DATA BPS menunjukkan nilai impor produk Israel pada Januari-April 2024 melonjak tajam dibandingkan periode sama setahun sebelumnya.
KOALISI masyarakat sipil mendesak pemerintah Indonesia menghentikan hubungan ekonomi dengan Israel sehubungan terjadinya apa yang mereka sebut sebagai genosida terhadap warga Gaza yang hingga kini memakan korban hampir 39.000 orang.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor produk Israel ke Indonesia mencapai $29,2 juta atau sekitar Rp475 miliar pada periode Januari-April 2024.
Nilai tersebut melonjak tajam dibandingkan pada Januari-April tahun 2023 sebesar $6,7 juta atau sekitar Rp109 miliar, yang artinya terjadi kenaikan sebesar 334,14%.
Dalam pernyataannya, koalisi juga mendesak pemerintah memberlakukan embargo total terhadap produk-produk Israel dan mengeluarkan sanksi tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang masih terlibat dalam perdagangan dengan Israel.
Mereka mendatangi kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) di Jakarta pada Jumat untuk mengajukan surat audiensi terkait impor Indonesia dari Israel.
“Di tengah genosida Israel tehadap Palestina, sangat ironis kalau Pemerintah Republik Indonesia melalui Kemenerian Perdagangan tetap melakukan hubungan dagang dengan Israel,” ujar Kepala Divisi Advokasi Internasional Kontras, Nadine Sherani Salsabila kepada BenarNews usai menyerahkan surat pada Jumat.
Nadine mengatakan tingkat impor Indonesia dari Israel sangat kontras dengan pernyataan pemerintah yang selalu berdiri di sisi perjuangan bangsa Palestina untuk meraih kemerdekaan.
“Jadi ini bertolak belakang dengan fakta di lapangan di mana pemerintah Indonesia terus melakukan hubungan ekonomi dengan Israel,” ucap Nadine.
Juru kampanye Amnesty International Indonesia Marguerite Afra mengatakan selama ini Indonesia aktif menyuarakan hak-hak rakyat Palestina di forum internasional. Namun upaya ini tidak ada artinya jika tidak dibarengi dengan tindakan nyata di lapangan.
“Kami menerima informasi mengenai transaksi perdagangan antara Indonesia dengan Israel dalam jumlah yang besar, dan ini dilakukan di tengah-tengah kebrutalan yang dilakukan Israel terhadap Palestina,” ujar Marguerite kepada BenarNews.
Menurut dia, masyarakat Indonesia berhak tahu mengenai kebenaran informasi ini dan bagaimana komitmen Indonesia dalam mendukung perjuangan hak asasi rakyat Palestina.
“Karena itu, hari ini kami meminta keterbukaan informasi publik kepada Kementerian Perdagangan mengenai data perdagangan kita dengan Israel. Publik berhak mengetahui secara transparan informasi ini,” ucap Marguerite.
Menurut data Kementerian Perdagangan, barang-barang yang diimpor Indonesia dari Israel sejak awal Januari 2024 paling banyak adalah mesin atau pesawat mekanik, lalu disusul peralatan listrik, perkakas, perangkat potong, perangkat optik, dan plastik.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tidak banyak berkomentar ketika ditanya persoalan ini oleh wartawan.
“Laporan diterima, nanti dilihat,” ujar dia dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Jumat.
BenarNews juga telah menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri Roy Rolliansyah Soemirat terkait hal ini, namun tidak memperoleh balasan.
Mengutip Republika, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jailani mengatakan nilai impor Indonesia dari Israel sangat kecil yakni hanya 0,003%, tanpa merinci lebih jauh kurun waktunya .
Mei lalu, investigasi internasional oleh Amnesty International Security Lab, Haaretz, dan Tempo menemukan bahwa setidaknya empat perusahaan asal Israel, yaitu NSO, Candiru, Wintego, dan Intellexa, pada 2021 telah menjual spyware invasif dan teknologi pengawasan siber ke Indonesia kepada Polri, meskipun tidak ada hubungan diplomatik resmi antara kedua negara.
Nilai impor peralatan teknologi itu mencapai US$10,87 juta. Namun Polri berkali-kali membantah telah membeli alat sadap dari Israel.
