DUA PERUSAHAAN maskapai penerbangan Indonesia, Garuda Indonesia dan Lion Group menanamkan investasi senilai USD 466 juta atau setara Rp 6,3 triliun di Batam untuk pembangunan pembangunan fasilitas maintenance, repair, and overhaul (MRO) atau bengkel pesawat.
Peletakan batu pertama MRO ini dilakukan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Bandara Hang Nadim, Rabu (14/8) kemarin.
’’Kami berharap industri ini bisa lebih kompetitif dan berkembang,’’ kata Menko Darmin Nasution.
Bukan hanya bengkel pesawat, dua korporasi aviasi tersebut juga bermitra dalam mewujudkan pabrik vulkanisasi ban pesawat. Juga, pusat pelatihan aviasi yang nanti dikelola Politeknik Kirana Angkasa.
Pemerintah berharap, lewat investasi yang nilainya tidak sedikit itu, Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group bisa mewujudkan industri penerbangan nasional yang lebih terjangkau. Terutama harga tiketnya.
Darmin menyatakan, pembangunan pabrik ban pesawat merupakan langkah untuk menekan biaya operasional maskapai penerbangan. Nanti pabrik ban pesawat itu bisa menyetop ketergantungan maskapai penerbangan terhadap ban impor dari Thailand.
Pemilik Lion Air Group Rusdi Kirana menjelaskan, kerja sama itu menjadi jawaban bagi pemerintah yang mendesak maskapai penerbangan menyediakan tiket pesawat dengan harga terjangkau. Agar bisa memenuhi permintaan tersebut, Lion Air Group pun harus melakukan efisiensi. Salah satunya adalah mengurangi biaya perawatan pesawat yang sangat besar.
’’Jika perawatan pesawat dan pembelian spare part-nya bisa di dalam negeri, tentu beban cost maskapai bakal lebih ringan,’’ tegas Rusdi. Selama ini maskapai penerbangan Indonesia harus membeli ban pesawat di Thailand. Sebab, tidak ada produsen ban pesawat di dalam negeri. Nanti ban pesawat dapat dibeli di Batam. Begitu pun perawatan pesawat. Apalagi, Batam punya original equipment manufacturer (OEM) atau gudang stok spare part pesawat.
Sampai 2017, jumlah penumpang pesawat tercatat 90,7 juta orang untuk penerbangan domestik dan 16,6 juta orang (penerbangan luar negeri). International Air Transport Association (IATA) memproyeksikan jumlah penumpang angkutan udara nasional mencapai 270 juta orang pada 2034. Indonesia juga diperkirakan masuk 10 besar pasar penerbangan dunia pada 2020. Bahkan bakal menjadi lima besar dunia pada 2034.
Sementara itu, jumlah pesawat di Indonesia pada 2017 berkisar 1.030 unit. Rata-rata pertumbuhan per tahun sekitar 10 persen. Di Asia-Pasifik, jumlah pesawat akan menjadi 11.680 unit pada 2025. Itulah peluang besar bagi MRO. Sayangnya, sejauh ini bisnis perawatan pesawat di tanah air baru bisa melayani 30–35 persen pasar nasional. Sisanya diserap MRO asing.
Karena itulah, pemerintah mendukung penuh kerja sama Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group. Tahun depan potensi nilai bisnis perawatan pesawat nasional diprediksi mencapai Rp 26 triliun. Jadi, industri aviasi juga harus bersinergi untuk meningkatkan efisiensi. Terutama di bidang pemeliharaan dan perbaikan.
Sebagai hub city yang dilewati jalur penerbangan internasional, potensi Batam dalam menggairahkan industri aviasi sangat besar. Karena itulah, pemerintah menetapkan Batam sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) industri aviasi. ’’Ini sangat dibutuhkan untuk mendukung peningkatan keselamatan dan mutu angkutan udara nasional kita,’’ ujar Darmin. (*)
*(zhr/GoWestId)