KEMENTERIAN Perhubungan masih mencari jalan keluar atas keengganan maskapai menurunkan tarif tiketnya jelang musim Lebaran 2019.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menerangkan, hingga saat ini dirinya masih memberikan kesempatan bagi maskapai untuk menurunkan harga tiketnya mengikuti mekanisme pasar yang berlaku saat ini.
“Karena di negara lain tidak ada regulasi tentang tarif. Enggak ada. Kita yang menentukan batas atas dan bawah. Ini sudah cukup bagus. Namun, memang kita berempati terhadap masyarakat yang butuh tarif tertentu,” kata Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4) kemarin.
Salah satu upaya yang tengah dikejarnya adalah meminta Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk ambil bagian dalam persoalan ini.
Mengapa? Pertama, Budi menilai Kementerian BUMN punya andil besar sebagai salah satu pemegang saham dari maskapai yang dianggap pemain utama bisnis penerbangan di Indonesia, PT Garuda Indonesia Tbk.
Kedua, KPPU memiliki kewenangan untuk mengawasi persaingan usaha tidak sehat dan juga menindak dugaan penguasaan pasar atau monopoli.
Budi tidak secara langsung mengatakan praktik monopoli atau kartel memengaruhi penentuan harga tiket pesawat di Indonesia.
“Kita ini kan tidak mau ada damage. Kalau badan usaha terlalu diatur, mereka akan kehilangan daya saing,” ucap Budi berkilah.
Pernyataan “menyerah” Budi bukan baru pertama kali terlontar. Sebelumnya, Budi meminta bantuan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution untuk jadi penengah dalam persoalan ini.
Sebab dari perhitungannya, tahun ini diperkirakan terjadi kenaikan penumpang pesawat 3 sampai 4 persen (year-on-year/yoy). Padahal, biasanya kenaikan itu bisa mencapai 7 persen. Tingginya harga tiket disebutnya jadi salah satu persoalan utama penurunan estimasi penumpang tersebut.
“Kami minta Kemenko Perekonomian untuk turut serta mengatur tarif maskapai, khususnya Garuda Group. Karena Garuda ini market leader. Kalau dia menetapkan tarif batas atas, maka yang lain ikut. Tapi kalau dia turun sebagian, maka yang lain juga akan turun,” kata Budi.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun merespons cepat. Selasa (30/4/2019), kementerian yang dipimpin Darmin Nasution ini berencana memanggil Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direksi Garuda Indonesia untuk mencari tahu duduk perkara urusan ini.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan pertemuan itu juga sekaligus membahas koordinasi persiapan Ramadan dan Lebaran 2019.
“Yang di bawah kendali pemerintah kan Garuda. Nanti kalau Garuda sudah disesuaikan, semestinya maskapai lain akan mengikuti,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono dikutip dari Bisnis Indonesia.
Kementerian Perhubungan sebenarnya sudah mengeluarkan Permenhub tentang batasan tarif bawah, tepatnya Permenhub Nomor 20 Tahun 2019 dengan turunan Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 72 Tahun 2019.
Sayang, aturan itu tak efektif. Budi mengklaim pihak maskapai telah mengabaikan imbauan dari pemerintah. Kementerian pun berencana untuk membuat aturan subkelas (subprice) penerbangan jika harga tiket pesawat tetap mahal.
Subkelas yang dimaksud berfungsi untuk membedakan letak kursi di dalam kabin pesawat serta fasilitas bagi penumpang. Beleid tersebut akan mewajibkan maskapai penerbangan berjadwal untuk transparan dalam menjual tiket kepada masyarakat.
“Kalau subprice saya tetapkan, (kalau itu yang dinaikkan) menjadi salah. Saya tidak mau lah bicara sanksi, lembaga yang besar kalau andalkan sanksi itu tidak baik. Mekanisme kedewasaan yang ingin kami lakukan,” kata Budi, pekan lalu.
Hasil survei yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan, Kementerian Perhubungan pada 2017 menunjukkan, rerata biaya mudik tertinggi adalah dengan menggunakan pesawat terbang. Jumlahnya sekitar Rp4,7 juta per orang.
Untuk mudik dengan mobil pribadi biayanya bisa dipangkas hingga sepertiganya, yakni Rp1,5 juta per mobil, disusul kereta api Rp1,3 juta per orang.
Adapun Budi memprediksi total penumpang angkutan udara selama periode mudik tahun ini mencapai 5,78 juta orang atau sekitar 22,83 juta orang perkiraan total pemudik. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah pemudik angkutan udara meningkat 3,17 persen.
Namun jumlah itu kemungkinannya meleset, kata Budi. Tingginya harga tiket pesawat ditambah operasional Trans Jawa memberi pilihan lain bagi pemudik untuk berpergian dengan kendaraan pribadi atau moda darat lainnya.
(*)