POLISI dari Polda Kepri dan Polres Tanjungpinang berhasil membongkar jaringan pemalsuan sertifikat tanah dan dokumen milik BP Batam, yang diduga telah beroperasi sejak awal 2023. Sebanyak 247 warga dilaporkan menjadi korban penipuan sindikat ini.
Kapolda Kepri, Irjen Pol Asep Safrudin, mengungkapkan bahwa para pelaku telah menyusun peran dengan sangat rapi. Mereka berpura-pura sebagai petugas ukur, desainer sertifikat, dan bahkan penyedia situs palsu untuk menipu korban.
Sindikat ini juga memanfaatkan teknologi modern, seperti aplikasi pengukuran lahan dan barcode palsu, untuk memberikan kesan validitas pada dokumen yang mereka buat.
Direktur Reskrimum Polda Kepri, Kombes Pol Ade Mulyana, menjelaskan bahwa sindikat ini menawarkan jasa pembuatan sertifikat melalui media sosial dan jaringan perantara. Korban dijanjikan dokumen resmi meski tidak memiliki hak atas tanah tersebut.
Tersangka utama berinisial ES (28) mengaku sebagai anggota Satgas Mafia Tanah dari ATR/BPN. Kombes Ade menambahkan bahwa para pelaku berkolaborasi dalam jaringan ini, dengan masing-masing memiliki peran tertentu, termasuk berpura-pura menjadi petugas BPN dan Satgas Mafia Tanah.

Para tersangka menjual sertifikat palsu dengan harga bervariasi, berkisar antara Rp 30 juta hingga Rp 1,5 miliar, tergantung lokasi tanah. Untuk meyakinkan korban, ES menginstruksikan anggota lain untuk melakukan pengukuran lahan dengan mengenakan seragam dinas BPN.
Berikut adalah peran rekan-rekan tersangka ES:
- RAZ (30): Mendesain dan mencetak sertifikat serta membuat situs verifikasi palsu.
- MR (31) & ZA (36): Mengaku sebagai petugas ukur dari ATR/BPN.
- LL (47): Mempromosikan jasa di media sosial.
- KS (59): Ketua LSM yang menjaring korban, dengan keuntungan mencapai Rp 800 juta.
- AY (58): Penghubung antara pelaku dan korban di Batam.
Dalam penggeledahan, polisi menyita berbagai barang bukti, termasuk 44 sertifikat palsu, laptop, printer, dan atribut palsu BPN. Selain itu, 15 mobil, 2 perahu, 3 rumah, 41 gram emas, dan uang tunai Rp 909 juta juga diamankan. Total kerugian korban diperkirakan mencapai Rp 16,8 miliar.
Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 263 dan 378 KUHP tentang pemalsuan dan penipuan, serta Pasal 55, 56, dan 64 KUHP terkait keterlibatan dalam tindak pidana. Ancaman hukuman maksimal mencapai enam tahun penjara.
Polda Kepri mengimbau masyarakat untuk selalu memverifikasi keaslian dokumen tanah melalui jalur resmi dan tidak mudah percaya dengan tawaran jasa pengurusan sertifikat yang tidak jelas.
(nes)