SAAT pembangunan infrastruktur tengah meroket di Kepri khususnya Batam, justru realisasi investasi malah melempem. Hal tersebut membuat dunia usaha di Batam khawatir. Mereka mempertanyakan kapabilitas Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam menggaet investasi, meski Batam sudah dianugrahi banyak fasilitas khusus dari pemerintah pusat.
“Untuk saat ini, pemerintah daerah (pemda) hanya fokus mengerjakan proyek infrastruktur, tapi nyatanya hal tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan investasi yang terus turun,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam, Jadi Rajagukguk di acara Focus Group Discussion (FGD) Review Ekonomi Batam 2022 dan Prospek 2023 di Hotel Santika, Batam, Jumat (28/10).
Jadi mengaku heran mengapa Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) atau Free Trade Zone (FTZ) semakin tidak menarik, jika dibandingkan dengan daerah lainnya yang tidak mendapatkan fasilitas FTZ, misalnya di Kendal, Jawa Tengah.
“Pertumbuhan ekonomi ditopang 4 sektor yakni investasi, konsumsi RT, belanja pemerintah, serta ekspor dan impor. Investasi turun, tidak berarti ekonomi juga turun. Masalahnya yakni BP Batam bertanggung jawab menarik investasi asing, karena itu tujuan utama pemerintah memberi banyak fasilitas bebas pajak di Batam,” tuturnya.
Menurut Jadi, efektifitas pembangunan infrastruktur tidak menjadi jaminan mutlak investor tertarik ke Batam. “Investor itu mempelajari peraturan dan kepastian hukum dari modal yang akan atau telah ditanam di Batam,” jelasnya.
Di Batam, kepastian hukum urung terjadi, karena penundaan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41/2021 tentang KPBPB Batam oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).”Sehingga semua menjadi rancu dan penuh ketidakpastian, sehingga investor memandang kondisi geopolitik Batam tidak stabil dan tidak menentu,” ujarnya.
“Pembangunan infrastruktur secara masif selama ini tidak dilirik investor, itulah sebabnya tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan investasi,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Kadin Kepri, Achmad Makruf Maulana mengatakan ia memberikan apresiasi atas pembangunan infrastruktur yang masif di Batam. “Untuk persoalan infrastruktur, bukan kami setuju atau tidak setuju. Memang diakui infrastruktur sudah membaik, tapi itu tidak memberi dampak signifikan kepada masyarakat dan pengusaha,” ujarnya.
Makruf mengatakan pembangunan infrastruktur yang ada, tidak menyentuh sama sekali salah satu sisi fundamental perekonomian Batam, yakni terkait logistik di pelabuhan.
“Sekarang mengapa banyak (investor) yang lari, karena banyak hambatan di pelabuhan, contohnya logistik Batam-Singapura yang jauh lebih mahal dari Singapura-Hongkong yang jaraknya sangat jauh. Ini merupakan persoalan yang belum selesai hingga sekarang. Jadi semuanya tergantung ke kepala daerah, agar perputaran ekonomi bisa lebih kencang,” ungkapnya.
Makruf berharap selain persoalan logistik, hambatan-hambatan yang ditemukan di lapangan seperti birokrasi perizinan yang panjang segera dipangkas, agar lebih memudahkan investor masuk ke Batam.
Ia mengakui hingga saat ini, belum ada mendengar acara seremoni gunting pita tanda masuknya investasi baru baik ke Kepri maupun Batam. Sementara di sisi yang lain, Kadin Kepri telah mengundang investor baru untuk membuka pabriknya di Batam akhir tahun ini.
“Di Vietnam, kepala daerah menunggu kedatangan investor dari Samsung. Jadi tidak ada yang tidak mungkin, buat Batam dan Kepri ini investasinya murah, segala birokrasi dan perizinan dipangkas,” tuturnya.
“Saya berharap loncatan besar di Kepri ini, sehingga tidak lari investasi keluar. Batam harus pangkas birokrasi. Jika infrastruktur sudah bagus, tapi sama sekali tidak nyambung kalau realisasi investasi malah rendah,” tegasnya.
Dari pihak Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri, juga menyatakan bahwa realisasi investasi di Kepri maupun Batam memang tengah mengalami penurunan. Kepala Tim Perumusan KEKDA/Asisten Direktur BI Perwakilan Kepri, Dedy Prasetyo mengungkapkan fakta bahwa akhir-akhir ini, realisasi investasi di Tanah Melayu memang turun.
“Di triwulan 3 2022, (realisasi investasi) Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) masih rendah dibanding 2021,” ujarnya.
Menurut Dedy, saingan Batam semakin bertambah dengan kehadiran pesaing regional, seperti Kendal. “Apa yang sebabkan penurunan itu, karena investasi masuk ke daerah Jawa yang merupakan kompetitor nasional,” jelasnya.
“Kalau bicara kepentingan nasional memang bukan masalah, tapi kalau bicara kepentingan daerah jadi masalah,” paparnya.
Dedy mengungkapkan sektor pariwisata punya peluang besar. Caranya yakni optimalkan Batam sebagai tourist hub. “Sehingga daya tarik Batam perlu ditingkatkan. Wisatawan ke Batam masuk dari Singapura dan Malaysia. Jadi perlu satu iven besar, misalnya Batam Great Sale untuk menarik pengunjung,”paparnya.
