OMBUDSMAN Perwakilan Kepri menyanyangkan kondisi memprihatinkan dari Pelabuhan Batu Ampar yang menjadi pelabuhan sementara bagi kapal Pelni. Berdasarkan pengataman langsung di lapangan pada Selasa (3/1), tidak ada perbaikan yang signifikan untuk menunjang kegiatan sandar untuk kapal penumpang tersebut.
“Pantauan kami kondisinya masih sama setiap tahun. Minim fasilitas, tidak ramah, tidak aman dan nyaman. Padahal kami terus mengingatkan dan menyarankan agar pihak yang berwenang mengelola pelabuhan yakni Badan Pengusahaan (BP) Batam agar membenahinya,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri, Lagat Siadari.
Selanjutnya, Lagat menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 37/2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Laut merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelabuhan penumpang Pelni tersebut kurang memenuhi standar.
“Setiap pelabuhan harus siapkan 6 standar pelayanan yakni keselamatan, keamanan dan ketertiban, kehandalan dan keteraturan di Pelabuhan Batu Ampar, jalur khusus penumpang dari dan ke kapal saja tidak tersedia. Penumpang turun dan naik kapal menggunakan dua unit bus besar bergantian karena jaraknya 500 meter,” ungkapnya lagi.
Selain itu, ia pun menyoroti antrean panjang akibat pencetakan tiket yang membutuhkan waktu lama.
“Akibatnya penumpang harus antre 3-5 jam sebelum keberangkatan. Mereka pun harus rela antre di bawah terik matahari. Seharusnya setiap pencetakan tiket per penumpang hanya butuh maksimum lima menit saja,” katanya.
Selanjutnya, layanan informasi dan sarana prasarana yang masih nampak minim di Pelabuhan tersebut.
“Seharusnya tersedia informasi layanan dalam bentuk visual yang mudah dimengerti seperti jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal. Lalu ruang tunggu penumpang sebelum melakukan check-in harus layak, berjarak 0,6 Meter per orang. Kemudian toilet harus tersedia sebanyak 50 dengan komposisi toilet wanita dua kali lebih banyak dari pria. Yang tidak kalah penting juga ialah layanan khusus untuk kelompok difabel harus tersedia,” ucapnya.
Sebenarnya, sejak awal pihaknya menyayangkan perintah langsung Menteri Perhubungan kala itu, Ignasius Jonan yang memerintahkan jajarannya untuk memindahkan terminal penumpang sementara dari Pelabuhan Sekupang ke Pelabuhan Batu Ampar saat melakukan sidak di 2016 lalu, dengan alasan kondisi atap terminal penumpang yang bocor dan lantainya hanya terbuat dari coran semen.
Ia pun menyangkan pihak BP Batam yang tak kunjung menetapi janji melakukan perbaikan di Pelabuhan Beton Sekupang setelah enam tahun lamanya.
“Sudah berulangkali BP Batam berjanji lakukan revitalisasi Pelabuhan Beton Sekupang sesuai dengan standar yang ada, namun sampai saat ini perbaikan tersebut belum dilakukan sehingga belum memungkinkan digunakan kembali,” jelasnya.
Ia berharap agar tahun depan pelabuhan penumpang Pelni tidak lagi di Pelabuhan Batu Ampar, tapi dipindahkan kembali ke Pelabuhan Beton Sekupang.
“Pelabuhan Batu Ampar ini tidak layak karena bercampur area operasionalnya dengan kegiatan bongkar muat peti kemas, banyak hilir mudik alat-alat berat sehingga sangat berbahaya untuk keselamatan penumpang,” ungkapnya.
Sebelumnya, BP Batam pernah menjelaskan bahwa Pelabuhan Bintang 99 akan menjadi destinasi pelabuhan penumpang Kapal Pelni selanjutnya. Kepala Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Badan Pengusahaan (BP) Batam, Dendi Gustinandar mengatakan terminal penumpang di pelabuhan yang berada di sisi kiri Pelabuhan Batuampar tersebut sudah rampung.
“Saat ini, Pelabuhan Bintang 99 sedang dipersiapkan, terminal penumpangnya sudah jadi. Namun, masih ada beberapa hal yang harus dibenahi dari sisi teknis,” kata Dendi, November lalu.
Menurut Dendi, dari sisi teknis seperti dermaga, masih butuh pembahasan yang panjang dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
“Secara keselamatan untuk pelayaran kapal, baru di Pelabuhan Batuampar saja. Terlepas dari kekurangan pelayanan yang ada, Kapal Pelni masih hanya bisa bersandar di Pelabuhan Batuampar,” terangnya.
Keberadaan pelabuhan penumpang untuk Pelni di Batam memang sangat disayangkan. Sejak mendapat arahan dari Kemenhub untuk memindahkan pelabuhan penumpang dari Sekupang menuju Batuampar, maka banyak persoalan terjadi.
Pemindahan tersebut dikritik karena calon penumpang Pelni harus melewati wilayah bongkar muat barang yang tentu saja penuh dengan truk dan crane. Kondisi tersebut sama sekali jauh dari aman dan nyaman.
“Harus kita akui, bahwa kita tidak punya pelabuhan penumpang dengan kekuatan dermaga yang bisa menerima Kapal Pelni. Jadi, mau tidak mau Kemenhub menempatkannya di Batuampar. Ketika Pelni merapat, maka kita lakukan rekayasa,” jelasnya.
Ketika dikonfirmasi mengenai apakah ada peluang Pelabuhan Beton Sekupang yang dulunya merupakan pelabuhan penumpang Kapal Pelni diberdayakan kembali, Dendi hanya menjawab singkat. “Masih belum ada rencana kesana,” tutupnya (leo).