PERNIKAHAN bisa membuat hati kita lebih bahagia dalam jangka panjang. Namun, sebuah penelitian terbaru mengatakan bahwa kebahagiaan tersebut tergantung kapan kamu menikah.
Penelitian dari University of Alberta menyimpulkan sebuah temuan menarik yang cukup menggelitik. Namun, cukup bermanfaat terutama untuk kamu yang belum juga menemukan jodoh hingga sekarang, meski telah memasuki usia yang terbilang cukup matang.
Peneliti melakukan survei terhadap lebih dari 1.000 siswa di kota Edmonton, Kanada pada tahun 1985 ketika para peserta masih berusia 18 tahun.
Lebih dari 30 tahun kemudian, tim peneliti kembali menghubungi kembali para peserta tersebut. Sebanyak 405 peserta berhasil dikontak peneliti untuk kebutuhan studi.
Peneliti pun mempelajari kehidupan para peserta pada masa sekarang demi mengetahui apakah waktu pernikahan mereka terkait dengan kebahagiaan, gejala depresi, dan kualitas harga diri pada usia paruh baya.
Temuan ini menunjukkan bahwa beberapa peserta yang menikah di usia awal 20-an, mereka melaporkan tidak bahagia. Sementara peserta yang menunggu atau baru menikah pada usia matang dilaporkan lebih bahagia.
Matt Johnson, peneliti ekologi keluarga dari University of Alberta, menjelaskan bahwa alasan utama kelompok responden yang tidak bahagia adalah belum siap dengan perkawinan sehingga membuat mereka merasa tertekan.
“Orang-orang yang menikah dini cenderung tidak mendapatkan pendidikan tinggi dan luas, sibuk mengurus anak sehingga terjebak dalam karier yang tidak mereka inginkan,” jelas Johnnson dalam sebuah pernyataan.
Dia menambahkan, orang-orang yang menikah lebih awal cenderung mengalami penurunan harga diri dan tidak percaya diri.
Mereka yang menikah pada akhir 20-an atau lebih tua justru melaporkan kesejahteraan yang lebih baik kemudian hari.
Hasil penelitian yang diterbitkan pada Journal of Family of Psychlogy ini mengukur kualitas kebahagiaan setelah pernikahan menggunakan waktu ideal untuk konjugasi yang kira-kira sama dengan teman sebaya responden lainnya.
“Orang-orang yang melakukan hal-hal tepat waktu mendapatkan persetujuan sosial – keluarga menyetujui, teman menyetujui – sehingga membuat transisi tampak lebih normal dan lebih mudah,” katanya.
“Kami tidak menemukan bahwa menikah terlambat adalah negatif dalam hal kesejahteraan subjektif masa depan. Bahkan, menikah terlambat lebih baik dibandingkan menikah dini.”
Selain itu, penelitian juga menyebutkan, orang-orang yang dianggap telat menikah memperlihatkan hidup yang minim tekanan dan risiko menderita depresi lebih rendah.
Johnson mengungkapkan, menikah pada usia lebih tua tak berarti tidak ada risiko, terutama bagi perempuan.
Menurut penjelasan yang ditinjau oleh dr. Kevin Adrian, hamil saat usia mencapai di atas 35 tahun memang cenderung berisiko mengalami beberapa gangguan, seperti diabetes gestasional dan preeklamsia.
Memutuskan memiliki anak pertama maupun anak selanjutnya pada usia 30 atau 35 tahun ke atas bisa jadi keputusan yang penuh dengan pertimbangan kesehatan.
Namun, lewat persiapan yang matang, ibu hamil dengan usia lebih dari 35 tahun tetap bisa melahirkan bayi yang sehat dan normal.
Terakhir, Johnson menyebutkan, menikah pada usia matang bisa jadi penyeimbang untuk Anda menemukan seseorang yang benar-benar cocok dan terbaik.
Namun, secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa menikah, terlepas kapan kamu melakukannya, membuat diri lebih bahagia ketimbang mereka yang sama sekali tidak menikah.
Sumber : Beritagar