GUBERNUR Kepri, Ansar Ahmad membawa tanah dari Daik, Lingga dan air dari Pulau Penyengat, sebagai syarat untuk mengikuti ritual adat di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, yang berlangsung sejak Minggu (13/3) hingga Selasa (15/3).
Ritual adat nan unik ini, juga bersempena dengan kegiatan kemah bersama para Gubernur Se-Indonesia di IKN. Ansar juga diminta mengenakan pakaian adat khas Kepri. Tapi, Ansar tidak ikut dalam kemah bersama ini.
Menurut Ansar, ritual adat di IKN ini mengandung makna filosofis yakni agar selalu mengingat asal muasal nenek moyang, dan mempertahankan kearifan leluhur yang sudah ada di bumi nusantara.
“Sesuai saran dari tetua adat di Kepri, kami putuskan bahwa dua kilogram tanah dari Daik, Lingga dan satu liter air dari Sumur Balai Adat Pulau Penyengat Indera Sakti,” tutur Ansar, Minggu (13/3).
Tanah dari Daik ini memiliki makna penting bagi sejarah Kepri. Tempat tanah diambil ini berada di lokasi struktur cagar budaya bekas tapak Istana Damnah yang dibangun pada tahun 1860 semasa Kesultanan Lingga-Riau di bawah pimpinan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II (1857-1883), serta dibantu oleh yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi beserta pemaisurinya, Tengku Embung Fatimah.
Tepatnya tanah yang dibawa diambil dari lokasi singgasana tempat balai pemerintahan sultan yang merupakan balai bagian bekas Istana Sultan Lingga-Riau terakhir di Daik-Lingga.
Sesuai sejarah, tahta pemerintahan di Istana Damnah diteruskan oleh Tengku Embung Fatimah (1883-1883) sebagai pemerintahan sementara, lalu dilantiklah Raja Abdul Rahman menjadi Sultan Lingga-Riau pada tahun 1875 dengan gelar Sultan Abdulrahman Muazzam Syah (1885-1991) yang merupakan Sultan Lingga-Riau terakhir.
Kemudian, air dari sumur Balai Adat Pulau Penyengat Indera Sakti ini memiliki makna filosofis, dimana bila seseorang ke Tanjungpinang terasa belum lengkap, jika belum bertandang ke Pulau Penyengat serta minum atau sekedar cuci muka menggunakan air di pulau tersebut.
Saat ini, situs-situs bersejarah yang ada di pulau Penyengat sedang diusulkan kepada UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan) untuk menjadi situs warisan dunia.
“Air tawar itu hingga saat ini tetap bisa dinikmati oleh masyarakat setempat dan para wisatawan yang datang berkunjung. Ada beberapa sumur di Penyengat dan salah satunya adalah yang berada di bawah gedung Balai Adat Pulau Penyengat yang berfungsi sebagai tempat untuk menyambut tamu atau mengadakan perjamuan bagi orang – orang penting,” ujar Ansar lagi.
Sumur tersebut hanya memiliki kedalaman sekitar 2,5 meter. Meski demikian tidak pernah kering sepanjang tahun walaupun di musim kemarau. Bahkan air sumur yang ditemukan sejak abad ke-16 tersebut tidak asin seperti kebanyakan sumber air yang berada dekat laut, meski sumur tersebut terletak hanya sekitar 30 meter dari pantai.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud Md mengatakan bahwa Gubernur Se-Indonesia akan membawa tanah dan air ke titik nol IKN Nusantara di Kalimantan Utara, pada Senin (14/3).
“Dari Bengkulu, dari Papua Barat, dari Papua, dari Kalimantan, dari Sumatera Barat, Aceh, semua berkumpul di sana,” ujar Mahfud lewat keterangan tertulis.
Oleh karenanya, Mahfud mengajak masyarakat untuk menjaga tanah air Indonesia karena terdapat keberagaman di dalamnya. Menurut dia, dua kilogram tanah dan satu liter air yang akan dibawa oleh masing-masing gubernur untuk dimasukkan ke dalam Kendi Nusantara sudah mewakili seluruh suku dan agama di masing-masing provinsi.
“Inilah tanah, air kita. Indonesia, Tanah Air. Maka kita harus jaga Tanah Air kita. Simbolik apa yang muncul dari itu? Keberagaman,” katanya.
Selain itu, menurut Mahfud dalam 100 tahun mendatang pun hal ini akan menjadi cerita yang sangat menarik. “Tidak usah 100 tahun lah, mungkin 30 tahun itu menjadi cerita yang sangat menarik. Bagaimana kita berupacara melalui adat kenegaraan dan keagamaan, digabung di situ, untuk masuk ke ibu kota baru,” tuturnya (leo).