Dengan mengakses situs GoWest.ID, anda setuju dengan kebijakan privasi dan ketentuan penggunaannya.
Setuju
GoWest.IDGoWest.ID
  • Reportase
    ReportaseSimak lebih lanjut
    Tingkatkan Kinerja BP Batam Lebih Baik, Amsakar Achmad Lantik 297 Pejabat Eselon III dan IV
    18 menit lalu
    Wagub Nyanyang Haris Buka Forum SUNs Batam 2025
    13 jam lalu
    Komisi XIII DPR RI Gelar Konsultasi Publik RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Batam
    18 jam lalu
    Puluhan Kios di Simpang Helm Batam Centre Digusur
    18 jam lalu
    Kapal Kujang 642 Lantamal IV Batam Amankan 20 Ton Solar Tanpa Dokumen dari KM Meneer
    22 jam lalu
  • Ragam
    RagamSimak lebih lanjut
    Dunia Sepakbola Berduka, Diogo Jota Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan
    1 hari lalu
    Disdik Batam Catat 1.039 Siswa Belum Tertampung di Sekolah Negeri
    2 hari lalu
    Proses SPMB SD Selesai, Pemko Batam Cari Solusi Calon Siswa Tak Tertampung
    6 hari lalu
    Pemberlakuan Jam Malam untuk Pelajar di Tanjungpinang Mulai Tahun Ajaran 2025/2026
    7 hari lalu
    Bandar Rhio Tanjungpinang, Juli 1846
    1 minggu lalu
  • Data
    DataSimak lebih lanjut
    Taman Rusa Sekupang, Batam
    5 hari lalu
    Raja Ja’far Ibn Raja Haji Fisabilillah (Yang Dipertuan Muda Riau VI)
    5 hari lalu
    Pulau Citlim, Karimun
    7 hari lalu
    Pulau Pekajang, Lingga
    2 minggu lalu
    Pulau Combol (Tjombol)
    1 bulan lalu
  • Program
    ProgramSimak lebih lanjut
    Pelayanan Publik BP Batam : Ngobrol Bareng Deputi VI, Ariastuty Sirait #ComingSoon
    1 hari lalu
    Ngobrol Everywhere | Bicara Pelayanan Umum BP Batam Bersama Ariastuty Sirait
    3 hari lalu
    “Segudang Masalah Nelayan di Perairan Teluk Belian” | NGOBROL EVERYWHERE (Full)
    7 bulan lalu
    17
    Ngobrol Everywhere | Nelayan Bengkong dan Segudang Masalahnya
    7 bulan lalu
    Hunting Photo Malam di Washington, DC
    12 bulan lalu
  • Sudah Punya Akun?
TELUSUR
  • Reportase
    • Artikel
    • Serial
    • In Depth
    • Berita Video
    • Cerita Foto
    • Live!
  • Ragam
    • Budaya
    • Pendidikan
    • Lingkungan
    • Sports
    • Histori
    • Catatan Netizen
  • Data
    • Infrastruktur
    • Industri
    • Statistik
    • Kode Pos
    • Rumah Sakit
    • Rumah Susun
    • Tokoh
    • Wilayah
    • Situs Sejarah
    • Seni
  • Partner
    • VOA Indonesia
    • BenarNews.org
  • Yang Lain
    • Tentang Kami
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Media Siber
Menyimak: Nasib Nelayan Teluk Belian Di Tengah Kerusakan Ekosistem Mangrove
Sebar
Notifikasi Simak lebih lanjut
Aa
Aa
GoWest.IDGoWest.ID
  • Reportase
  • Ragam
  • Program
  • Data
  • Reportase
    • Artikel
    • Serial
    • In Depth
    • Berita Video
    • Cerita Foto
    • Live!
  • Ragam
    • Budaya
    • Pendidikan
    • Lingkungan
    • Sports
    • Histori
    • Catatan Netizen
  • Data
    • Infrastruktur
    • Industri
    • Statistik
    • Kode Pos
    • Rumah Sakit
    • Rumah Susun
    • Tokoh
    • Wilayah
    • Situs Sejarah
    • Seni
  • Partner
    • VOA Indonesia
    • BenarNews.org
  • Yang Lain
    • Tentang Kami
    • Disclaimer
    • Privacy Policy
    • Pedoman Media Siber
Sudah Punya Akun di GoWest.ID? Sign In
Ikuti Kami
  • Advertorial
© 2025 Indonesia Multimedia GoWest. All Rights Reserved.
Catatan Netizen

