MATA uang Malaysia, Ringgit, berada di bawah tekanan dan dibuka melemah terhadap dolar AS pada hari Jumat (20/10/2023).
Kepala ekonom dan kepala keuangan sosial Bank Muamalat Malaysia Bhd., Dr Mohd Afzanizam Abdul Rashid kepada kantor berita Malaysia, Bernama, menyebut, pasar mata uang akan terus menyaksikan lanskap mata uang yang bergejolak dalam waktu dekat.
“Ringgit kemungkinan akan tetap dijaga pada hari ini menyusul kinerja kemarin. Kekhawatiran terhadap konflik Hamas-Israel menjadi fokus utama, yang akan terus mempengaruhi sentimen pasar”, demikian Rashid, dikutip GoWest ID, Jumat (20/10/2023).
“Selain itu, imbal hasil Treasury AS 10-tahun mencapai level 5,0 persen, menunjukkan bahwa pasar obligasi melihat premi inflasi yang diperkirakan akan mendorong imbal hasil jangka panjang lebih tinggi, sedangkan imbal hasil jangka pendek seperti tiga obligasi imbal hasil bulanan turun menjadi 5,47 persen, menyebabkan kurva imbal hasil lebih curam meskipun tetap terbalik,” lanjutnya.
Jatuh Terendah sejak 1998
Mata uang ringgit Malaysia, dilaporkan telah jatuh ke level terendah dalam 25 tahun, atau sejak krisis keuangan Asia tahun 1998, menyusul penguatan dolar AS dan perbedaan suku bunga yang semakin melebar dengan Amerika Serikat (AS).
Nilai mata uang ringgit telah menurun 0,3% menjadi 4.7635 per dolar AS, mencatatkan nilai terlemah sejak 1998. Ringgit juga menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di Asia pada 2023, setelah yen Jepang.
“Kinerja Ringgit yang buruk disebabkan oleh] selisih suku bunga riil yang bisa menjadi jauh lebih tidak menguntungkan, terutama karena pembatalan subsidi berdampak pada inflasi dan menunjukkan tingkat kebijakan riil yang lebih lemah,” ungkap kepala ekonomi dan strategi di Mizuho Bank Ltd. di Singapura, Vishnu Varathan, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (19/10/2023) kemarin.
Keputusan Bank Negara Malaysia untuk menghentikan kenaikan suku bunga sejak Juli 2023 memberikan tekanan pada ringgit.
(ham/dha)