PERALIHAN status kekhususan Batam dari Free Trade Zone (FTZ), menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), masih menjadi polemik di kalangan pengusaha.
Terutama masih banyaknya pengusaha dan asosiasi yang mempertanyakan landasan hukum perubahan status tersebut.
Hal ini sendiri terlontar dari Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk.
“Status FTZ Batam yang diatur dalam Undang – Undang seharusnya berlaku selama 70 tahun. Sekarang baru berjalan 12 tahun, bagaimana dengan 58 tahun sisanya,” ujar Jadi.
Menanggapi hal ini Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, pada Juli mendatang Pemerintah Pusat menargetkan hal status KEK akan mulai diresmikan.
Sudah ada satu zona yang diidentifikasi akan berubah status menjadi kawasan KEK, dari lima kawasan yang sebelumnya telah dibahas oleh Pemerintah Pusat, BP Batam, dan Gubernur Kepri.
“Sesuai dengan pernyataan Kepala BP Batam, kawasan Nongsa saat ini menjadi kawasan yang paling siap dalam penerapan status KEK ini. Kita coba cara yang simpel, kawasan mana saja yang sudah siap sekali dengan kekhususan baru ini. Satu dulu kita liat perkembangannya selama kurang lebih tiga bulan, abis itu kita lakukan ke kawasan lainnya,” tuturnya.
Darmin menegaskan, saat ini Pemerintah tengah berupaya melakukan hal ini dikarenakan fasilitas yang ditawarkan sangat berbeda dengan status FTZ.
Begitu juga peluang untuk mendatangkan investor yang bergerak di bidang industri bertehnologi tinggi lebih besar, dengan begitu Batam bisa bersaing di tingkat Internasional.
Pemerintah Pusat juga tidak mewajibkan agar seluruh kawasan Industri berubah menjadi kawasan KEK, jika tetap bertahan dengan status FTZ pihaknya juga masih memperbolehkan.
“Tapi jangan cemburu kalo fasilitas KEK lebih bagus dari fasilitas FTZ, karena di FTZ tidak ada, jalan masuk barang ke dalam negeri. Sementara di Singapura, Malaysia, dan Thailand bisa masuk ke Indonesia kalo lokal kontennya terpenuhi,” paparnya.
Fasilitas KEK diakui sebagai penyempurnaan dari FTZ. Nantinya produk di kawasan KEK bisa dikonsumsi oleh Indonesia.
“Kalau di FTZ barang harus dieksport, sedangkan konsumsinya di sini. Itu yang membuat tak menarik, masa dari negara seberang boleh dikonsumsi, sementara yang diproduksi disini gak boleh,” ungkapnya.
Darmin juga menegaskan, apabila di FTZ ada kekhususan pembebasan Pajak Penambahan Nilai (PPN), dan Bea Masuk. Begitu juga dengan KEK, yang dikatakan tidak membayar pajak apabila dengan kegiatan yang sama.
(*/GoWest.ID)