PRESIDEN RI, Prabowo Subianto, secara resmi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2025, tentang Perubahan Ketiga PP No 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Dalam peraturan pemerintah tersebut, kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam akan tetap di jabat secara ex-officio oleh Wali Kota Batam. Selain itu, yang menarik dalam PP tersebut, juga menjelaskan terkait jabatan wakil kepala BP Batam juga dijabat secara ex-officio oleh Wakil Wali Kota Batam.
Dengan demikian secara otomatis memastikan pasangan Wali Kota Batam dan Wakil Wali Kota Batam terpilih, Amsakar Achmad dan Li Claudia Chandra akan menjabat sebagai Kepala BP Batam dan Wakil Kepala BP Batam.
Terkait dengan hal di atas, Praktisi dan Pengamat Hukum, DR Ampuan Situmeang SH, MH, memberikan respon positif dengan adanya PP tersebut.
Menurut pengacara senior tersebut, jika kebijakan tersebut sudah dijalankan, semua elemen masyarakat kota Batam harus turut serta mendukung.
“Nampaknya di BP sendiri siap mendukung kebijakan yang telah ditetapkan dalam PP4/2025 itu, artinya kalau sudah semua mendukung. Kita cuma berdoa saja supaya semua berjalan dengan baik di tengah-tengah pengetatan anggaran melalui efisiensi” jelas Ampuan Situmeang kepada Gowest Indonesia, Selasa (18/02/2025).
Ia juga berharap dengan dipegangnya pucuk pimpinan BP Batam, baik Kepala BP maupun Wakilnya oleh Walikota dan Wakil Walikota Batam, munculnya kreatifitas baru dalam mengelola wilayah Batam ke depannya, terutama dalam hal pelayanan publik dan investasi.
“Semoga muncul kreatifitas agar harapan pembuat kebijakan dapat tercapai. Dan bagi para investor dan pelaku usaha dapat dilayani dengan baik sesuai ketentuan dan peraturan yang dinamikanya terus menyesuaikan dalam memberikan segala kemudahan dalam melakukan kegiatan” tambah Ampuan.
Terkait jabatan ex-officio oleh Walikota dan Wali Walikota dari segi hukum, Ampuan Situmeang menjelaskan, ada sisi positif dan negatifnya dalam menjalankan peraturan tersebut, mengingat ada dinamika dalam prakteknya dan perlunya penyempurnaan kebijakan lainnya.
“Secara teoritis dan praktek tentu itu berbeda realitasnya dan pada prakteknya. Selama ini sejak tahun 2019, sejak diterapkannya PP 62/2019 terbukti efektif dalam mengatasi praktek pelaksanaan kewenangan diantara kedua institusi, yang sama-sama memiliki kewenangan yang berbeda, ini positifnya” papar Ampuan.
“Apakah sempurna? tentu tidak, di sana-sini ada dinamika yang perlu penyempurnaan, inilah negatifnya, maka, mengikutsertakan Wawako sebagai Wakil Kepala BP secara Ex-officio oleh Pemerintah pusat, akan dapat menyempurnakan efektifitas keberlanjutan pelaksanaan kewenangan bersilang itu, di antara kedua institusi yang saling melaksanakan kewenangan, agar di lapangan pada prakteknya diharapkan memperkecil resistensi persinggungannya” tambahnya.
Lebih jauh pengacara senior di Batam ini menjelaskan, Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Administrasi Kebijakan Publik sebagai pelaksanaan kewenangan antara teori dan praktek, dalam prakteknya sudah jelas menimbulkan perbedaan.
Maka penerapan system ex-officio ini dalam mengatasi kekosongan hukum yang mengaturnya, ternyata memang dapat menjadi solusi dalam praktek pelaksanaan kewenangan yang bersilang di Batam, sebagai Kawasan Ekonomi sekaligus sebagai Daerah Otonom dalam hal ini Pemko Batam.
“Karena secara teori UU Pemda melarang Kepala Daerah merangkap Jabatan, namun teori juga yang menyatakan tidak boleh ada matahari kembar dalam Pelaksanaan Pemerintahan di Daerah, ini dilematis, maka solusinya dibuat kebijakan ini yang tertuang di dalam PP62/2019 dan kemudian di evaluasi lagi dengan menerbitkan PP4/2025, sebagai perubahan ke-tiga dari PP46/2007 tentang KPBPB Batam” paparnya.
“Seharusnya ini diatur dengan UU, namun UU yang ada sejauh ini belum mampu diterbitkan untuk mengharmonisasikannya, maka PP yang diterbitkan terbukti dapat mengatasi persinggungan dalam Pelaksanaan kewenangan yang saling bersilang, sekalipun tidak sempurna seperti yang diharapkan semua pihak” tambahnya lagi.
Ampuan juga menyoroti adanya kegelisahan dari publik, terutama para pelaku usaha terkait kepastian hukum dalam melakukan usaha di KPBP Batam.
“Memang harus diakui, adanya kegelisahan publik utamanya di bidang investasi dan para pengusaha tentang kepastian hukum dalam melakukan kegiatan ekonomi di Kawasan Ekonomi dalam hal ini KPBPB, yang di dalamnya ada KEK dalam wilayah Administrasi Pemko Batam, itu adalah konsekwensi karena sejauh ini belum ada UU yang memberi harmonisasi dan penyelarasan terhadap kewenangan yang saling bersilang di antara pelaksana KPBPB dan KEK dalam wilayah Pemko Batam” ujarnya.
“Namun sekalipun belum ada, bukan berarti harus berhenti di situ, harus dilakukan upaya mencari solusi untuk mengatasinya, dan setelah dipraktekkan memang dinilai oleh Pemerintah pusat mampu mengatasi berbagai persinggungan dalam Pelaksanaan tugas kewenangan mereka masing-masing di lapangan” pungkasnya.
(zah)