PENGAMAT politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai, elektabilitas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama alias Ahok pada Pilkada 2017 semakin terpuruk jika dugaan kasus penistaan agama yang melibatkannya dibawa ke ranah hukum.
Ahok sebelumnya mendapatkan kecaman keras dan diduga telah menistakan agama akibat mengutip isi Surat Al Maidah ayat 51 dari Al Quran, di hadapan warga Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, bulan lalu.
Dalam video tersiar di dunia maya, Ahok mengenakan pakaian dinas gubernur saat menyampaikan hal itu dan kehadiran dia di sana juga dalam rangka kunjungan kerja.
“Faktor yang akan memperparah posisi Ahok jika perkaranya masuk ke ranah hukum. Ada proses hukum yang harus diikuti Ahok yang cukup membuang energi. Tentu itu memberi pengaruh terhadap persepsi publik,” kata Badrun, di Jakarta, Minggu seperti dilansir dari ANTARA.
“Persepsi publik yang negatif terhadap Ahok, itulah yang memungkinkan makin rendahnya elektabilitas Ahok,” kata dia.
“Kemungkinan elektabilitas Ahok turun karena posisi pernyataannya memicu isu SARA. Apalagi hal itu disampaikan saat Ahok berbaju dinas di tengah sejumlah pejabat dan masyarakat setempat di Kepulauan Seribu,” lanjut pengajar ilmu politik dan sosiologi di UNJ itu.
Ia menambahkan, “Mengemukakan pernyataan terkait serangan lawan politik dalam pilkada saat menggunakan baju dinas sudah menjadi persoalan tersendiri, apalagi memicu SARA.”
Badrun mengatakan, jika terbukti melanggar hukum, maka konsentrasi Ahok akan terpecah-pecah; antara lain menghabiskan waktu untuk menyelesaikan kasusnya hingga berupaya mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Dia menyarankan agar Ahok mengubah pola komunikasi politik di hadapan publik agar tidak perlu lagi melontarkan kalimat-kalimat yang justru menjerumuskan diri sendiri. ***