PEMERINTAH pusat tampaknya sangat ngotot bahwa investasi hilirisasi kuarsa senilai Rp 175 triliun dari Xinyi Group harus segera terealisasi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Jika investasi tersebut lepas, maka Warga Rempang juga yang akan merugi.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Bahlil Lahadalia, mengatakan investasi jumbo tersebut sangat penting bagi Indonesia. Pasalnya saat ini Indonesia tengah berkompemtisi dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk menarik investasi asing.
“Kita ini sedang berkompetisi, karena global Foreign Direct Invesment (FDI) terbesar ada di negara tetangga. Ini kita rekrut investasi untuk buat lapangan kerja. Kalau kita tunggu terlalu lama, memang mereka mau menunggu kita. Kita butuh mereka, tapi kita juga harus hargai yang di dalam,” ucapnya saat konferensi pers dengan media usai rapat teknis pembahasan investasi Pulau Rempang di Hotel Marriot Harbour Bay, Batam, Minggu (17/9/2023).
Jika investasi ini melayang, maka akan menjadi kerugian besar. “Investasi ini total Rp 300 triliun lebih. Tahap pertama sebesar Rp 175 triliun. Ini investasi besar. Kalau lepas, maka potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan kerja untuk orang disini akan hilang,” paparnya.
Hak-Hak Warga yang Direlokasi
Dalam kunjungannya tersebut, Bahlil juga menjelaskan mengenai hak-hak yang akan diterima warga jika bersedia direlokasi.
Hak-hak tersebut antara lain tanah seluas 500 meter persegi, rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta, uang makan selama masa relokasi sementara ke Batam senilai Rp 1,2 juta per jiwa, uang sewa selama relokasi sementara sebesar Rp 1,2 juta per KK.
Dia juga menyebutkan syarat khusus, contohnya bagi warga yang sudah punya dokumen tanah berupa alas hak, serta bangunannya bernilai di atas Rp 120 juta, maka akan segera diinventarisir. Begitu juga dengan tanaman, keramba ikan, sampan dan lainnya akan dihargai secara proporsional sesuai mekanisme dan dasar perhitungannya.
“Misal rumahnya bukan tipe 45 senilai Rp 120 juta, tapi rumahnya dihargai Rp 350 juta, makan selisihnya nanti akan diselesaikan BP Batam,” imbuhnya.
Bahlil menegaskan bahwa relokasi warga Rempang harus dilakukan dengan cara-cara yang baik. Rencana deadline pendaftaran relokasi pada 20 September 2023. Sementara pengosongan pulau paling lambat pada 28 September 2023. “Ini sekarang bukan persoalan tanggal, karena sudah diputuskan di awal. Tapi ini bagaimana yang terpenting cara komunikasi baik dengan warga disana. Mau cepat atau tidak, itu soal yang lain,” tuturnya.
Warga Dapat Sertifikat Hak Milik
Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto memastikan bahwa pemerintah akan memberikan sertifikat hak milik kepada warga Pulau Rempang, yang bersedia direlokasi ke Dapur 3, Sijantung, Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
“Terkait dengan tempat untuk relokasi Warga Rempang di 16 titik, kami siapkan lokasi di Dapur 3, luasnya sekitar 500 hektar. Mengenai Hak Pengelolaan Lahan (HPL), tinggal kami serahkan saja (ke BP Batam),” kata Hadi saat konferensi pers terkait penanganan polemik investasi Rempang di Hotel Marriot Harbour Bay, Batam, Minggu (17/9/2023).
Penerbitan sertifikat tahap awal akan dikhususnya untuk lahan di Dapur 3 seluas 450 hektar, dimana masing-masing Warga Rempang mendapat lahan seluas 500 meter persegi.
“Untuk HPL masih berproses. Kami minta agar clean dan clear dulu (lahannya). Baru kami serahkan HPL, sesuai dengan hasil pengukuran di lapangan,” pungkasnya.
(leo)


