KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) melarang aksi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat untuk mencegah kerusuhan. Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian memerintahkan Kepala Polisi Daerah (Polda) mengeluarkan maklumat larangan unjuk rasa yang berpotensi anarkistis.
Tak hanya itu, Tito Karnavian memerintahkan para kepala polda (kapolda) di seluruh Indonesia untuk menjaga keamanan para mahasiswa Papua.
“Pengalaman di Manokwari dan Jayapura. Kita berniat baik sesuai undang-undang, tetapi kenyataannya jadi rusuh, ada korban,” ujar Tito di rangkaian acara ulang tahun ke-71 Kepolisian Wanita (Polwan) di Markas Polda Metropolitan Jakarta Raya (Metro Jaya), Jakarta, Minggu (1/9/2019).
Ia menjelaskan, dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 ada larangan unjuk rasa jika mengganggu ketertiban publik dan hak asasi manusia. Menurutnya, larangan menggelar unjuk rasa di Papua itu sama seperti larangan menggelar unjuk rasa di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta, Mei 2019 lalu.
Alasannya, jelas Tito, sama, lantaran berpotensi anarkistis. Penyampaian pendapat bukan berarti anarki. Ia menambahkan, Senin (2/9) akan datang lagi ke Papua bersama Panglima TNI, untuk memastikan situasi betul-betul terkendali dan memastikan penegakan hukum.
“Paling tidak 4-5 hari atau seminggu saya di sana (Papua) sampai betul-betul aman. Yang melakukan kerusuhan akan kita lakukan penegakan hukum,” tegasnya.
Jumlah personel TNI dan Polri yang telah diturunkan ke Papua dan Papua Barat sebutnya, sebanyak 6.000 orang. Ribuan personel itu berada di Jayapura, Manokwari, Sorong, Paniai, Nabire, dan Fakfak.
Ia dan Panglima TNI berkomitmen menambah jumlah pasukan jika dibutuhkan. Pasukan akan tetap digelar sampai situasi aman. Pesawat dan helikopter TNI serta Polri turut disiagakan.
Berangsur kondusif
Kondisi di Papua dan Papua Barat, klaim Tito, kini berangsur pulih dan relatif jauh lebih kondusif. Sekarang tambahnya, memasuki tahap rekonstruksi dan pembersihan pascakerusuhan.
Wakil Gubernur Papua, Pangdam, dan Kapolda sambung Tito, sudah banyak berdialog dengan masyarakat asli dan para tokoh Papua.
Kelompok yang menyebarkan berita bohong dan memicu kerusuhan tambah Tito, ada hubungannya dengan jaringan internasional. Penanganan yang dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan intelijen.
Sebelumnya, Polda Papua telah menyisir terduga pelaku kerusuhan dan pembakaran sejumlah fasilitas umum di wilayah Jayapura, Papua. Hingga Sabtu (31/8), telah ditetapkan 30 orang tersangka. Mereka dijerat pasal berbeda-beda.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Hubungan Masyarakat (Div Humas) Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo menyebut 17 di antaranya dijerat Pasal 170 ayat 1 KUHP atas dugaan pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.
Sementara tujuh lainnya dijerat Pasal 365 KUHP atas dugaan pencurian dengan kekerasan. Sedangkan satu tersangka dijerat Pasal 187 KUHP atas tindak pidana pembakaran.
Kemudian tiga orang dijerat Pasal 160 KUHP lantaran dugaan penghasutan dan ujaran kebencian. Adapun dua orang lainnya dijerat Pasal 1 UU Darurat nomor 12 tahun 1951 karena dugaan membawa senjata tajam.
Di Jakarta, Polda Metro Jaya mengamankan delapan aktivis Papua atas tuduhan makar. Kedelapannya diamankan sejak Sabtu (31/8) malam.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora menyebut satu di antara yang diamankan adalah juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta.
Surya dikabarkan diamankan saat berada di sebuah area tempat makan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Nelson mengaku belum mengetahui informasi detail terkait penangkapan ini karena dari pihaknya yang mencoba memberikan pendampingan hukum tak diperbolehkan membawa alat komunikasi.
Sumber : CNN Indonesia / Beritagar