DERU musik heavy metal yang memekakkan telinga jarang dikaitkan dengan perempuan berjilbab, apalagi yang berasal dari lingkungan tradisi Islam yang konservatif, seperti kota Garut di Jawa Barat.
NAMUN Voice of Baceprot, atau VoB, grup band yang beranggotakan tiga perempuan, membalikkan stereotipe itu dengan penampilan energiknya yang menyita perhatian melalui lirik tentang keadilan sosial dan lingkungan.
Akhir bulan lalu, mereka mencapai tonggak bersejarah dengan menjadi grup musik Indonesia pertama yang tampil di acara bergengsi Festival Glastonbury di Inggris.
Sebagai siswa di salah satu SMP Islam di Garut pada 2014, trio yang terdiri dari Firda ‘Marsya’ Kurnia (gitar dan vokal), Widi Rahmawati (bass), dan Euis Siti Aisyah (drum) ini awalnya tidak berniat mendirikan grup musik cadas tersebut.
Perjalanan musik mereka dimulai dengan lagu-lagu pop, lalu secara tak sengaja para pelajar ini mengenal band heavy metal Armenia-Amerika System of a Down dari laptop guru mereka, Cep Erza Eka Susila Satya atau Abah, yang memunculkan minat ketiga remaja itu terhadap genre tersebut.
“Kami menemukan lagu ‘Toxicity’ dari band System of a Down, di laptopnya, yang ketukan drumnya susah sekali, dan aku jadi tertarik untuk bisa seperti itu karena aku merasa akan menambah kemampuanku bermain drum,” ujar Siti kepada BenarNews.
“Ternyata setelah itu, kami malah merasa nyaman dengan genre metal,” tambah Siti.
Voice of Baceprot, yang dalam bahasa Sunda berarti “berisik”, dengan cepat menemukan jati diri barunya, yang membawa mereka dari pertunjukan ekstrakurikuler sekolah ke panggung dunia, yang sukses “membakar” Wacken Open Air, festival musik heavy metal tahunan di Jerman, pada 2022.
VoB memulai debut mereka di Festival Glastonbury pada 28 Juni, membawakan sembilan lagu selama 45 menit di panggung Woodsies. Festival musik dan seni tahunan yang berlangsung selama lima hari ini, yang diadakan di Somerset, Inggris, merupakan salah satu acara musik paling bergengsi di dunia.
Sempat gugup
Widi, pemain bas, menceritakan hingar-bingar penonton ketika VoB tampil di Festival Glastonbury, yang dari kejauhan hanya terlihat dua baris penonton sehingga membuatnya khawatir akan mempengaruhi penampilan mereka di panggung.
Bak sulap, kata Widi, ketika mereka tampil, ternyata penonton sudah banyak sekali berkumpul maju ke depan dan memenuhi area panggung Woodsies.
“Nervous banget! Seru banget sih dari mereka antusiasnya jadi tuh langsung nervous,” kata Widi yang bercerita dinginnya cuaca di Inggris membuat kaku jemari mereka.
“Sekitar main tiga lagu masih nervous tapi lama-lama enjoy.”
Manggung keliling dunia mulai dari Thailand, beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat, tak menjadikan mereka lupa akan asal usul mereka.
“Saya merasa masih biasa saja, walau sudah manggung di mana-mana termasuk di Glastonbury,” kata Siti.
“Senang, nervous dan kaget,” tambah Marsya seraya menceritakan mereka harus berlatih lima hari seminggu dengan durasi empat jam per sesi.
Kerja keras tersebut, kata Marsha, membuat mereka menjadi layak ditonton bahkan di panggung besar seperti Glastonbury kemarin.
“Kalau orang luar itu kalau jelek ya benar-benar ditinggalkan, sementara kalau bagus ya banyak penontonnya,” kata dia.
Komentar buruk masih kerap diterima VoB ketika namanya melejit pasca tampil di Glastonbury, ungkap Marsha. Mereka kerap dikaitkan dengan pakaian hijab yang mereka kenakan, tapi itu tak membuat mereka berkecil hati.
“Kami cuma ingin berbagi kesenangan saja dengan penonton. Kalau hijab itu ya pakaian biasa saja, dari kecil sudah pakai hijab tidak ada tendensi apa pun,” kata Marsha.
“Kita tidak menjual fashion untuk manggung karena memang kita lebih nyaman dinilai dari musikalitas gitu.”
VoB manggung pertama kali di sebuah acara lokal di Garut, tahun 2014 dan mereka mendapat honor Rp500 ribu. Album debut mereka “Retas” dirilis Juli 2023, kata Marsha.
Selama 10 tahun bermain musik, ketiga perempuan ini merasakan jatuh bangun untuk mencapai hasil yang sekarang ini. Widi menceritakan berasal dari desa kecil membuat mereka sulit untuk mengembangkan karier di kota besar seperti Jakarta.
Glastonbury bukan yang terakhir
Pada Oktober mendatang, VoB dijadwalkan manggung di SXSW (South by Southwest) Festival di Sydney, Australia. Lebih beken di luar negeri tidak menghentikan mereka untuk terus bermimpi. Siti, Marsya, dan Widi masih ingin mewujudkan cita-cita mereka bisa menggelar tur di Indonesia, setelah mendapatkan kesempatan tampil di luar negeri.
Sejumlah musisi Indonesia mengapresiasi hadirnya VoB yang bisa tampil pada perhelatan dunia itu, dan berharap mereka bisa menginspirasi anak muda lainnya untuk berkarya.
“Saya sangat bangga karena mereka berkembang sendiri, berjuang sendiri, hingga akhirnya sukses di luar negeri, perjuangan mereka membawa isu emansipasi wanita merupakan hal positif,” kata musisi Anang Hermansyah kepada BenarNews.
Menurut Anang, tidak ada hal yang perlu ditakutkan oleh VoB dalam bermusik termasuk beban kalau mereka berhijab.
“Yang terpenting itu lirik yang dibawakan itu. Selain melodi genre, lirik juga berpengaruh ke penonton sebagai karya mereka. Karya mereka bisa menyampaikan ide maksud dia sudah berhasil. Mereka bisa mengaktualisasikan kemampuan dan ide” kata dia.
Pengamat musik Wendi Putranto menilai tampil di Glastonbury merupakan pencapaian besar yang sangat membanggakan bagi band asal Indonesia.
“Belum pernah ada sebelumnya musisi atau band Indonesia yang tampil di festival legendaris sekaliber Glasto yang sudah berlangsung sejak awal dekade ‘70-an,” kata Wendi.
Apalagi, kata dia, semangat dan bakat bermusik metal yang hebat dari ketiganya sejak SMA dengan segala keterbatasan yang dihadapi di daerah asal mereka yang cukup terpencil.
“Seperti keluar dari stereotipe bahwa musik heavy metal hanya milik kaum laki-laki, menyembah setan dan tidak beragama. Sekaligus keluar dari stereotipe kebanyakan perempuan berjilbab hanya menyukai musik K-pop saja,” ujar dia kepada BenarNews.
Tentu saja, kata dia, penampilan mereka bisa menginspirasi generasi muda lainnya dalam bermusik sebebas yang mereka inginkan, tanpa memikirkan segala keterbatasan yang ada.
“Penampilan mereka bisa membuka jalan bagi banyak musisi dan band-band keren Indonesia lainnya untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan mereka atau bahkan yang lebih gila lagi,” ujarnya.