Nasib Nelayan Teluk Belian Di Tengah Kerusakan Ekosistem Mangrove

Admin
Editor Admin 6 bulan lalu 761 disimak
Sebar
Perahu nelayan di pantai Ocarina, Batam Centre, Batam. © F. Bintoro SuryoDisediakan oleh GoWest.ID
389
SEBARAN
ShareTweetTelegram

DALAM dua dasawarsa terakhir, alih fungsi hutan mangrove di sekitar lokasi pantai wilayah core Batam centre ini begitu masive. Hampir tidak ada yang tersisa, kecuali di beberapa wilayah di Nongsa yang terletak di hadapan. Mangrove di sekitar perairan Belian juga kian susut akibat gencarnya pembangunan.

Oleh: Bintoro Suryo


DAMPAK dari berkurangnya hutan mangrove di sekitar kawasan ini, menyebabkan sedimentasi yang berujung pada kotornya air laut. Biota lautnya juga menjadi berkurang.

Berdasarkan data Badan Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Sei Jang Duriangkang, luas hutan mangrove di Batam pada 2021 lalu mencapai 18.524 hektar. 50% dari luasan tersebut dalam kondisi rusak. 

Ruang tangkap nelayan semakin sempit. Proyek-proyek konstruksi yang bermunculan, seperti mengabaikan dampak lingkungan dan membuat mereka harus berpindah-pindah. Para nelayan tidak punya lagi wilayah tangkapan yang pasti.

Arus pembuangan limbah rumah tangga dari perumahan pun, turun mengalir ke laut yang meningkatkan pencemaran dan kualitas air yang semakin buruk. 

Luas area mangrove yang makin berkurang, langsung berdampak pada habitat yang ada di sekitar ekosistemnya. Akan terjadi penurunan keanekaragaman hayati dan ekosistem menjadi tidak seimbang.

Kerusakan pada area pesisir seperti ini, tak hanya berdampak pada pendapatan nelayan saja, tapi juga meningkatkan ancaman abrasi, erosi serta instusi air laut yang naik karena limbah industri. 

“Kami di sini ada 3 Kube (Kelompok Usaha Bersama) Nelayan. Di sini lah dermaga kami, tak ada tempat lagi”, ujar Eddy, ketua Kube Nelayan Bengkong.

Sehari-hari, ia dan sekitar 15 rekan nelayan lainnya,menggunakan salah satu sisi pantai di sekitar Ocarina Batam Centre sebagai pangkalan sementara. Ada puluhan perahu yang ditambatkan di sini.

“Ini lahan pengembang. Kami numpang saja. Tak ada lagi tempat kami untuk menambatkan perahu, soalnya”, ujar seorang nelayan lainnya di sini.

Ia kemudian menunjuk sekeliling pantai yang dulunya rimbun oleh hutan bakau, namun sekarang, telah habis tak bersisa.

“Dulu kami di sebelah sana, waktu masih ada hutan bakaunya”, lanjut dia.

Dampak yang timbul bisa ditebak. Ekosistem laut yang berkurang, membuat hasil tangkapan mereka juga ikut berkurang.

“Kami harus berpindah-pindah (lokasi melautnya, pen) sekarang.”

Wilayah perairan Teluk Belian yang kini lebih terbuka karena aktifitas hilir mudik kapal Fery penyeberangan Batam – Singapura, juga menjadi momok tersendiri bagi para nelayan.

Beberapa nelayan di pantai Ocarina Batam Centre, © F. Bintoro Suryo

“Kami harus lebih hati-hati. Perairan ini jadi rute penyeberangan internasional. Sudah pernah kejadian, rekan kami hilang di laut karena perahunya terbalik. Mungkin tersapu ombak dari lalu lalang kapal – kapal Ferry di sini. Baru di temukan beberapa hari kemudian dalam kondisi meninggal”, kata Edy.

Kondisi itu membuat para nelayan makin khawatir. Di tengah sulitnya mencari tangkapan ikan, mereka juga dituntut untuk lebih waspada.

“Kadang seperti disengaja gitu saat kami ada di sekitar jalur perlintasan mereka. Seperti digas cepat, gelombangnya kan langsung menyebar ke sekitar. Kami sering harus cepat-cepat menyingkir, takut terbalik perahunya”, kata seorang nelayan lainnya yang merupakan anggota KUBE nelayan di sini.

Apakah ada perhatian dari pemerintah tentang keberadaan mereka?

