KEMENTERIAN Koordinator bidang Perekonomian meluruskan pemberitaan di sejumlah media, khususnya media online, yang menyebut-nyebut pemerintah melalui Rapat Terbatas Kabinet telah membubarkan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Humas Kemenko Perekonomian dalam siaran persnya Kamis (13/12) pagi menyebutkan, Rapat Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (12/12) telah mengambil keputusan penting yang merupakan solusi atas dualisme kepemimpinan yang selama ini terjadi di Batam.
“Keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah adalah BP Batam tidak dibubarkan, namun jabatan Kepala BP Batam, dirangkap secara ex-officio oleh Wali Kota Batam,” bunyi siaran pers itu.
Selanjutnya, menurut Kemenko Perekonomian, pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, tetap dilakukan oleh BP Batam, yang dipimpin secara ex-officio oleh Wali Kota Batam.
Untuk itu, saat ini sedang disiapkan aturan atau regulasi yang akan mengatur pelaksanaan rangkap jabatan Kepala BP Batam secara ex-officio oleh Wali Kota Batam.
Alihkan Kewenangan
SEBELUMNYA sebagaimana diberitakan Rabu (12/12), Menko Perekonomian Darmin Nasution saat menjawab wartawan mengatakan, dualisme kepemimpinan di Batam harus segera dihilangkan. Itu berarti, tambah Darmin, hanya ada satu, enggak boleh dua.
“Artinya, untuk jalan cepatnya, kewenangan sebagai BP Batam sebagai tangan pemerintah di daerah itu akan dilaksanakan, akan dirangkap oleh Walikota Batam. Sehingga jadi satu dia tangannya, enggak dua,” tegas Darmin kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (12/12) sore.
Walikota Batam Sebagai Ex-Officio Ka BP BATAM Langgar UU?
SEMENTARA itu, Ombudsman RI, La Ode Ida menyampaikan bahwa Presiden Jokowi tidak boleh membuat kebijakan dalam pengelolaan BP Batam yang melanggar UU.
Berdasarkan perkembangan menurutnya, BP Batam ternyata tidak dibubarkan. Tapi manajemennya dirubah dengan antara lain menjadikan Walikota Batam sebagai ex-officio Kepala BP Batam.
Jika ini benar-benat dilakukan menurut La Ode Ida, maka Presiden Jokowi secara terbuka melanggar hukum.
Dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala Daerah dilarang rangkap jabatan.
Jika ini dilanjutkan, maka bukan saja di Batam atau tentang BP Batam yang jadi fokus. Melainkan juga bisa menjadi sumber kegaduhan yang meluas secara nasional.
Untuk itu menurutnya, Presiden Jokowi jangan terburu buru mengeluarkan atau mengimplementasikan kehendak perubahan manajemen BP Batam.
Ia menghimbau agar draft kebijakan baru BP Batam, jika hal itu dilakukan, maka dibuka ruang untuk memperoleh masukan dari publik.
“Ya, artinya, sebelum ada keputusan hitam di atas putih, atau serimonial serahterima, semua akan masih tetap berjalan seperti biasa, namun di masyarakat sudah dipertanyakan, apakah IPH masih diurus? Apakah UWT masih tetap dibayar? Dan lain-lain kegalauan di masyarakat ini akan menggelinding seperti bola salju,” katanya.
(*)