MUSEUM Raja Ali Haji Batam mulai menjangkau sekolah-sekolah lewat program Museum Raja Ali Haji Goes to School. Lawatan kali ini menyambangi SMAN 25 Batam, Senin (23/5) lalu.
Khusus untuk kegiatan ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Batam menghadirkan salah seorang narasumber dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Batam, Edi Sutrisno.
Edi banyak menjelaskan tentang sejarah peradaban Batam, mulai dari zaman Kerajaan Riau Lingga, Belanda, Tumenggung Abdul Jamal, Jepang, masa kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepri, Otorita Batam yang pertama, era BJ Habibie, kota administratif hingga saat ini.
Semua rekam jejak sejarah tersebut dimuat dalam Museum Raja Ali Haji, berikut juga sejarah Astaka, Khazanah Melayu, hingga infrastruktur yang telah dibangun di Batam hingga sekarang.
“Museum merupakan sumber informasi, adik-adik sekalian bisa luangkan waktu 20 menit sudah bisa melihat dari informasi masa Riau Lingga sampai infrastruktrur sekarang,” kata Edi yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Badan Promosi Daerah (BPPD) Batam.
Edi juga menjelaskan tentang sejarah Nong Isa di hadapan murid SMAN 25. Secara garis besar, Nong Isa merupakan Raja Isa Ibni Raja Ali Marhum Pulau Bayan Yang Dipertuan Muda V.
“Raja Isa lahir di Hulu Sungai Nongsa, ia juga dipanggil sebagai Nong Isa yang merupakan nama timang-timangnya dulu. Dalam literatur sejarah Nong Isa memengang perintah atas Nongsa dan rantau kurang lebih selama lima tahun, yang dikeluarkan oleh Komisaris Jenderal, Sultan Abdul Rahmansyah yang menjabat pada tahun 1812-1832 Masehi dan Yang Dipertuan VI Raja Ja’far pada tahun 1808-1832 Masehi bertepatan dengan Hari Jumat, 18 Desember 1829 Masehi,” ungkapnya.
Adapun Raja Isa mangkat di hulu sungai Nongsa pada tahun 1831 Masehi. Naskah asli yang memuat tentang pemerintahan Nong Isa berada di Museum nasional Jakarta berdasarkan literatur sejarah dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2009. Tonggak pemerintahan Nong Isa ditetapkan sebagai Hari Jadi Batam (HJB).
Selain itu, Edi juga menceritakan tentang Minamisebo atau yang dikenal sebagai Tugu Jepang yang berada di Kelurahan Sembulang di Galang. Sebagai informasi tugu ini dibangun pada tahun 23 Agustus 1981 oleh Rempang Frienship Association (RFA), sebuah lembaga non profit yng dibentuk oleh warga Jepang untuk mengenang serdadu Jepang yang tewas saat menunggu kepulangan mereka ke tanah air pasca Pemerintah Jepang bertekuk lutut di tangan sekutu.
“Dari 112.708 ada 128 serdadu meninggal saat menunggu kepulangan,” sebutnya.
Di bekas peninggalan Jepang berdiameter 3×3 meter ini terpampang nama-nama eks Tentara Jepang yang pernah singgah dan menetap di Sembulang, lengkap dengan foto-fotonya masing-masing.
Edi kemudian menceritakan sejarah awal pembangunan Batam, dimana Presiden Kedua Indonesia, Soeharto memerintahkan Ibnu Sutowo membangun Batam berbasis logistik minyak dunia. Kemudian pada tahun 1978, BJ Habibie pernah membangun Batam selama 20 tahun. Ia meletakkan dasar pembangunan Batam dan menjadikan Batam sentral diantaranya perdagangan, jasa alih kapal, dan pariwisata.
“Kita patut bangga Batam dipimpin oleh pemimpin yang hebat,” terangnya.
Di tempat yang sama, Kepala UPT Museum Batam Raja Ali Haji, Senny Thirtywani mengajak para pelajar untuk mengunjungi museum pertama di Batam. Ia menyampaikan bahwa selain sejarah peradaban Batam, museum juga punya koleksi yang ada di masa Melayu, seperti permainan rakyat jong, Baju Melayu, batik, alat musik dan sebagainya.
“Lengkapnya adik-adik berkunjung ke museum,” ucapnya.
Kegiatan Museum Batam Raja Ali Haji Goes To School sudah berlangsung tiga kali. Sebelumnya berlangsung di SMPN 6 dan SMPN 12.
Kepala Sekolah SMAN 25 Batam, Syurman Rizal memgucapkan terima kasih atas kunjungan Museum Batam Raja Ali Haji ke sekolah yang dipimpinnya. Ia berharap pertemuan tersebut dapat menambah wawasan pengetahuan pelajar tentang sejarah khususnya mengenai sejarah Batam.
“Berterima kasih, semoga informasi ini merangsang potensi pelajar menjadi budayawan dan mencari tau tentang sejarah,” ucapnya.
Kepala Disbudpar Kota Batam, Ardiwinata mengatakan keberadaan Museum Batam Raja Ali Haji berawal dari survei bahwa banyak daerah dikunjungi karena ingin melihat galeri dan museum. Saat itu, Batam belum memiliki museum. Dengan begitu, pihaknya terpikirkan untuk menghadirkan museum tersebut.
“Harapan kami, dengan adanya museum ini, semua pihak seperti pelajar Kota Batam mampu mengetahui sejarah di Batam,” katanya (leo).