DWI Putri Aprilian Dini, seorang perantau berusia 25 tahun asal Lampung, tewas setelah mengalami penyiksaan selama tiga hari di Batam oleh empat orang tersangka yang kini telah ditahan oleh pihak kepolisian. Kematian Dwi diketahui setelah salah satu pelaku membawa jasadnya ke RS Santa Elisabeth di Sei Lekop, Sagulung, pada pukul 00.30 WIB, Sabtu (29/11/2025) kemarin.
Kapolsek Batu Ampar, Kompol Amru Abdullah, menjelaskan bahwa penangkapan keempat pelaku berawal dari laporan rumah sakit. Pelaku yang membawa Dwi tidak mengungkapkan identitas dirinya dan memilih rumah sakit yang jauh dari tempat tinggal mereka di Batu Ampar, yang menimbulkan kecurigaan pihak rumah sakit.
Setelah menangkap tersangka pelaku pertama, Wilson Lukman alias Koko, petugas polisi mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai penyebab kematian Dwi. Tersangka lainnya, Anik Istiqomah alias Mami—pacar Wilson—serta dua lainnya, Putri Angelina alias Papi Tama dan Salmiati alias Papi Charles, juga ditangkap.
Dwi mengalami kekerasan di sebuah mess di Perumahan Jodoh Permai, di mana penyiksaan berlangsung dari 25 hingga 27 November. Menurut Amru, Wilson sebagai pelaku utama melakukan berbagai bentuk penyiksaan, termasuk menendang dan memukul, serta mengikat korban menggunakan lakban.
Puncaknya terjadi pada sore 28 November 2025 ketika Dwi tidak lagi bergerak. Wilson panik dan mencoba menyadarkan Dwi yang sudah tak bernyawa dengan membeli tabung oksigen sebelum membawanya ke rumah sakit menggunakan nama samaran.
Motif di balik tindakan brutal ini terungkap setelah penyidikan. Wilson terpicu oleh dua video rekayasa yang dibuat oleh pacarnya, Anik, dan Salmiati, yang menampilkan seolah-olah Anik dicekik oleh Dwi. Wilson yang tidak mengetahui bahwa video tersebut adalah rekayasa marah besar dan mulai melakukan penganiayaan.
Anik mengakui bahwa video tersebut dibuat untuk menyiapkan bukti jika ia berseteru dengan korban. Namun, rekayasa ini justru berujung pada penganiayaan yang fatal. Tiga tersangka lainnya terlibat dalam penyiksaan dengan mengawasi dan membantu mengikat korban.
Kini, keempat tersangka menghadapi tuduhan serius berdasarkan Pasal 340 KUHP jo Pasal 338 jo Pasal 55, dengan ancaman hukuman mati atau penjara maksimal 20 tahun. Polisi menilai tindakan kejam tersebut didorong oleh manipulasi yang tidak terduga.
(dha)