“Kalau dibilang tak ada, ya tidak juga. Pemerintah kadang memberi bantuan. Cuma jumlahnya tak seberapa, tak semua bisa merasakan. Yang kami butuhkan sebenarnya perlindungan dan bimbingan, kami ini harus bagaimana?” lanjut Edy.

Bantuan biasanya diberikan melalui Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Tapi menurut Edy, bantuan sering kali tidak tepat sasaran. Banyak KUBE yang hanya aktif saat menerima bantuan, kemudian non aktif, sehingga tidak menyasar hingga ke nelayan.

Kendala lain yakni bahan bakar minyak (BBM) untuk operasional perahu mereka. Edy menyebut mereka kerap kesulitan untuk mendapatkannya.

“Kami harus keliling ke SPBU-SPBU, bawa jirigen, kadang botol-botol saja. Itu juga sering ditolak. Mungkin dikira pelangsir. Lantas kami mendapatkan BBM darimana?” serunya gusar.

Terminal BBM khusus nelayan, masih jadi angan-angan bagi para nelayan yang beraktifitas di sekitar perairan ini.

Kerang Hijau dan Rusaknya Perairan

KERANG hijau. Koloni ini mulai muncul di sekitar perairan laut Batam Centre sejak beberapa tahun terakhir. Masyarakat biasa mengenalnya dengan sebutan Kupang. Hewan laut yang hidup berkoloni dan menempel kuat dengan menggunakan benang byssusnya pada benda-benda keras. Seperti misalnya kayu, bambu, batu, ataupun substrat lain yang keras.

Kerang Hijau, beberapa tahun terakhir marak muncul di sekitar perairan Batam Centre. © F. Bintoro Suryo

Kerang hijau ini, punya nama ilmiah Perna viridis. Sejenis  binatang lunak atau moluska yang hidup di laut. Bercangkang dua serta berwarna hijau.
Di Indonesia julukannya terhitung beragam. Masyarakat Kepulauan Riau biasa mengenalnya dengan nama Kupang. Di Jakarta, kerang hijau juga dikenal dengan nama kijing (Jakarta). Masyarakat Banten dan sebagian Jawa Barat menyebut Kedaung. Di Maluku Utara, Kerang Hijau dikenal dengan nama bia tamako.

Melansir beberapa sumber, kerang hijau merupakan sumber protein, vitamin B12, asam amino, lemak, serta omega-3 dan omega-6, sangat baik bila dikonsumsi manusia.

Di laut, warna cangkang dan bentuk, biasanya akan tertutup oleh hewan lain yang hidup menempel pada cangkang mereka untuk bertahan hidup, yakni teritip. Hewan jenis antropoda yang masih berkerabat dengan kepiting dan udang. Hubungan simbiosis Komensalisme antara Kerang Hijau dan Teritip sangat umum ditemui bila kita menjumpai kedua jenis hewan ini di dasar-dasar laut.

Oleh sebagian masyarakat, hewan laut ini mulai diburu karena memiliki potensi ekonomi, untuk dijadikan lauk pauk di rumah. Seperti halnya kerang darah yang sudah lebih dulu dikenal orang.

“Sudah sejak beberapa tahun ini muncul banyak di sekitar Teluk Belian ini, terutama yang dekat ocarina sana”, sebut Basri, seorang nelayan yang tinggal di kampung Kelembak. Sebuah perkampungan kecil warga lama Batam yang terletak di seberang Batam Centre.

Melihat potensi ekonominya, pria berusia sekitar 60 tahunan itu sekarang banting setir menjadi nelayan pemburu Kupang. Hampir setiap hari, ia mengarahkan perahu ketintingnya ke arah pantai Ocarina. Lokasi tempat kemunculan kerang-kerang hijau tersebut. Dalam sehari, ia bisa membawa pulang berkilo-kilo gram kerang hijau yang langsung diangkut menggunakan perahu.

Seorang nelayan di Batam Centre sedang membersihkan kulit kerang hijau hasil tangkapannya. © F. Bintoro Suryo

“Biasanya kita ambil saat laut surut. Sekilo kalau masih sama cangkang dan belum diolah, bisa laku Rp. 10 ribu. Kalau sudah diolah (dilepas cangkangnya dan direbus, pen) bisa dijual Rp. 30 ribu ke pasar. Di pasaran, harganya mencapai Rp. 45 ribu per kilo (gram) “, katanya.

Fenomena kemunculan kerang-kerang hijau di sekitar perairan Batam Centre ini, menjadi berkah tersendiri bagi kelompok nelayan di Kampung Kelembak. Di tengah sulitnya mencari tangkapan lain hewan laut saat ini karena perubahan perairan dan makin susutnya area hutan-hutan mangrove, kerang-kerang hijau tersebut, seperti menjadi berkah tersendiri bagi mereka.

