MAJELIS Panel 2 Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, bersama Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Arsul Sani, mengadakan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota (PHPU Wako) Batam Tahun 2024. Perkara ini, dengan Nomor 169/PHPU.WAKO-XXIII/2025, diajukan oleh Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1, Nuryanto dan Hardi Selamat Hood (Nuryanto-Hardi).
Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mendiskualifikasi Paslon Nomor Urut 2, Amaskar Achmad dan Li Claudia Chandra (Amaskar-Claudia), yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilwako Batam 2024. Selain itu, Pemohon juga meminta penetapan dirinya sebagai pemenang Pilwako Batam 2024.
“Menetapkan Pasangan Calon Nomor Urut 1 atas nama Nuryanto dan Hardi Selamat Hood sebagai Pemenang dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Batam Tahun 2024,” sebut Erik Setiawan, Kuasa Hukum Pemohon, saat membacakan petitum dalam sidang di MK pada Kamis (9/1/2025) kemarin.
Pemohon beralasan bahwa permohonan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh Paslon Amaskar-Claudia, yang menyebabkan selisih suara sebanyak 134.887. Erik menjelaskan bahwa selisih tersebut disebabkan oleh kecurangan yang melibatkan aparat dan pelanggaran netralitas dari berbagai pihak terkait.
Lebih lanjut, Erik meminta Mahkamah untuk menunda penerapan ketentuan ambang batas PHPU Wako yang diatur dalam Pasal 158 ayat (2) UU Pilkada. Penundaan ini diperlukan agar Pemohon dapat membuktikan pelanggaran TSM yang dilakukan oleh Paslon Amaskar-Claudia, meskipun selisih suara tidak melebihi ambang batas yang ditentukan.
Pemohon berpendapat bahwa ketentuan ambang batas tersebut menghalangi haknya untuk mengajukan permohonan PHPU dan membuktikan adanya kecurangan. Mereka juga menilai bahwa ketentuan ini mengurangi makna demokrasi dalam kontestasi Pilwako, karena dapat menyembunyikan praktik kecurangan.
“Penerapan Pasal 158 ayat (2) UU 10/2016 yang membatasi hak Pemohon justru mengurangi makna demokrasi tanpa memperhatikan aspek keadilan,” tutup Erik saat membacakan pokok permohonan.
(ham)