HARI Raya Imlek, menjadi momen berharga bagi masyarakat Tionghoa. Peringatan kebudayaan Tionghoa yang dirayakan dengan berbagai kegiatan penuh suka cita.
Di Kepulauan Riau (Kepri) sendiri, tahun baru Imlek ini juga menjadi momen spesial, tidak hanya bagi warga Tionghoa saja, namun juga bagi nelayan yang tersebar di kawasan pesisir Kepri, khususnya Batam.
Momen imlek ini memang sejalan dengan masa panen bagi nelayan di Kepri.
Mereka beramai-ramai turun melaut untuk menangkap Ikan Dingkis yang hanya ada di momen menjelang Imlek dan beberapa waktu setelahnya.
Pada momen ini, harga Ikan Dingkis tergolong mahal, bisa mencapai SGD 55 atau sekitar Rp 550 ribu per kilogramnya pada satu hari menjelang Imlek.
Harga ini bisa lebih tinggi ketika keberadaan Ikan Dingkis ini tidak begitu banyak. Sebaliknya harganya bisa lebih rendah ketika jumlahnya banjir di pasaran. Namun tetap lebih tinggi dari harga ikan biasa pada umumnya.
Kenaikan harga Dingkis ini mulai akan terasa pada sekitar seminggu menjelang Imlek. Pada momen itu, jumlah pasokan ikan ini menuju negara tetangga Singapura naik signifikan.
“Memang Singapura menjadi tujuan utama ekspor Dingkis ini, semakin mendekati Imlek semakin banyak,” kata Kasubsi Pengawasan Pengendalian Data dan Informasi (Wasdalin) Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu Batam (SKIPMB), Dwi Sulistiyono, Kamis (9/1).
Pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, jumlah Ikan Dingkis yang dipasok melalui satu wilayah kerja (Wilker) Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu (SKIPM) Batam saja bisa mencapai angka antara 7 sampai 10 ton dalam sehari.
Kondisi ini biasanya bisa terjadi dalam beberapa hari di dua wilker yakni di Pelabuhan Sagulung dan Belakangpadang.
“Jadi saat ini para nelayan sudah bersiap, mereka akan turun dengan macam-macam alat tangkap pada momen itu,” kata Sulistiyono lagi.
Di kawasan pesisir di Kecamatan Galang, Batam, gagap gempita menyambut momen panen tahunan ini memang telah terasa sejak dua bulan belakangan. Masyarakat di kampung-kampung pesisir yang biasanya menangkap ikan dengan Kelong (perangkap ikan yang dibuat dari jaring dan kayu) telah memperbaharui Kelong-Kelong mereka.
Demikian juga dengan mereka yang menangkap ikan dengan cara Nyuluh (menggunakan lampu dan serokan).
Padahal, pada momen menjelang Imlek ini kondisi perairan di wilayah Kepri tidak begitu kondusif untuk aktivitas nelayan. Saat ini bertepatan dengan Musim angin Utara dimana terjadi peningkatan tinggi gelombang dan angin kencang.
Mereka menyiasati angin kencang ini dengan cara melaut dan memperbaiki Kelong pada saat air laut surut jauh. Dimana Kelong nelayan yang berada di tempat yang tidak terlalu dalam ini, tidak begitu terimbas angin kencang dan gelombang tinggi pada saat air surut.
Kondisi ini telah dijalani nelayan di pesisir Kepri sejak jauh sebelumnya, dimana sudah dimulai sejak generasi orangtua mereka yang belum menggunakan jaring.
“Dulu Kelong itu pakai Resam, dulu saya ikut orangtua buat Kelong, sekarang sudah maju, sudah puluhan tahun lalu kami cari ikan dingkis ini,” kata Egoi, nelayan asal Rempang Cate beberapa waktu lalu.
Tidak hanya Ikan Dingkis saja, berbagai jenis Ikan Kerapu dan Bawal juga mengalami kenaikan pada momen itu. Dari harga yang biasanya SGD 42 bisa naik menyentuh angka SGD 50 per kilogramnya.
Pada momen tersebut, SKIPM Batam biasanya melakukan pantauan langsung di wilker yang memang dominan melayani pemeriksaan ikan untuk kebutuhan ekspor ini.
“Karena momennya setahun sekali, jadi kita siapkan anggota kita, kita akan pantau langsung juga,” kata Sulistiyono.
*(bob/GoWestId)