MENGGUNAKAN transportasi umum memang lebih ramah lingkungan. Namun, di sisi lain ada bahaya penularan penyakit yang mengintai, termasuk Tuberkulosis (TBC).
Ribuan orang menggunakan transportasi umum setiap hari. Di dalam kereta atau bus orang berdesakan dan berbagi udara pada jam sibuk. Padahal, TBC adalah penyakit yang ditularkan melalui udara.
Menilik data Badan Pusat Statistik, jumlah penumpang kereta baru di Jabodetabek saja terus naik. Jika pada 2014, jumlahnya 208.496 orang, pada 2018 naik 38,09 persen mencapai 336.799 orang.
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini bisa dengan mudah ditularkan.
Ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah, kuman menyebar ke udara di sekitarnya dan menetap di sana untuk waktu yang lama. Jika menghirup udara itu, Anda bisa menghirup kuman dan terinfeksi.
“Kalau ada banyak orang seperti di kereta yang berdesak-desakan, bisa jadi tertular,” ujar ahli paru-paru dr. Fathiyah Isbaniah.
Bakteri TBC bisa mati saat kena cahaya matahari langsung. Sementara sirkulasi udara di transportasi umum cenderung tertutup.
Belum lagi biasanya ada pendingin ruangan. Nyaman bagi penumpang, tapi juga nyaman bagi bakteri TBC yang hidup subur di tempat lembap.
“Artinya buah simalakama juga, pasti kebijakan transportasi itu tertutup karena pakai AC. Kalau di mobil pribadi bisa dibuka. Sementara kalau pakai AC, kemungkinan kuman tertular lebih cepat, mereka lebih suka lembap,” terang Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Wiendra Waworuntu.
Oleh sebab itu, pengguna transportasi umum apapun bentuknya perlu melindungi diri. Masker, adalah salah satu caranya.
“Menggunakan masker merupakan salah satu pencegahan terutama dari orang yang sakit. Prinsipnya, ‘kalau saya batuk, maka saya harus pakai masker,’ sekalipun belum TBC,” kata Wiendra.
Anda bisa membeli masker secara eceran di pasar swalayan. Di situs e-dagang (marketplace) banyak juga yang menjualnya per dus.
Etiket bersin dan batuk juga perlu lebih dipahami dan dipraktikkan. Hal ini tidak hanya penting untuk upaya pencegahan TBC, tapi semua penyakit yang menular lewat udara.
“Jika orang menutupi mulut saat bersin, ini menciptakan kesempatan kuman berjangkit ke orang lain atau mengontaminasi benda lain yang disentuh orang,” kata Dr. Vincent Hill, dari Centers for Disease Control and Prevention.
Alih-alih menutupi mulut dengan tangan, gunakan lekukan lengan Anda saat batuk atau bersin. Bisa juga gunakan tisu, dan jangan lupa mencuci tangan setelahnya.
Hal lain yang tak boleh dilupakan adalah soal meludah sembarangan. Pada abad ke-19, TBC telah membunuh satu dari tujuh orang di Eropa dan Amerika Serikat.
Dalam kurun 1810-1815, lebih dari seperempat kematian yang tercatat di New York City adalah karena TBC. Kota ini kemudian jadi yang pertama melarang meludah sembarangan di AS.
Di Indonesia, kita bisa dengan mudahnya menemukan orang yang meludah sembarangan di tempat-tempat umum. Dan tidak ada undang-undang yang melarang ini.
Bakteri penyebab TBC bisa dikalahkan oleh kekebalan tubuh yang mumpuni. Lewat pola makan dan gaya hidup sehat, ini bisa dicapai.
Kesadaran akan bahaya TBC penting mengingat kondisi di Indonesia. Menurut Infodatin 2018 dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Indonesia adalah satu dari lima negara dengan insiden TBC tertinggi di dunia. Tepatnya ketiga setelah India sebelum Tiongkok.
Pada 2017 ada 422 ribu kasus TBC baru di Indonesia. Prevalensi pada laki-laki tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Tren ini pun terjadi juga di negara-negara lain.
Sumber : CNN Indonesia / NYTimes / cdc.gov / Beritagar