BP Batam memberlakukan besaran baru untuk Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Besaran nilai yang baru membuat banyak kalangan kaget.
KENAIKAN UWTO yang diterapkan Badan Pengusahaan (BP) Batam diprediksi beberapa kalangan bakal memukul industri properti di kota ini.
Penerapan tarif baru UWTO oleh BP Batam, dilandasi kebijakan Kementerian Keuangan yang mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 148/PMK.05/2016 tentang tarif layanan Badan Layanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
PMK No PMK No. 148 tahun 2016 tentang tarif layanan BLU BP Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam mencantumkan, tarif sewa lahan atau yang selama ini dikenal dengan UWTO (uang wajib tahunan Otorita Batam) untuk pemukiman saja nilainya antara Rp 17.600 hingga Rp 3.416.000. per meter persegi.
Pengusaha Keberatan
KETUA Real Estate Indonesia (REI) Khusus Batam, Djaja Roeslim mengatakan tarif baru itu akan menghambat investasi properti dan menyulitkan masyarakat Batam di tengah kelesuan ekonomi seperti saat ini.
“Industri properti yang saat ini sedang lesu tentunya akan semakin terpukul dengan kenaikan tersebut,” kata Djaja beberapa hari kemarin dilansir JPNN.
Kenaikan tarif UWTO yang baru selain memberatkan, juga sulit diterima masyarakat maupun kalangan pengusaha.
“Saya kira kalau kenaikan tarif sampai puluhan kali lipat itu sudah tidak wajar,” ujarnya.
Menurut Djaja, jika kenaikan tarif UWTO dikhususkan pada lahan baru yang disiapkan pihak BP Batam dengan catatan, maka pihak REI Batam menyatakan kenaikan tarif itu masih bisa ditolerir.
Misalnya catatan yang dimaksud lahan tersebut dalam keadaan siap bangun dan bebas rumah liar (ruli), serta dibarengi komitmen lembaga yang dipimpin Hatanto Reksodipoetro itu untuk memberantas mafia atau calo lahan.
“Tapi kalau untuk tarif perpanjangan UWTO, perubahan peruntukan dan lahan yang sudah dialokasikan, sangat tidak wajar dan memberatkan,” kata Djaja.
Hampir senada Djaja, Bos properti Panbil Group, Johanes Kenedy Aritonang mengatakan, kenaikan tarif UWTO ini akan berdampak pada kenaikan harga jual tanah bahkan properti. Baik rumah, apartemen maupun harga sewa di kawasan industri.
Apalagi tarif UWTO lebih mahal dari harga jual tanah saat ini sendiri.
“Otomatis harga rumah naik. Tarif sewa juga naik. Tarif ini (UWTO, red) jauh lebih mahal dari harga jual lahan saat ini. Saat ini lahan perumahan kisaran Rp 5-6 juta. Tapi UTWO sudah Rp 6,5 juta. Ini sama sekali tidak sejalan dengan rencana pengembangan Batam,” ujar Johanes di JPNN.
“Ini sudah sangat tidak mungkin. Kami siap-siap untuk tutup toko dan pulang kampung. Siapa lagi yang mau datang ke Batam dan berinvestasi kalau seperti ini kondisinya,” ujarnya serius.
Tanggapan BP Batam
DEPUTI III bidang Pengusahaan Sarana Usaha BP Batam, Eko Santoso Budianto dikutip BATAM POS rabu (12/10) mengatakan, pihaknya masih akan menjabarkan tarif baru UWTO yang diatur dalam PMK 148 tahun 2016 itu dalam Peraturan Kepala (Perka).
Penetapan tarif dalam Perka tersebut akan mengambil rentang angka mengacu PMK Nomor 148 Tahun 2016. Tarif yang akan ditetapkan dalam Perka ini akan berlaku untuk dua tahun pertama.
Dalam Perka ini juga akan ditetapkan tarif UWTO berdasarkan zona. Eko mengatakan, setidaknya akan ada 13 zona yang digunakan untuk membedakan tarif UWTO. Jumlah zona tersebut lebih mengerucut dibandingkan pada tarif sebelumnya yang mengenal 14 zona atau wilayah penetapan UWTO.
Seperti diminta masyarakat dan pengusaha, BP Batam berjanji akan membedakan antara tarif perpanjangan dengan tarif alokasi lahan yang baru.
Lahan yang akan dialokasikan kelak merupakan lahan siap bangun. Statusnya bebas dari berbagai persoalan seperti pendudukan oleh permukiman liar (ruli), klaim pihak ketiga, dan lainnya. Lahan tersebut juga sudah dilengkapi sertifikat Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
“Statusnya clean and clear. Beda dengan alokasi dulu yang cuma nyewain koordinat,” jelasnya.
Gubernur Bicara
PENOLAKAN terhadap tarif baru Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) terus mengalir. Selain dari pengusaha, penolakan juga datang dari pemerintah daerah dan Dewan Kawasan (DK) Batam yang merupakan lembaga yang membawahi BP Batam.
Gubernur Kepri yang juga anggota DK Batam, Nurdin Basirun, menyebut kenaikan tarif UWTO merupakan kebijakan yang sangat tidak tepat.
“Sekarang ini, pengusaha-pengusaha sudah berteriak. Kenaikan UWTO akan memperparah kelesuan pertumbuhan ekonomi daerah,” ujar Nurdin saat ditemui di Kantor DPRD Kepri, Tanjungpinang, Senin (10/10) seperti ditulis koran Batam Pos.
“Kita harus menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi daerah. Jangan sampai kenaikan tarif UWTO malah memperburuk situasi ekonomi daerah.” kata Nurdin lagi di koran Batam Pos. ***