Kesepakatan kontrak dari awal
ANDRY Satrio Nugroho, pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengatakan lonjakan impor terjadi di tengah boikot karena ada kontrak-kontrak yang sudah disepakati di awal.
“Itu terjadi di tengah boikot masyarakat. Tapi pemerintah sendiri tidak melakukan boikot. Itu tercermin di data ini. Pemerintah masih belum tegas, meskipun kita punya clear stand dalam forum-forum luar negeri,” ujar Andry kepada BenarNews.
Andry mengatakan Satuan Tugas Barang Impor Kemendag juga bisa melakukan embargo kepada produk-produk Israel dan sebagai tanggapan Israel akan melakukan aksi balasan.
“Akan ada sejumlah kesulitan untuk mengekspor produk kita ke Israel. Saya rasa tidak masalah karena nominalnya sangat kecil. Paling nanti dari gugatan WTO (World Trade Organization) terkait dengan perdagangan bebas. Saya rasa kita bisa lah fight, nikel saja kita bisa, apalagi yang kecil-kecil kayak gini,” ujar dia.
Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai peningkatan tajam impor Israel di Indonesia terjadi karena sedang pesatnya pembangunan di Indonesia dari proyek strategis nasional, pembangunan infrastuktur di daerah-daerah, termasuk Ibu kota Nusantara (IKN).
“Alat-alat pertanian, perkebunan, dan mesin dari Israel kan lebih maju dari Indonesia. Apalagi pembangunan infrastruktur lagi kencang di Indonesia,” ujar Trubus kepada BenarNews.
Trubus juga mengatakan besarnya impor Indonesia terhadap Israel turut terjadi karena pemerintah tetap ingin menjaga hubungan baik dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa yang merupakan sekutu Israel.
“Ingat, Indonesia masih mengharapkan investasi dari AS dan Eropa untuk pembangunan IKN [Ibu Kota Negara] dan infrastruktur. Indonesia tidak mau dikucilkan Barat dengan menutup hubungan ekonomi dengan Israel,” ujar Trubus.
Impor kebanyakan dari swasta
PENGAMAT ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengatakan derasnya impor dari Israel menunjukkan masih banyak pihak-pihak dari Indonesia yang tidak mau memutus rantai bisnis dengan Israel, walau terjadi serangan di Palestina.
“Tidak semua orang setuju dengan kampanye boikot Israel,” ujar Nailul kepada BenarNews.
Nailul mengatakan kebanyakan impor Indonesia dari Israel dilakukan oleh pihak swasta yang utamanya untuk membeli perangkat teknologi seperti mesin.
Menurut Nailul, pihak swasta juga saat ini lebih memilih melakukan impor dari Israel secara langsung tanpa melalui perantara seperti Singapura karena pertimbangan biaya.
“Jika melakukan impor langsung dari Israel, biayanya lebih murah. Biasa menghemat biaya karena tanpa harus adanya pihak ketiga.” jelasnya.
Namun demikian, Nailul meminta pihak-pihak yang melakukan bisnis dengan Israel tetap mendahulukan prinsip kemanusiaan di atas perdagangan.
“Kalau ada barang dari negara lain yang sama, itu jauh lebih baik daripada kita impor dari Israel,” ujar dia.
Hasbi Aswar, pengamat Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia dan peneliti hubungan Indonesia-Israel, meningkatnya impor Indonesia dari Israel juga menunjukkan pragmatisme politik luar negeri Indonesia.
“Meskipun kita punya panduan prinsip politik luar negeri, misalkan bebas aktif dan menentang penjajahan, tapi kepentingan-kepentingan jangka pendek membuat Indonesia sering menyimpang dari prinsip tersebut,” ujar Hasbi kepada BenarNews.
Menurut dia, hal ini juga terlihat dalam konflik Rusia-Ukraina dan isu penindasan etnis minoritas Uyghur oleh China.
“Meskipun dalam kasus-kasus tersebut ada potensi pelanggaran hukum dan kemanusiaan tapi karena ada kepentingan Indonesia terhadap China dan Rusia, membuat Indonesia tidak berani mengambil sikap tegas dan jelas,” ucap Hasbi.