PULAU Tebing Tinggi yang ada di kabupaten ini memiliki morfologi pantai yang landai, dengan dominasi awal hutan mangrove atau bakau. Tanah di bagian pantainya berlumpur. Walau terletak dekat dengan Selat Malaka, perairan laut di sini tergolong tenang karena terlindung pulau Rangsang yang terletak di hadapan.
Oleh : Bintoro Suryo
AIR lautnya keruh karena merupakan hasil sedimentasi lumpur dari tanah gambut yang mendominasi wilayah Sumatera bagian timur secara umum. Saya nggak tahu, apakah ekosistem laut dangkal bisa hidup di kondisi laut yang keruh berlumpur begini?
Sepanjang mulai masuk di selat panjang yang membelah pulau Rangsang dan Tebing Tinggi, saya hampir tidak mendapati aktifitas nelayan tradisional yang mencari hasil tangkapan di laut sekitarnya. Apalagi menemui kelong atau jaring bubu nelayan. Laut di sini sepi.
Atau, kebetulan sedang sepi saat kapal Ferry yang kami tumpangi melintasinya? Cuma ada lalu lalang kapal Ferry antar pulau yang mengangkut orang dan barang pada rute yang dilintasi mereka di selat kecil yang panjang itu.
Seperti pulau-pulau lain di sekitarnya, ada aliran sungai-sungai kecil yang berhulu dari sisi daratnya. Tapi air tanahnya berkualitas kurang baik. Berwarna kemerahan karena dipengaruhi gambut. Rasanya payau dan kurang diminati warga untuk dikonsumsi.
Tanah daratannya terdiri dari lempung dan lumpur. Orang di sini perlu usaha keras untuk mendirikan bangunan rumah mereka.
Biasanya mereka membangun kediaman di pinggir-pinggir pantai, yang awalnya didominasi hutan bakau. Itu sekaligus untuk memudahkan aktifitas bepergian via laut. Apalagi di zaman dulu. Warga di sini biasanya mendirikan rumah berbentuk panggung.
Dari beberapa referensi yang saya baca tentang kepulauan di perairan ini, pulau-pulau di sini sebenarnya digolongkan sebagai pulau aluvial. Tanah atau pulau-pulau yang ada, terbentuk dari endapan tanah dari aliran sungai di sekitarnya. Secara teori, unsur haranya tinggi. Tapi, sepertinya tidak untuk di wilayah ini. Lahannya yang berupa gambut membuat tanah di sini kurang subur.
Lantas, apa yang membuat orang mau mendiami wilayah ini sejak beratus tahun silam? Apa mungkin karena letaknya yang strategis sebagai wilayah transit menuju daratan Sumatera dan kepulauan Riau? Atau ada sumber daya alam yang menarik untuk dikembangkan?
TANAH Jantan, itu sebutan yang disematkan orang untuk gugusan pulau yang terhampar di pantai timur Sumatra ini. Gugusannya meliputi pulau Merbau, Rangsang, Tebing Tinggi, Padang dan Topang serta sejumlah pulau kecil lainnya. Kepulauan ini berada di muara sungai Siak, berdekatan dengan selat Malaka.
Kota Selatpanjang yang berada di pulau Tebing Tinggi, sudah dikenal sebagai bandar dagang yang ramai sejak zaman Kesultanan Siak Sri Inderapura. Bandar kecil itu seperti menjadi lokasi transit dalam aktifitas perdagangan pada masa silam.
Kasi Sejarah dinas pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Meranti, Abdullah, seperti dinukil dari laman Kemdikbud RI mengartikan Tanah Jantan sebagai tanah yang selalu panas dan tidak suka mentolerir kemaksiatan yang berlaku di perutnya.
Masyarakat Selatpanjang dan sekitar menurutnya, tergolong amat berani. Ekspresi mereka begitu lepas dan terbuka. Tak takut konflik. Karakter orang Selatpanjang amat berbeda dengan Orang Siak atau pun orang Kepulauan Riau yang hidup dekat dengan pusat Kerajaan Melayu.
Kondisi ini tak terlepas dari geografis Selatpanjang yang menjadi kota transit dan berada di mulut Sungai Siak dan Kampar.
“Selatpanjang menjadi fasilitator antara Riau Daratan dan Riau Kepulauan,” kata budayawan Melayu, Yusmar Yusuf di laman kemdikbud RI.
Wilayah ini berperan sebagai fasilitator dua kawasan dan menjadikan Selatpanjang secara ekonomi sudah maju sejak lama. Walau tidak sebesar Malaka atau Temasek, wilayah ini tumbuh jadi bandar kecil yang ramai.
Akhir tahun 1970-an, Selatpanjang begitu ramai karena maraknya ekspor kayu log. Kapal tanker merapat ke Selatpanjang. Transportasi langsung Selatpanjang-Singapura sangat lancar. Penduduk Selatpanjang menumpuk di pinggiran pantai dan sangat padat.
(*)
Bersambung
Penulis/ Videografer: Bintoro Suryo – Ordinary Man. Orang teknik, Mengelola Blog, suka sejarah & Videography.
Artikel ini pertama kali terbit di : bintorosuryo.com