NILAI tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada jelang akhir pekan ditutup melemah, seiring gagalnya negosiasi antara Rusia dan Ukraina serta tingginya inflasi di Amerika Serikat (AS).
Rupiah ditutup melemah 25 poin atau 0,18 persen ke posisi Rp 14.301 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 14.276 per dolar AS.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di level Rp 14.306 per dolar AS sore ini. Angkanya melemah dari posisi kemarin yang sebesar Rp 14.298 per dolar AS.
Lalu, mata uang di Asia kompak memerah. Terpantau, yen Jepang minus 0,58 persen, dolar Hong Kong minus 0,01 persen, dolar Singapura minus 0,01 persen, won Korea Selatan minus 0,29 persen, peso Filipina yang minus 0,23 persen, rupee India minus 0,42 persen, yuan China minus 0,01 persen, ringgit Malaysia minus 0,21 persen, dan baht Thailand minus 0,55 persen.
Di sisi lain, mata uang di negara maju melemah. Terpantau, franc Swiss minus 0,06 persen, dolar Kanada minus 0,05 persen, dolar Australia minus 0,30 persen, poundsterling Inggris minus 0,05 persen, dan euro Eropa minus 0,10 persen.
Analis Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengatakan nilai tukar rupiah masih berada dalam tekanan. Pasalnya, pertemuan antara Rusia dan Ukraina belum menemui kata sepakat. Hal itu membuat kekhawatiran pasar atas potensi terjadinya konflik dua negara belum hilang sehingga rupiah masih tertekan.
“Gagalnya perundingan antara Menteri Luar Negeri Ukraina dengan Menteri Luar Negeri Rusia di Turki meningkatkan kembali kekhawatiran pasar soal perang dan inflasi,” kata Ariston kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/3/2022).
Tekanan juga datang dari data inflasi konsumen AS Februari yang meninggi. Kondisi itu kembal memvalidasi ekspektasi pasar bahwa Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga acuannya lebih agresif.
(*)
sumber: CNNIndonesia.com