SUTRADARA Rizal Mantovani membesut film baru lagi setelah empat filmnya tayang di 2018.
Selain drama romantis Eiffel… I’m in Love 2 yang tayang pada awal tahun, tiga lainnya adalah horor Bayi Gaib: Bayi Tumbal Bayi Mati, Jailangkung 2, dan Kuntilanak.
Kini, ia kembali mencoba genre drama romantis dengan menggarap Antologi Rasa. Dalam konferensi pers di kantor PT. Soraya Intercine Films, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/1/2019), Rizal menyatakan kesiapannya menggarap lintas genre.
“Saya melepas topi genre lain dan saya memakai topi saya yang lain,” jelas Rizal. “Dalam (film) drama, saya coba realistis. Misalnya, penyampaian dialog pemain pasti beda dengan genre lain.”
Itu sebabnya sineas yang mengawali karier dengan membuat video klip musik ini mencoba mengurangi gambar-gambar menakjubkan. Ini biasanya ia tampilkan dalam film-film horor garapannya.
“Saya pengen bahasa gambar tetap menarik untuk penonton, tapi bagaimana gambar keren itu tak menarik emosi dari karakter. Kadang gambar keren dalam film drama malah mematikan emosi si karakter,” ungkap Rizal.
Antologi Rasa diangkat dari novel berjudul sama karangan Ika Natassa yang terbit pada 2011. Ini bukan novel pertama Ika yang diangkat ke film. Sebelumnya ada Critical Eleven (2017) dari novel berjudul sama terbitan 2015.
Antologi Rasa merupakan kisah cinta yang terjalin antara tiga sahabat Keara (Carissa Perusset), Harris (Herjunot Ali), dan Ruly (Refal Hady).
Keara yakin cinta sejatinya adalah Ruly, salah satu sahabat baiknya. Ia setia menunggu Ruly meski sadar bahwa sahabatnya mencintai Denise (Atikah Suhaime) — teman sekantor mereka yang sudah menikah.
Harris juga mengalami hal yang tak jauh beda. Ia mencintai Keara walau si perempuan hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat.
“Antologi Rasa mengingatkan saya bahwa kata ‘jatuh cinta’ itu menyesatkan. Dalam cinta itu ada berbagai macam rasa yang masuk; seperti kesal, sedih, marah, bahkan benci. Meskipun benci itu 180 derajat dari kata cinta,” jelas Rizal mengenai film terbarunya.
Proyek Antologi Rasa dimulai sejak dua tahun lalu ketika Rizal diajak berembug dengan produser Sunil Soraya dari Soraya Intercine Films. “Dia bilang, oke (kita buat) Antologi Rasa. Dua kata itu bikin saya kesetrum!” ungkap Rizal.
Ia merasa senang sekaligus khawatir. Maklum, Antologi Rasa adalah salah satu novel metropop dengan penggemar fanatik yang jumlahnya relatif banyak.
Namanya juga adaptasi, tak mungkin novel dan filmnya bisa 100 persen sama. Contohnya, tak mungkin semua bagian dalam novel setebal 344 halaman bisa diterjemahkan menjadi film layar lebar yang durasinya hanya sekitar dua jam.
“Dalam mengadaptasi buku menjadi film, kita berpijak pada jiwa dari bukunya, dipindahkan ke filmnya,” jelas Rizal.
Sutradara kelahiran Jakarta ini meminta penggemar fanatik “Antologi Rasa” bisa memaklumi hal-hal semacam ini. Bagi sutradara Jelangkung (2001) ini, “dunia” pada film Antologi Rasa ada pada “dimensi” yang berbeda dari versi novel.
“Buku Antologi Rasa itu abadi. Kalau yang senang dengan buku dan sangat fanatik, silakan baca kembali, mengulang kembali, karena itu buku yang indah. Coba open minded, bertualang baru dengan menonton film ini dan siap dengan emosi-emosi baru,” jelas Rizal.
Ia mengaku tak mengejar kesamaan secara teknis seperti lokasi, latar, dan sebagainya. “Emosi yang dihadirkan para pemain ini sesuai dengan apa yang ada di buku. Itu yang saya kejar.”
Hal ini diamini oleh Ika. “Proses adaptasi bukan copy-paste. Kita memindahkan rasa yang didapat ketika orang membaca novel menjadi rasa yang didapat ketika orang menonton filmnya,” ujar penulis yang juga bankir itu.
Antologi Rasa akan tayang pada 14 Februari 2019, bertepatan dengan Hari Valentine.