MANTAN CEO Google, Eric Schmidt, menyebut kebangkitan DeepSeek sebagai “titik balik” dalam persaingan kecerdasan buatan (AI) global.
Menurutnya, kemajuan pesat perusahaan AI asal Tiongkok ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat (AS) harus meningkatkan investasi dalam AI sumber terbuka untuk tetap kompetitif.
Mengutip Xinhua, Rabu (29/1/2025), Schmidt menyoroti bagaimana Tiongkok mampu bersaing dengan raksasa teknologi global meski memiliki sumber daya lebih terbatas. Hal ini, menurutnya, menjadi sinyal bagi AS untuk mempercepat pengembangan AI sumber terbuka.
Schmidt mendesak peningkatan investasi dalam infrastruktur AI serta inisiatif seperti proyek Stargate.
Ia juga meminta laboratorium penelitian terkemuka untuk lebih terbuka dalam berbagi metodologi pelatihan AI guna mempertahankan daya saing teknologi AS di panggung global.
DeepSeek, perusahaan AI asal Tiongkok yang berdiri pada 2023, baru saja meluncurkan model terbaru mereka, DeepSeek-R1, pada Januari 2025.
Model ini mendapat perhatian luas berkat kemampuan penalarannya yang canggih dan efisiensi biaya pengembangannya.
DeepSeek-R1 diklaim memiliki kinerja yang sebanding dengan sistem AI terkemuka seperti ChatGPT milik OpenAI, tetapi dengan biaya produksi yang jauh lebih rendah. Keberhasilan ini memicu guncangan di industri teknologi global.
Peluncuran DeepSeek-R1 menyebabkan dampak signifikan di pasar saham. Harga saham raksasa teknologi, termasuk Microsoft, Meta, dan Nvidia, mengalami penurunan tajam pada Senin (27/1/2025).
Schmidt menekankan bahwa pengembangan AI sumber terbuka adalah strategi terbaik AS dalam menghadapi kemajuan DeepSeek.
Ia mendorong pemerintah dan sektor teknologi untuk meningkatkan kolaborasi serta menciptakan solusi AI yang lebih kompetitif guna menghadapi dinamika persaingan AI global yang terus berkembang.
(*/ham)