PRASASTI Pasir Panjang terletak di areal lokasi pertambangan PT. Granite Karimun, Jalan Meral, Desa Meral, Kabupaten Karimun. Prasasti ini ditemukan pertama kali oleh seorang Belanda bernama K.F. Holle pada tahun 1873.
Letnan Ashwath kemudian mendokumentasikan dan membuat sketsa prasasti ini pada Juni 1887 untuk dikirim ke British Museum dan Bataviaasch Genootehap di Batavia.
Sketsa tersebut dikirimkan melalui Natalan, Konsul Jenderal Belanda yang berada di Singapura.
Setelah itu, dokumen tersebut ditranskripsikan dan diterjemahkan oleh Brandes.
Epigraf lainnya juga telah melakukan penelitian terhadap prasasti tersebut, seperti Van Caldwel (1900), F.M. Schnitger (1938), dan Machi Suhadi (1999).
Prasasti ini tidak memiliki keterangan tahun. Namun diduga dari antara abad ke-9 sampai ke 12 M.
Penemuan Awal
PENEMUAN prasasti ini berawal dari temuan warga sekitar yang melaporkan ada sebuah batu bertulis di dekat perbukitan batu di Desa Pasir Panjang yang selanjutnya dilaporkan kepada K.F Holle di tahun 1873.
K.F Holle merupakan seorang berkebangsaan Belanda yang memiliki banyak perkebunan di Garut. Ia memiliki minat yang besar terhadap bahasa dan sastra di Indonesia.
Ia diangkat menjadi penasehat Hindia-Belanda sekaligus sebagai pejabat kolonial peneliti budaya dan terkenal dengan pekebun Teh.
Namun, ada yang menyebut ia bukan orang yang pertama datang ke Karimun untuk meneliti temuan ini.
Letnan Ashwath (sebagian menyebut Asworth, pen) , seorang peneliti disebut yang pertama yang mengunjungi Prasasti Pasir Panjang dan mengabadikannya dengan Kamera untuk dikirimkan ke Batavia dan selanjutnya diteliti oleh K.F Holle untuk mengupas apa yang menjadi isi dari Prasasti Tersebut.
Letnan Ashwath bahkan banyak mengabadikan lokasi Prasasti Pasir Panjang serta Pertambangan batu Granit di Tahun 1873 yang telah lama menambang batu-batu besar untuk nilai ekonomi dan bertahan hingga saat ini.
Semenjak penemuan ini lokasi penambangan di bagian batu dilindungi dari aktivitas penambang.
Berikut adalah beberapa foto yang diabadikan Letnan Ashwath agar diteliti dan dikirimkan untuk K.F Holle.
Foto-foto itu antara lain Prasasti Pasir Panjang yang ditembok tanpa atap beberapa Lubang diatas Prasasti yang diyakini sebagai Ramalan Astronomi, Aksara Nagari pada Prasasti dan sembuah sumur di batu besar.
Letnan Ashwath memang ditugaskan untuk datang langsung ke pulau Karimun dan meneliti serta mengabadikan bentuk prasasti tersebut.
Setelah beberapa foto telah sampai ke K.F Holle ia mengalami beberapa kesulitan saat menerjemah prasasti tersebut.
Sehingga dilanjutkan oleh Jan Laurens Andries Brandes. Ia merupakan pengkolektor barang kuno dan seorang Leksikografer atau ahli penyusun bahasa langka berkebangsaan Belanda.
Ia menjadi terkenal karena berhasil menemukan manuskrip ”Kakawin Nagarakretagama di tahun 1894 di Lombok.
Foto-foto Prasasti Pasir Panjang kemudian menarik minat Jan Laurens Andries Brandes meneliti lebih dalam.
Pendapat Jan Laurens Andries Brandes
IA berpendapat bahwa Prasasti itu ditulis pada abad ke X hingga XI masehi. Ia juga menulis sebuah surat terima kasih kepada Sekretaris Cabang di Singapura 13 Oktober 1887.
Transkrips Prasasti yang diterjemahkan yang berbunyi :
Brandes sedikit ragu dengan apa yang telah ia pelajari dan terjemahan Prasasti ini hingga ia harus menambah beberapa huruf agar memiliki makna yang cukup pada prasasti tersebut.
Isi Prasasti
BRANDES berpendapat bahwa Gautama yang ada pada Prasasti tersebut ialah seorang biksu suci agama Buddha. Arti dari Prasasti tersebut ialah ”Jejak Kaki Gautama ( Yang Dihormati ) oleh Mahayanis dari Bengal.
Yang menjadi catatan penting bahwa Strait Times Yakni koran berita Singapura pernah memberitakan pengiriman foto maupun transkripsi Prasasti untuk British Museum.
Tidak hanya sebuah prasasti, Brandes juga berpendapat bahwa jejak kaki yang terletak di bawah sumur batu di sekitar lokasi ialah sebagai jejak kaki dari sang biksu.
Prasasti Pasir Panjang berukuran 100 cm x 173 cm dan dipahatkan pada sebuah dinding bukit batu granit.
Pada tahun 1996, prasasti ini diberi cungkup yang berukuran 208 cm x 267 cm. Terdapat tiga baris tulisan pada prasasti ini. Masing-masing tulisan berukuran 140 cm x 37 cm (baris ke-1), 145 cm x 36 cm (baris ke-2), dan 160 cm x 37 cm (baris ke-3). Prasasti ini menggunakan huruf Pre-Nagari dan berbahasa Sansekerta.
Hasil transliterasi prasasti ini berdasarkan pembacaan Brandes dan Caldwel yaitu ”mahayanika golayantritasri gautamasripada”.
Sementara Machi Suhadi juga mentrasliterasikannya menjadi “mahayanika golapanditasri gautamasripada”.
Para ahli menyimpulkan bahwa tulisan yang tertulis di prasasti tersebut mengandung arti “Pemujaan kepada Sang Budha melalui Tapak KakiNya”.
(*)