MASYARAKAT adat Melayu mendesak agar Komisi VI DPR RI segera menindaklanjuti isu dugaan mafia lahan di Pulau Batam. Mereka menginginkan agar BP Batam dipanggil dan jadwal rapat dengar pendapat (RDP) ditetapkan, sesuai dengan kesimpulan yang diperoleh pada 4 Februari lalu.
“Kami telah mengadakan rapat terkait dugaan mafia lahan ini dengan Komisi VI. Kami memerlukan kejelasan mengenai hasil RDP, dan kami ingin ada jawaban konkret,” sebut Ketua Harian Saudagar Rumpun Melayu Provinsi Kepri, Dato’ Wira Zulkamirullah.
Sebelumnya, masyarakat Melayu melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI mengenai Purajaya Hotel, sebuah bangunan bersejarah yang menjadi saksi berdirinya provinsi Kepulauan Riau dengan arsitektur khas Melayu. Zulkamirullah menegaskan bahwa masyarakat Melayu tidak menolak investasi, namun juga ingin memastikan kesempatan yang adil bagi mereka untuk berbisnis di Batam tanpa diusir.
“Kami mendukung investasi yang masuk, karena itu membuat kampung kami lebih hidup. Namun, keadilan harus ditegakkan, dan hak kami tidak boleh diabaikan,” ujarnya.
Zulkamirullah berharap Komisi VI dapat menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan masalah lahan yang mengancam masyarakat Melayu. Dia menekankan bahwa masalah ini tidak hanya menyangkut Purajaya Hotel, tetapi juga banyak kasus lain yang melibatkan mafia lahan di Batam.
Masyarakat Melayu memiliki harapan besar terhadap komitmen DPR untuk menuntaskan isu mafia lahan ini, dan pemanggilan BP Batam diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah.
Komisi VI sebelumnya telah mengadakan RDP dengan perwakilan masyarakat adat Melayu untuk membahas dugaan mafia lahan, termasuk perobohan Hotel Purajaya. Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Golkar, Nurdin Halid, menegaskan bahwa mereka akan mengkaji kebijakan BP Batam terkait masalah ini.
“Kami akan meneliti apakah keputusan pencabutan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Nurdin.
Selain itu, ia menyebutkan akan memanggil BP Batam dan tujuh perusahaan lain yang mengalami masalah serupa untuk mengevaluasi pengelolaan lahan.
“Kami akan memperjuangkan masalah ini secara politis,” tambahnya.
Saat ini, terdapat tujuh perusahaan yang melaporkan alokasi lahan yang tumpang tindih kepada pimpinan DPR, dan mereka akan segera memanggil pihak terkait.
(ham)