Pendapat berbeda diutarakan akademisi dari Politeknik Batam, Bambang Hendrawan. Ia mengatakan ada 5 konsep ekonomi yang dapat dikembangkan di Batam yakni ekonomi berbasis industri, ekonomi biru berbasis maritim, ekonomi hijau berbasis energi terbarukan, ekonomi kreatif serta leisure economy.
Kelima konsep ekonomi ini harus memiliki perekat yang kuat, yakni tarif logistik yang bersaing, infrastruktur mumpuni, serta transhipment yang handal.
Untuk Batam, infrastruktur sudah bagus, tapi tarif logistik masih mahal, sementara untuk transhipment belum ada sama sekali. Karena masih ada lubang yang menganga tersebut, Batam belum menjadi pilihan utama para investor asing, melainkan dianggap sebagai pasar dengan pangsa yang besar.
“Saya banyak survey ke calon investor yang masuk ke Indonesia. Sebenarnya mereka banyak yang tidak tertarik (berinvestasi), karena Indonesia dianggap sebagai pasar, termasuk juga Batam,” tuturnya.
Realisasi investasi PMA di Kepri yang ditopang Batam sebagai pilar utama, belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan hingga triwulan III 2022. Kalangan pengusaha di Kepri menilai baik Kepri, khususnya Batam sudah tidak kompetitif lagi.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) per triwulan III 2022, Kepri masih berada di luar 10 besar, tepatnya di peringkat 13.
Di triwulan III (Juli-September), total realisasi investasi PMA sebesar US$ 227,2 juta dari 698 proyek.
Bicara investasi Dengan kata lain, realisasi investasi di Kepri kembali memasuki masa suram, setelah sempat membaik di tahun 2021.
Secara keseluruhan, total realisasi investasi Kepri hingga September sudah mencapai US$ 660,1 juta dari 930 proyek. Rinciannya yakni terdiri dari US$ 281,5 juta dari 501 proyek per triwulan I (Jan-Mar) 2022, kemudian US$ 151,4 juta dari 369 proyek per triwulan II (Apr-Jun) 2022 dan US$ 227,2 juta dari 698 proyek per triwulan III (Jul-Sep) 2022.
Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terlihat jelas mengalami penurunan sekitar 30 persen, dimana total realisasi investasi Januari-September 2021 sebesar US$ 956,6 juta dari 1.816 proyek.
Sedangkan jika mengacu pada triwulan III 2021, juga mengalami penurunan sekitar 35 persen, dimana tahun lalu, total realisasi investasi Juli-September mencapai US$ 316,7 juta dari 567 proyek.
Di regional Sumatera, Kepri tertinggal jauh Sumatera Utara (11), Sumatera Selatan (9) dan Riau (5).
Sementara untuk, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN), Kepri berada di posisi 22 dari 34 provinsi, dengan raihan Rp 3.756 miliar dari 1.830 proyek.
Prestasi kurang baik ini juga mengantar baik Kepri maupun Batam gagal masuk 3 besar Anugerah Layanan Investasi 2022 dari BKPM, awal Oktober lalu. Batam kalah bersaing dengan Tangerang, Medan dan Bandung. Sedangkan Kepri kalah dari Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan.
Sementara itu, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya yang diperlukan untuk menggaet investor. Salah satunya dengan menyiapkan seluruh persyaratan yang disukai investor, mulai dari fasilitas hingga kemudahan dalam pemberian perizinan.
“Tidak boleh ada urusan yang berbelit-belit. Itu yang kita siapkan supaya investasi naik,” kata Rudi seperti dilansir dari Batampos.co.id.
Ia menjamin kemudahan investasi tersebut berada dalam ranah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dan PP Nomor 41/2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Bahkan dalam PP yang disebut terakhir ini, seluruh perizinan akan dikeluarkan BP Batam.
“Artinya kemudahan ini sudah sangat sempurna. Udah cukup di sini (Batam) selesai, bukan hanya di sini saja, melalui handphone pun selesai,” katanya.
Mengenai fasilitas transportasi hingga fasilitas lingkungan juga sudah disiapkan. Sebab, Rudi akan menjadikan Batam sebagai kota yang modern.
Dalam artian bukan hanya kota sebagai tujuan investasi, namun juga untuk tujuan lainnya. Sehingga yang menjadi seluruh kepentingan orang banyak akan dilengkapi.
“Kalau hari ini, kami di BP Batam hanya lengkapi sebagai tempat investasi, orang tak akan ramai kesini. Karena orang berinvestasi juga butuh untuk hiburan dirinya sendiri dan keluarganya. Itu yang kita siapkan. Dia punya uang banyak, ngapain dia ke Batam kalau hanya untuk investasi. Bagus dia ke Amerika sana. Disana, segala macam fasilitas sudah terpenuhi. Makanya sekarang kita coba mulai dan sudah berjalan. Mudah mudahan segala kebutuhan bisa kita lengkapi,” jelasnya.
Ia menambahkan, BP Batam tidak hanya melengkapi kebutuhan investor saja. Namun, keluhan yang disampaikan oleh investor yang sudah menanamkan uangnya di Batam harus dilayani dengan baik.
Salah satunya adalah, PT Infineon yang meminta perluasan lahan karena mereka ingin menambah investasinya.
“Kita carikan tempat, intinya yang bisa kita lengkapi akan kita lengkapi. Itu satu contoh, masih banyak lagi. Pokoknya tugas saya pak Wakil (BP Batam) dan Deputi, bagaimana melayani sempurna. Semampu kemampuan dan tenaga kami,” imbuhnya (leo).