HARGA tiket kapal feri rute Batam – Singapura dan sebaliknya yang melonjak tinggi paska pandemi covid 19, mulai mengusik banyak pihak. Kenaikannya yang mencapai dua kali lipat dari harga sebelum masa pandemi covid-19 dinilai tidak wajar.
KENAIKAN harga tiket mulai dirasakan sejak pandemi Covid-19 lalu. Harganya berada di kisaran Rp730.000 ke atas. Sempat turun beberapa saat kemudian, kemudian naik lagi saat kenaikan tarif pass penumpang internasional.
Pengamatan yang dilihat GoWest.ID di situs booking tiket online seperti Traveloka, harga tiket penyeberangan Batam-Singapura menggunakan kapal Feri Majestic Fast Fery, ditawarkan mulai Rp517.917 pada Minggu (2/6/2024).
Di Singapura, tiket pulang pergi dari HarbourFront Centre Singapura ke Terminal Feri Internasional Batam Center di Indonesia berharga $34 hingga $60 pada tahun 2021 dan $56 hingga $76 pada tahun 2024 ini.
KPPU Lacak Penyebab Kenaikan Tarif Ferry Batam-Singapura
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) RI juga sudah mengetahui kenaikan tarif tiket ferry rute Batam-Singapura yang tinggi ini. .Menurut mereka, tarif sebesar Rp800.000 hingga Rp900.000 sempat dikenakan kepada penumpang dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2022. Pada 21 Juni 2022, tarif turun menjadi sekitar Rp700.000 setelah mendapat perhatian dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Riau.
Padahal sebelumnya, tarif tiket untuk rute Batam – Singapura dan sebaliknya hanya berada di kisaran Rp270.000 hingga Rp450.000.
Dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) yang digelar pada 28 Mei 2024 lalu di Kantor KPPU Jakarta, komisi itu mengaku tengah melakukan kajian terkait Penyelenggaraan Feri rute Batam-Singapura.
“Dalam FGD, kami menghimpun informasi dan mengidentifikasi penyebab tingginya tarif dan faktor-faktor yang menjadi hambatan masuk pelaku usaha untuk berperan dalam bisnis ferry Batam-Singapura, apakah ada perjanjian bilateral di balik bisnis ini, dan bagaimana mekanisme penetapan tarif ferry antar kedua negara,” jelas Anggota KPPU Mohammad Reza.
Sementara itu, Direktur Badan Usaha Pelabuhan BP Batam Dendi Gustinandar menyebut terjadi penurunan jumlah pengguna feri Batam-Singapura sejak pandemi pada tahun 2019.
Sebelum Covid-19, jumlah penumpang yang menggunakan feri mencapai 3,9 juta orang per tahun, terdiri atas 1,9 juta turis mancanegara dan sisanya penumpang lokal Batam dan Non-Batam. Setelah pandemi berakhir, bisnis feri Batam-Singapura belum kembali seperti semula. Hingga 2023 hanya 60% tiket terjual atau sekitar 2,2 juta juta orang.
Tarif tiket feri yang sebelumnya dibanderol Rp270.000 sampai Rp450.000 sekarang mencapai Rp760.000 sampai Rp780.000 perjalanan pulang pergi.
Kementerian Perhubungan dalam diskusi menyatakan bahwa sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut telah mengatur trayek angkutan laut dilakukan oleh perusahaan angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing. Tarifnya pun diatur oleh Menteri Perhubungan, telah ada perhitungan variable cost dan fixed cost. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur penentuan tarif harus melalui kesepakatan antara penyedia jasa dan pengguna jasa.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia Haris Muhammadun mengungkap bahwa dalam angkutan laut, pada dasarnya terdapat cara membentuk harga yakni ability to pay dan willingness to pay. Keduanya, menurutnya, dapat menentukan tarif batas bawah dan tarif batas atas, best practice-nya pada industri penerbangan.
“KPPU bisa mengkaji ini lebih lanjut,” katanya.
Dengan adanya batas bawah dan batas atas, faktor keselamatan penumpang dan jaminan keberlangsungan perusahaan operator dapat diperhitungkan.
Kepala wilayah 1 Area Sumatera KPPU RI, Ridho Pamungkas, menyebut bahwa empat operator sedang diselidiki atas dugaan praktik kartel. Namun sejauh ini, perusahaan induk mereka yang berbasis di Singapura belum dipanggil.
“Harga sekarang terlalu tinggi. Tampaknya para pelaku usaha sepakat untuk mematok harga setinggi itu, sehingga tidak ada persaingan di antara mereka,” katanya.
Ridho mencatat bahwa harga tiket feri antara Batam dan Johor Bahru justeru lebih rendah meskipun perjalanannya memakan waktu dua jam lebih lama, sehingga tarif Batam-Singapura adalah “pertanda tidak sehat”.
Komisi tersebut menghadapi “banyak kendala” selama penyelidikannya selama dua tahun terakhir, seperti memperoleh informasi tentang biaya operator, katanya.
“Manajemen operator feri tidak kooperatif dalam memberikan data, sehingga sulit untuk mengumpulkan bukti,” kata Ridho, seraya menambahkan bahwa perusahaan induk yang berbasis di Singapura – dan karenanya berada di luar lingkup hukum Indonesia – hanya akan memperumit masalah.
Keluhan dari Warga Singapura
KENAIKAN yang tinggi harga tiket kapal feri rute Batam – Singapura dan sebaliknya, bukan hanya jadi masalah warga Batam dan Indonesia. Di Singapura, kenaikan itu juga dikeluhkan.
Menurut laporan media Singapura, The Straits Times, wisatawan Singapura mengatakan harga feri yang lebih tinggi akan merugikan sektor pariwisata Batam dan menghalangi orang mencari liburan akhir pekan yang terjangkau. Beberapa mereka berencana mengurangi perjalanan.
Seorang Manajer Singapura, Zheng Huang terkejut saat mengetahui bahwa tiket feri pulang pergi ke pulau Batam di Indonesia telah melonjak hingga lebih dari $70 selama dua tahun terakhir.
Pria berusia 53 tahun yang biasa mengunjungi tempat liburan di Batam tiap akhir pekan, kini membatasi perjalanannya menjadi satu atau dua kali sebulan.
“Itulah satu-satunya jalan keluar saat ini. (Jadi ketika) Anda berada di sana, sebaiknya manfaatkan waktu Anda sebaik-baiknya,” katanya seperti dilansir GoWest.ID dari The Straits Times.
Seperti Zheng, warga Singapura lainnya yang melakukan perjalanan selama satu jam juga dibuat bingung dengan kenaikan tajam – yang diberlakukan secara seragam oleh banyak operator pelayaran yang melayani rute tersebut.
Benson Toh, 47, seorang manajer lain di layanan publik Singapura mengatakan: “Saya rasa perjalanan feri ini mahal karena Batam sangat dekat. Jika harganya terus naik, saya tidak akan sering pergi ke sana.”
Ibu rumah tangga Nur Fazirah, 25, mengatakan: “Harganya terlalu mahal… Dulu mudah bagi kami untuk bepergian ke Batam, tapi sekarang harganya tidak sepadan.”
Warga Singapura mengatakan mereka bisa memahami mengapa operator feri berusaha menutupi kerugian mereka selama pandemi, namun hal tersebut tidak bisa membenarkan harga yang berlaku saat ini.
Seorang guru pendidikan khusus berusia 35 tahun di Singapura, Farlyana Johari mengatakan, kenaikan harga tersebut terlalu drastis, terutama karena tidak ada peningkatan kualitas kapal atau pengurangan waktu perjalanan untuk rute tersebut.
(ham/dha)