Kabar buruknya, kemunculan hewan ini di sekitar perairan Batam centre, diduga menjadi penanda makin rusaknya lingkungan perairan sekitar.

Seperti diketahui, kerang hijau merupakan salah satu organisme bioindikator perairan yang dapat merespon pencemaran lingkungan dengan cepat. Mereka memiliki mekanisme filter-feeder, sehingga berbagai partikel bisa masuk di dalam tubuh kerang hijau, khususnya logam berat.

Ada yang menduga, koloni kerang hijau kemungkinan terkena dampak metal limbah berat, seperti misalnya limbah minyak hitam dari out port limit (OPL) yang saban tahun selalu menerpa pantai-pantai di Batam. Kerang-kerang tersebut diduga bergerak ke wilayah permukaan laut yang lebih dangkal serta memulai koloni barunya. Seperti yang banyak terlihat di sekitar pantai Ocarina Batam Centre.

(*)

Penulis/ Videografer: Bintoro Suryo – Ordinary Man. Orang teknik, Mengelola Blog, suka sejarah & Videography.
Artikel dan video ini pertama kali terbit di : bintorosuryo.com
Rubrik : Catatan Netizen jadi platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi para netizen yang gemar menulis, tentang apa saja hal positif yang bisa dibagikan melalui wadah GoWest.ID. Kirim artikel/ konten/ esai anda secara mandiri lewat cara ini ya.

Pilihan Artikel untuk Anda

Tingkatkan Kinerja BP Batam Lebih Baik, Amsakar Achmad Lantik 297 Pejabat Eselon III dan IV

Wagub Nyanyang Haris Buka Forum SUNs Batam 2025

Komisi XIII DPR RI Gelar Konsultasi Publik RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Batam

Puluhan Kios di Simpang Helm Batam Centre Digusur

Kapal Kujang 642 Lantamal IV Batam Amankan 20 Ton Solar Tanpa Dokumen dari KM Meneer

Kaitan bakau, batam, batam centre, Kerang hijau, Kupang, mangrove, nelayan, Teluk Belian
Admin 27 Desember 2024 27 Desember 2024
Apa yang anda pikirkan
Suka sekali0
Sedih1
Gembira0
Tal peduli0
Marah0
Masa bodoh0
Geli0
Artikel Sebelumnya 6.495 Siswa Terima Seragam Sekolah Gratis di Tanjungpinang
Artikel Selanjutnya RI Minta Penjelasan Singapura soal Nelayan Batam Diganggu saat Melaut
Tinggalkan Komentar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

APA YANG BARU?

Tingkatkan Kinerja BP Batam Lebih Baik, Amsakar Achmad Lantik 297 Pejabat Eselon III dan IV
Artikel 18 menit lalu 19 disimak
Wagub Nyanyang Haris Buka Forum SUNs Batam 2025
Artikel 13 jam lalu 113 disimak
Komisi XIII DPR RI Gelar Konsultasi Publik RUU Perlindungan Saksi dan Korban di Batam
Artikel 18 jam lalu 106 disimak
Puluhan Kios di Simpang Helm Batam Centre Digusur
Berita Video 18 jam lalu 144 disimak
Kapal Kujang 642 Lantamal IV Batam Amankan 20 Ton Solar Tanpa Dokumen dari KM Meneer
Artikel 22 jam lalu 133 disimak

POPULER PEKAN INI

Truk Pengangkut Pasir Tabrak Dua Mobil di Batam
Artikel 4 hari lalu 358 disimak
Penumpang Super Air Jet Meninggal Dalam Penerbangan Semarang-Batam
Artikel 4 hari lalu 346 disimak
Kenaikan Tarif Listrik di Batam: Data Pelanggan Terdampak
Artikel 6 hari lalu 332 disimak
Pulau Citlim, Karimun
Wilayah 7 hari lalu 318 disimak
Penataan Infrastruktur Jalan di Batam; Akan Ada Jalur Khusus Roda Dua, Truk dan Bus
Artikel 4 hari lalu 307 disimak
- Pariwara -
Ad imageAd image
about us

Kami berusaha menjadi CITIZEN yang netral dan objektif dalam menyampaikan pandangan serta pikiran tentang apapun di dunia ini.

  • Tentang Kami
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
Ikuti Kami
© Indonesia Multimedia GoWest 2025. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Lost your password?