FESTIVAL Raja Ali Haji kembali digelar di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, setelah 28 tahun vakum. Festival yang berlangsung dari 5 hingga 7 Juli 2024 ini menandai dimulainya kembali upaya pelestarian budaya dan sejarah terkait Raja Ali Haji, pahlawan nasional dan budayawan Melayu ternama.
DIADAKAN bertepatan dengan Muhibah Budaya Jalur Rempah (MBJR) 2024, festival ini menjadi wadah untuk merayakan kekayaan budaya maritim dan peninggalan berharga Raja Ali Haji. Berbagai acara menarik digelar, termasuk simposium budaya, pertunjukan seni, pameran, dan haul Raja Ali Haji.
Kepala Dinas Kebudayaan Kepulauan Riau, Juramadi Esram, dalam sambutannya di pembukaan festival, mengungkapkan tekad Pemprov Kepri untuk menjadikan Festival Raja Ali Haji sebagai agenda tahunan. Hal ini sejalan dengan komitmen untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya Raja Ali Haji, yang karyanya, termasuk “Gurindam Dua Belas”, telah diakui sebagai akar bahasa Indonesia.
Festival ini juga menjadi momen untuk mengenang 150 tahun wafatnya Raja Ali Haji. Semangat dan karyanya terus menginspirasi generasi penerus, bukan hanya di Kepulauan Riau, tetapi di seluruh Indonesia.
Salah satu acara menarik dalam festival ini adalah Simposium Budaya Menyulam Silam Sejarah Jalur Rempah dan Ketokohan Raja Ali Haji. Simposium ini menghadirkan dua pembicara ternama dari Malaysia, Prof Madya Dr Norazimah dan Dato’ Dr R.A. Hufaizah Hashim, untuk membahas peran Raja Ali Haji dalam sejarah maritim dan budayanya.
Festival Raja Ali Haji diharapkan dapat membangkitkan semangat kebangsaan dan rasa cinta terhadap budaya maritim di kalangan masyarakat. Festival ini juga menjadi kesempatan untuk mempromosikan pariwisata Kepulauan Riau dan Pulau Penyengat sebagai destinasi wisata budaya yang kaya dan bersejarah.
Raja Ali Haji: Pahlawan Nasional, Budayawan Melayu
RAJA Ali Haji, seorang ulama, budayawan, dan sejarawan ternama dari Kepulauan Riau, merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Melayu dan Indonesia. Lahir di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, pada tahun 1809, Raja Ali Haji dikenal sebagai “Bapak Bahasa Indonesia” karena perannya dalam mempelopori standarisasi bahasa Melayu.
Karya-karyanya yang monumental, seperti “Gurindam Dua Belas”, “Bustan al-Katibin”, dan “Kitab Pengetahuan Bahasa”, menjadi landasan bagi perkembangan bahasa Melayu modern dan akhirnya ditetapkan sebagai bahasa persatuan Indonesia.
Karya-karya Raja Ali Haji
- Gurindam Dua Belas: Sebuah karya sastra berbentuk puisi yang berisi nasihat dan petunjuk hidup berlandaskan nilai-nilai agama dan budaya Melayu. Gurindam Dua Belas dianggap sebagai salah satu karya sastra Melayu terpenting dan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
- Bustan al-Katibin: Sebuah buku panduan tata bahasa Arab-Melayu yang menjadi rujukan penting bagi para pelajar bahasa Melayu di masanya.
- Kitab Pengetahuan Bahasa: Sebuah buku yang membahas tentang sejarah, struktur, dan penggunaan bahasa Melayu. Buku ini menjadi salah satu sumber utama bagi para ahli bahasa Melayu modern.
Pengaruh Raja Ali Haji
- Standarisasi Bahasa Melayu: Raja Ali Haji mempelopori standarisasi bahasa Melayu dengan menyusun tata bahasa dan pedoman penulisan yang baku. Hal ini menjadi dasar bagi perkembangan bahasa Indonesia modern.
- Pelestarian Budaya Melayu: Karya-karya Raja Ali Haji, terutama “Gurindam Dua Belas”, menjadi sumber informasi penting tentang budaya dan nilai-nilai Melayu. Karyanya membantu melestarikan budaya Melayu dan menyebarkannya ke generasi selanjutnya.
- Pembangunan Nasional: Penetapan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan Indonesia merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan nasional. Raja Ali Haji, melalui karyanya, berperan penting dalam mewujudkan hal ini.
Raja Ali Haji adalah sosok yang patut dihormati dan dihargai atas kontribusinya yang luar biasa bagi budaya Melayu dan Indonesia. Karyanya terus dipelajari dan dikaji hingga saat ini, dan pengaruhnya masih terasa dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
(nes/ham)