BANDUNG jadi salah satu daerah yang terus mengkampanyekan seruan untuk mengurangi rokok. Termasuk mengurangi area propaganda iklan rokok. Area yang mulai dibatasi adalah wilayah-wilayah sekitar lokasi pendidikan.
Menurut penelitian komunitas pegiat anti-rokok Smoke Free Bandung (SFB) seperti dikutip dari laman bandungekspres.co.id, sebanyak 92 persen sekolah tercemar iklan/promosi rokok dalam berbagai bentuk yang terpajang secara eksplisit di warung, toko, minimarket di sekitar sekolah. Hal tersebut diungkapkan Media Officer Smoke Free Bandung Gita Gani di hadapan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil di Ruang Rapat Bandung Command Center kemarin (5/9).
Tingginya angka sebaran iklan tersebut menjadi salah satu kekhawatiran atas pengaruh rokok terhadap partisipasi anak usia sekolah dalam penggunaan rokok. Dalam referensi komunitas SFB, idealnya jarak antara sekolah dengan iklan rokok minimal sejauh 100 – 500 meter.
”Di Jalan Pahlawan, terdapat SMK ICB dan SMA/SMK Sumatra 40 Bandung. Keluar sekolah kita langsung lihat banyak warung dengan berbagai jenis iklan rokok,” kata Rita.
Iklan tersebut berupa spanduk, stiker, hingga rokok-rokok yang dipajang di etalase. sebanyak 2 dari 3 warung, sambung Rita, 59 persen di sekitar sekolah menampilkan rokok secara istimewa di lokasi-lokasi strategi seperti etalase depan dan kasir.
Menurut SFB, baru ada 9 warung yang bersedia menurunkan spanduk rokoknya. Spanduk tersebut kemudian diganti dengan spanduk buatan anak-anak sekolah yang memuat konten kampanye berbunyi. ”Warung keren tanpa iklan rokok. Hilangkan iklan rokok di lingkungan sekolah,” ungkapnya.
Hal tersebut juga menjadi perhatian Ridwan Kamil dalam upaya melindungi anak-anak usia sekolah dari paparan propaganda rokok. Dia pun lantas menginstruksikan kepada Kepala Dinas Kesehatan, Ahyani Raksanagara, untuk membentuk satuan tugas yang akan bergerak mengampanyekan seruan agar warung-warung di dekat sekolah tidak lagi memajang iklan rokok dan menjual rokok.
“Kita bikin satgas yang disusun Dinkes, nanti diskusi saling memberikan gagasan. Apakah harus dengan kepolisian, Satpol PP atau apa. Setelah tim siap, Oktober saya mulai gerakkan,” tutur Ridwan.
Bentuk kampanye yang akan dilakukan akan melalui dua tahap. Tahap pertama dengan persuasif, dalam bentuk himbauan kepada warung atau toko di sekitar sekolah untuk tidak memajang iklan dan menjual rokok. Tahap kedua represif, dengan memberikan teguran atau sanksi terhadap toko yang melanggar.
Pria yang akrab disapa Emil ini menyarankan, salah satu bentuk komunikasi yang dijalankan adalah dengan penempelan stiker di toko-toko yang berkomitmen untuk mendukung gerakan tersebut.
Stiker akan berbunyi informasi bahwa toko itu tidak menjual rokok karena berada di kawasan sekolah dan siap diberi sanksi jika melanggar. ”Jadi kita akan memasang stiker, toko ini berada pada radius sekian sehingga tidak menjual rokok, dan siap diberi sanksi. Harus ada kata-kata itu,” tegas Emil. ***