SEJUMLAH Aktifis seperti Said Didu dan mantan Ketua KPK, Abraham Samad, bersama tim yang terdiri dari jurnalis senior dan pengacara hak asasi manusia, mengunjungi masyarakat Rempang, Minggu (22/12/2024). Mereka berkumpul di lapangan sepak bola Dataran Muhammad Musa, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam.
Kedatangan para tokoh ini disambut antusias oleh warga setempat, yang bersemangat dalam mempertahankan kampung mereka dari dampak Proyek Strategis Nasional (PSN) di Batam. Di bawah terik matahari, mereka tetap berkomitmen untuk mendengarkan arahan dan dukungan dari Said Didu, Abraham Samad, dan empat tokoh lainnya.
Said Didu, yang mengenakan kaos hitam bertuliskan “Manusia Merdeka”, menyampaikan pidato penuh semangat. Ia menjelaskan bahwa kehadirannya di Rempang dipicu oleh insiden bentrokan pada 17 Desember 2024, antara pekerja PT Makmur Elok Graha (MEG) dan masyarakat, yang menyebabkan delapan warga terluka, dengan satu orang dirawat intensif.
“Kami hadir di sini setelah menyaksikan video yang menunjukkan masyarakat menjadi korban tindakan kejam yang mengatasnamakan investor,” ujar Said Didu, yang terlihat emosional.
Ia menegaskan bahwa setelah melihat keadaan tersebut, ia merasa perlu untuk segera hadir dan mendukung masyarakat Rempang.
Said Didu menjelaskan bahwa rencananya adalah mengunjungi Rempang pada Januari 2025, namun insiden tersebut memaksa mereka untuk mempercepat kunjungan. Ia mendorong masyarakat untuk mempertahankan hak mereka atas tanah dan sejarah Rempang, menegaskan bahwa investor tidak memiliki pemahaman yang sama tentang tempat tersebut.
“PSN seharusnya tidak merugikan masyarakat. Sebaliknya, kehadirannya harus memberikan dampak positif. Namun, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa kehadiran PSN saat ini terasa lebih merugikan dibandingkan masa penjajahan.
Said Didu menekankan pentingnya keberanian masyarakat Rempang untuk mempertahankan kampung mereka, meskipun ada tekanan dari pihak-pihak yang mengklaim memiliki hak atas tanah tersebut.
“Jika pemerintah mengatakan masyarakat tidak memiliki surat, lalu bagaimana dengan investor? Surat itu urusan pemerintah,” pungkasnya, menegaskan hak masyarakat untuk melawan penindasan.
(dha)