Apalah adat orang Melayu:
Adab bertua ianya tahu, berbuat durhaka ianya malu, langgar dan kasar ia tak mau.
Apalah adat orang bertuah:
Taatnya tidak berbagi belah, setianya tidak mengada-ada.
Adat hidup orang berilmu, memuliakan pemimpin ianya tahu.
Adat hidup orang berbudi, kepada pemimpin ia hormati.
Adat hidup orang terhormat, kepada pemimpinnya ianya taat.
PENGGALAN nasihat di atas, sarat isi dan arti. Makna Melayu tak ingkar janji, tak ingin dicap penghianat dan tetap patuh dengan pemimpinnya.
Melihat polemik di Rempang, bukan saja soal tanah dan hak hidup masyarakat yang berusaha. Tapi ada banyak aspek.
Berkali-kali warga di Rempang menyampaikan bahwa mereka patuh dan mendukung rencana pemerintah yang ingin mengembangkan pulau kampung halaman mereka menjadi lebih berdaya saing secara investasi. Mereka menyambut rencana proyek Ecocity di Rempang dengan terbuka.
Syaratnya satu; ‘Jangan pisahkan mereka dengan tempat tinggalnya. Mereka tidak mau direlokasi.
Warga Rempang ingin berkontribusi dengan menjadi bagian dan saksi sejarah langsung gairah pertumbuhan ekonomi tanah tumpah darah kelahiran, yang dibayangkan bakal lebih gemerlap, modern, namun tetap berwawasan lingkungan. Bayangan mereka, tentu itu akan sangat berperikemanusiaan.
Berkali-kali juga, mereka mendengar para pejabat yang datang ke sana untuk mensosialisasikan proyek yang disebut gemerlap secara investasi itu, bakal ‘meng-orangkan’ warga Rempang, membuat taraf perekonomian mereka jadi lebih baik dari yang ada sekarang.
Namun, di titik ini, perbedaan pandangan soal Mega proyek ecocity di pulau Rempang terjadi. Pemerintah ingin menaikkan taraf hidup masyarakat Rempang dengan cara merelokasi mereka. Masyarakat Rempang menginginkan mereka tetap ada di Rempang, tumbuh dan maju bersama proyek yang sedang digadang-gadang pemerintah tersebut.
Perbedaan yang tak kunjung menemukan titik temu, berbuntut konflik terbuka antara warga Rempang dengan aparat yang bertugas mengamankan proses jalannya investasi. Pulau Rempang mencekam, Kamis (7/9/2023).
Warga Rempang dan Aparat terlibat konflik langsung di jembatan IV Barelang, pintu masuk menuju pulau yang kini ramai dibicarakan tersebut.
Konflik Terbuka Pecah
Pagi tadi, sekitar pukul 10:00 WIB, tim terpadu yang terdiri dari TNI/Polri, Pemerintah Kota (Pemko) dan Badan Pengusahaan (BP) Batam, berusaha memasuki kawasan Rempang. Di jembatan 4 Barelang, ratusan petugas dengan kendaraan taktis diadang oleh barikade warga.
Sebagaimana diketahui, petugas itu berniat melakukan pengamanan pemasangan patok tata batas dan cipta kondisi di lokasi yang berlangsung mulai Kamis 7 September 2023 hingga Minggu 10 September. Warga menghadang dan menghalang, aparat tetap merangsek maju. Konflik terbuka antara warga dan aparat akhirnya terjadi.
Suara tembakan peringatan terdengar. Gas air mata ditembakkan. Warga pun kocar-kacir berhamburan. Enam orang diamankan polisi karena diduga melawan.Ada juga yang disebut sebagai provokator.
Dari peristiwa tersebut, beberapa masyarakat mengalami luka-luka. Tidak hanya itu, konflik terbuka di sekitar jembatan IV Barelang tersebut, juga menyebabkan banyak Anak-anak sekolah yang terimbas. Mereka terkena gas air mata hingga jatuh pingsan. Mereka terpaksa dikeluarkan dari agenda pembelajaran di kelas dan menjauh dari keributan. Beberapa yang jadi korban juga harus dilarikan ke RSUD Embung Fatimah di kecamatan Batuaji.
Bobi, salah satu warga tempatan menyebut, tim terpadu terus merangsek masuk ke kampung-kampung di Rempang.
“Sekarang di Tanjungkertang aman. Sudah disterilkan petugas. Tim terpadu terus masuk ke wilayah lain di Pulau Rempang,” ujarnya saat situasi masih panas, Kamis (7/9/2023) pagi.
Saat itu, ia menyebut, sudah ada enam orang masyarakat Rempang yang diangkut paksa oleh polisi. Mereka yang ditangkap dibawa ke Polresta Barelang.
“Ada enam orang yang dibawa ke Polres. Di sini, tadi ada juga beberapa yang luka-luka, tapi saya belum dapat datanya,” kata Bobi.
Sementara itu, pekik ketakutan dan wajah-wajah penuh cemas, terlihat di sebuah sekolah dasar di sana. Guru-guru terpaksa mengurung siswa mereka di dalam ruang-ruang kelas, karena lokasi konflik begitu dekat dengan tempat mereka beraktifitas.
Bunyi tembakan petugas untuk membubarkan massa yang menghadang, sangat jelas terdengar oleh anak-anak.
Di tempat lainnya, tak jauh dari lokasi konflik, warga juga terpaksa membawa beberapa siswa sekolah menengah yang menjadi korban gas air mata petugas. Ada yang masih mengerang. Ada juga yang terlihat sudah pingsan dan dibawa menggunakan sepeda motor.
