateng, Jatim, dan bahkan hingga Sulawesi, Maluku Utara dan NTT.
Namun menurut Imam, upaya itu tidak mudah. Pengiriman bantuan malah terhambat. Bantuan bahan jembatan seperti wirerope (kabel pancang) yang selama tiga tahun telah secara rutin ia kirim dari Swiss terhambat oleh lambannya birokrasi.
Padahal Menurut Imam, Presiden Jokowi justru tengah keras-kerasnya mendorong agar arus barang impor lancar. Namun kenyataannya sangat lamban.
“Saya yang ikut terlibat dan mengikuti betapa sulitnya mengurus proses administrasi import barang bantuan ini merasa kesal menghadapi birokrasi yang begitu ruwet dan lambat ini, walaupun untuk import barang bantuan sekalipun,” ucap Imam.
Akhirnya, Suntana, asisten Toni di Indonesia bercerita kepada Imam Prasodjo tentang sulitnya proses pengurusan barang bantuan yang berakhir dengan denda yang harus dibayar. Denda yang harus dibayarkan mencapai ratusan juta rupiah. Imam pun ikut menyertakan surat Suntana kepadanya dalam postingan Facebook nya itu.
Malam Pak Imam,
Malam ini saya dapat dua informasi perihal update proses import donasi wirerope untuk program bantuan jembatan gantung dari Toni Ruttiman di Indonesia yang memakan waktu lebih dari 2 bulan sejak container tiba di Tanjung Priok karena lamanya proses rekomendasi dari kementrian-kementrian terkait yg harus ditempuh untuk proses hibah ini.
Pertama, atas bantuan dan upaya rekan-rekan di Bea cukai Tanjung Priok, biaya storage 3 kontainer donasi wirerope untuk Program Bantuan Jembatan Gantung Toni Ruttiman di Indonesia yg sudah tiba di pelabuhan Tanjung Priok sejak tgl 16 Juli 2016 sampai dengan hari ini 26 September 2016 akhirnya dibebaskan biaya penyimpanan.
Tagihan storage tersebut pertanggal 19 September 2016 sebesar Rp84.036.410,-
Kedua, untuk proses permintaan pengurangan/penghapusan tagihan denda demurrage (batas waktu container) atas 3 container tsb dari pihak pelayaran masih memerlukan waktu yg lebih lama semantara biaya untuk denda demurrage terus berjalan perhari sedangkan untuk mengeluarkan kontainer dari area penyimpanan kita memerlukan dana yg tidak sedikit.
Saya lampirkan tagihan demmurage per tgl 19 September 2016 adalah Rp169.890.000,- dan konfimasi terbaru tagihan demmurage per hari ini 26 September 2016 adalah Rp 195.650.000,-
Mohon kiranya Bapak bisa mencarikan solusi terbaik untuk permasalahan yg kami hadapi saat ini demi terus berlangsungnya Program Bantuan Jembatan Gantung Toni Rutiimann untuk masyarakat dan anak2 Indonesia di pelosok tanah air yang menantikan sarana penyebrangan untuk aktifitas sehari-hari.
Salam dan Hormat
Suntana Juhana
Team Jembatan Toni Ruttimann
Imam B Prasodjo mengaku terpukul membaca surat tersebut. Namun, dia merasa lebih terpukul lagi setelah membaca surat dari Toni Ruttiman yang dikirim melalui email. Isinya menyatakan bahwa ingin menyudahi upaya bantuan yang dia lakukan setelah periode bantuan tersebut selesai
“Semoga ia masih bisa dibujuk untuk bertahan tinggal di negeri ini,” kata Imam.
Selanjutnya dalam tulisannya Imam mengaku malu menghadapi kejadian tesebut. “Saya ingin sekali berteriak sekerasnya mewakili rakyat yang selama ini masih mengharapkan bantuan Toni Ruttiman. Maukah pemerintah mengambil alih denda yang harus dibayar ini?” tulis Imam.
“Saya juga terfikir, bisakah kita bersama-sama urunan untuk mengganti denda demmurage agar kita sebagai bangsa setidaknya memiliki harga diri? Entahlah!” ujarnya.