SEORANG Pengacara di Batam, Ahmad Rustam Ritonga, akhirnya diringkus oleh petugas Ditreskrimum Polda Kepri setelah buron selama dua bulan. Ia diduga kuat telah menggelapkan uang perusahaan kliennya, PT Active Marine Industries (AMI), sebesar Rp 8,9 miliar.
Kasus ini terungkap setelah istri almarhum direktur perusahaan melaporkan tindakan penyalahgunaan wewenang tersebut. Dari hasil interogasi sementara, uang yang digelapkan Ahmad Rustam Ritonga, digunakan untuk biaya maju sebagai calon anggota legislatif.
Modus operandi yang dilakukan Ahmad cukup licik. Ia bekerja sama dengan salah satu staf keuangan perusahaan, Roliati, untuk memalsukan dokumen pembayaran jasa pengacara. Dengan dokumen palsu yang lengkap dengan meterai, Ahmad berhasil mengalihkan dana perusahaan ke rekening pribadinya secara bertahap.
Uang hasil kejahatannya ini sebagian besar digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk membiayai pencalonannya sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2024.
“Pelaku ini berhasil terlacak di Jakarta dan kita amankan kemarin. Baru tiba di Batam hari ini, pelaku ini sudah ditetapkan DPO sejak Juni lalu. Setelah satu rekannya sudah diamankan, dan kini telah mengikuti proses sidang,” jelas Dirreskrimum Polda Kepri Kombes Pol Dony Alexander di Polda Kepri, Selasa (20/8/2024) sore.
Uang untuk Nyaleg
DARI hasil pemeriksaan sementara, tersangka pelaku yang kabur ke Jakarta sejak beberapa bulan lalu itu, sempat menggunakan uang perusahaan tersebut untuk maju sebagai caleg pada Pileg Batam 2024. Namun, ambisinya untuk terjun ke dunia politik harus kandas setelah gagal meraih dukungan masyarakat.
“Uang yang sudah ditransfer tersangka pelaku dan komplotannya ini, selain digunakan untuk kepentingan pribadi, juga digunakan untuk modal nyaleg di Pileg 2024 ini,” sebut Direjtur Reskrimum Polda Kepri Kombes Pol Dony Alexander di Polda Kepri, Selasa (20/8/2024) sore.
Pemalsuan Dokumen Dalam memuluskan aksinya memindahkan dana rekening perusahaan, tersangka pelaku yang dibantu Roliati memalsukan sejumlah dokumen. Ia membuat seakan-akan perusahaan membayar jasanya pada 2021 lalu. Agar terlihat realistis, pembayaran dilakukan bertahap sebanyak 12 kali, dilengkapi dengan dokumen yang telah dibubuhi meterai Rp 10.000.
“Kini atas perbuatannya, pelaku dikenakan pasal 363 ayat 1 juncto pasal 64 dan pasal 372 juncto 480 pasal 55 KUHPidana,” lanjut Dony Alexander.
(dha)