Di sebuah warung pinggir jalan, persis di lokasi konflik, seorang wanita setengah baya, juga mengerang kesakitan. Nafasnya tersengal, seperti sulit menghirup udara. Wanita itu juga terkena gas air mata yang dilepaskan. Seorang petugas, terlihat membantunya dengan memberikan air dan menyapukan ke bagian wajahnya.
Konflik terbuka reda pada tengah hari, Kamis (7/9/2023). Namun begitu, petugas dan warga dilaporkan masih berada di lokasi hingga Kamis (7/9/2023) malam.
Sementara itu, BP Batam melalui Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, Ariastuty Sirait, membantah kabar miring yang menyebutkan adanya korban jiwa pada peristiwa pengukuran Kawasan Rempang oleh personel keamanan gabungan.
Hal ini seiring maraknya isu miring yang berhembus di media sosial saat masyarakat berusaha memblokade ratusan personel di areal Jembatan 4 Barelang, Kamis (7/9/2023).
“Kabar itu tidak benar. Tidak ada korban jiwa. Untuk balita dan pelajar yang terhirup gas air mata telah mendapat pertolongan dari aparat kepolisian serta tim medis,” ujar Ariastuty.
Ia mengungkapkan, tindakan tegas dari personel keamanan gabungan yang terdiri dari Polri, TNI, Ditpam BP Batam, dan Satpol PP dilakukan akibat aksi provokatif yang dilakukan oleh oknum masyarakat yang tak bertanggung jawab.
Selain lemparan batu serta botol kaca ke arah petugas, beberapa masyarakat di areal Rest Area Simpang Rezeki juga mencoba melempari aparat dengan bom molotov saat hari mulai gelap.
Aksi anarki tersebut sangat disayangkan karena mampu melukai personel yang bertugas ataupun masyarakat sekitar yang berada di lokasi.
“Kami mengajak masyarakat untuk tetap berhati-hati dalam menerima dan mencerna pesan yang tersebar di media sosial. Hal ini bertujuan agar masyarakat Kota Batam tak terprovokasi dengan situasi terkini di Pulau Rempang,” jelasnya.
Kapolda Kepri, Irjen pol. Tabana Bangun dan Danrem 033 Wira Pratama, tampak memantau suasana di sekitar Galang pada Kamis (7/9/2023) malam. Irjen pol Tabana Bangun memastikan bahwa situasi sudah kondusif.
“Masyarakat juga sudah menyadari dan kembali ke rumah masing-masing. Maksud kami di sini bersama pak Danrem adalah untuk memberi pemahaman ke masyarakat kita”, ujarnya.
Legislator Kepri, Uba Minta Presiden Turun ke Rempang
Sejumlah pihak turut merasakan keprihatinan yang mendalam terkait situasi dan kondisi yang terjadi saat ini di Rempang. Salah satunya dari Anggota DPRD Kepri, Uba Ingan Sigalingging. Ia merasa miris melihat perlakuan aparat negara yang menggunakan tindakan represif terhadap warga yang menolak atas apapun bentuk atau upaya penggusuran.
“Melihat situasi dan kondisi di Rempang, saya merasa sangat miris, bahwa aparat negara seolah-olah memperlakukan warga seperti musuh negara. Hal ini tentu sangat menyedihkan yang seharusnya aparat negara itu melindungi dan mengayomi,” kata Uba.
Untuk itu, ia meminta petugas dari tim terpadu untuk menahan diri dan menghormati warga Rempang atas hak-hak hidupnya. Di sisi lain, Uba juga mengecam tindakan pemerintah yang menggunakan aparat untuk menindas dan menekan rakyat, agar mengikuti aturan main yang sedang dijalankan. Pemerintah menurut Uba, semestinya membuka dialog secara terbuka kepada warga Rempang.
“Saya mengecam keras ini. Menindas dan menekan rakyat. Harusnya bisa membuka ruang dialog lebih banyak lagi kepada warga,” katanya.
Hal-hal yang menyangkut soal aspek budaya dan sejarah, lanjut dia, itu tidak boleh dilakukan dengan kekerasan, apalagi dengan menggunakan kekuatan aparat bersenjata. Warga tidak bisa dipaksa keluar dari tanah leluhur mereka karena itu menyangkut hak asasi mereka.
“Saya kira ini termasuk pelanggaran HAM karena ada pengingkaran terhadap hak-hak budaya dan sejarah mereka. Ini jelas melanggar UUD 1945, hak atas budaya, kenyamanan dan ketentraman masyarakat di Rempang,” ujarnya.
“Kami mendorong kepada Komnas HAM untuk melaporkan dan memberikan pandangan terkait dengan hak dan kondisi masyarakat di Rempang. Apa yang terjadi saat ini justru pemerintah menggunakan segala kekuatannya untuk menindas rakyat sendiri,” katanya.
Ia juga meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk turun tangan, melihat langsung, serta mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi saat ini di Rempang. Baginya, hanya pemimpin tertinggi di negeri ini yang bisa menangani dan menyelesaikan masalah tersebut.
Komnas HAM Surati Muspida Daerah
Sehubungan konflik yang terjadi antara warga di Rempang soal lahan di sana, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyurati Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), Walikota Batam, Kapolda Kepri dan Kepala BP Batam untuk melakukan proses pertemuan pramediasi.
Pertemuan pramediasi menurut Komnas HAM, perlu dilakukan guna mencari alternatif penyelesaian terbaik, dengan mengedepankan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Pertemuan pramediasi, diagendakan akan digelar pada Senin (11/9/2023) di kantor Komnas HAM di Jakarta.
Seperti yang dilihat GoWest.ID, Surat Komnas HAM tersebut dibuat pada Kamis, 7 September 2023, atau pada hari konflik antara warga pulau Rempang dengan aparat gabungan terjadi. Semoga ada titik temu dari masalah ini.
(ahm/ham)