BATAM masih dilanda krisis gas melon elpiji 3 kg yang semakin parah. Kelangkaan gas 3 kilogram ini bukan hanya mengganggu aktivitas memasak sehari-hari warga, namun juga melumpuhkan usaha kecil menengah yang bergantung pada bahan bakar tersebut.
Topan, seorang penjual makanan di Marina City, dan Reza, pedagang minuman di SP Plaza, menjadi contoh nyata dampak krisis ini. Keduanya terpaksa menutup lapak karena kehabisan gas.
“Saya sudah keliling cari gas, tapi kosong semua,” ungkap Topan.
Kondisi serupa dialami banyak warga lainnya. Pantauan di lapangan menunjukkan antrean panjang di pangkalan gas, namun stok tetap terbatas. Gas melon seolah-olah menghilang dari peredaran.
Wilayah Batuaji Dalam dan Sagulung Pinggiran menjadi pusat keluhan warga. Hingga Jumat (20/9/2024), banyak pangkalan di kedua wilayah ini melaporkan kehabisan stok.
Menanggapi situasi ini, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam, Gustian Riau, menyatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Pertamina untuk segera menormalisasi distribusi gas. Namun, hingga saat ini, belum ada solusi konkret yang terlihat.
Kelangkaan gas melon ini bukan hanya masalah domestik, namun berdampak luas pada perekonomian mikro Batam. Pedagang kecil merugi karena kehilangan penghasilan, sementara warga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.
Situasi ini mendesak pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah tegas. Jika tidak segera diatasi, krisis gas melon berpotensi memicu masalah sosial yang lebih besar dan memperparah kondisi ekonomi masyarakat Batam.
(ham/mediaindonesia)