SEORANG buruh bangunan di Batam, Adil Halomoan Nasution (34), mendapatkan pengampunan hukuman setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Batam membebaskannya dari tuntutan penggelapan kendaraan bermotor. Pembebasan ini dilakukan melalui mekanisme keadilan restoratif atau Restorative Justice.
Adil menerima langsung berkas penghentian perkara dari Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) I Ketut Kasna Dedi dalam apel peringatan Hari Bhakti Adhyaksa di Kejari Batam, Senin (22/7 2024) kemarin.
“Terima kasih, Pak Jaksa, sudah membebaskan saya. Saya bisa berkumpul lagi bersama keluarga,” ucap Adil dengan suara haru setelah prosesi pelepasan borgol dan rompi tahanan.
Adil mengaku nekat menggelapkan motor milik kenalannya karena terdesak kebutuhan ekonomi. Penghasilannya sebagai buruh bangunan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, termasuk uang sewa rumah.
“Uang untuk bayar kontrakan tidak ada, sementara kerjaan lagi sepi,” ungkap Adil.
Motor tersebut kemudian dijualnya senilai Rp1 juta. Ia mengaku baru pertama kali melakukan tindakan kriminal ini karena terlilit masalah keuangan.
Melihat kondisi Adil dan pertimbangan lainnya, jaksa penuntut umum (JPU) mengusulkan penyelesaian perkara melalui program restorative justice.
Kajari Kota Batam I Ketut Kasna Dedi menjelaskan bahwa Adil merupakan tulang punggung keluarga, dan nominal kerugian yang ditimbulkan dari perkaranya pun tergolong kecil, yaitu di bawah Rp5 juta. Selain itu, korban juga telah memaafkan Adil dan bersedia berdamai.
Kasna menambahkan bahwa surat ketetapan pembebasan ini dapat dicabut apabila di kemudian hari ditemukan bukti baru atau putusan praperadilan dari pengadilan. Oleh karena itu, Kasna mengingatkan Adil untuk tidak mengulangi perbuatannya dan memanfaatkan kesempatan ini untuk kembali ke keluarganya.
“Saudara bisa kembali ke tengah-tengah masyarakat dengan catatan ini hanya satu kali. Tak ada pengulangan. Apabila ada tindak pidana lagi, saudara tidak akan mendapatkan restorative justice,” tegas Kasna.
Kasna menyebut bahwa sepanjang tahun 2024 ini, Kejari Batam telah mengajukan empat permohonan restorative justice, dan tiga di antaranya telah dikabulkan. Proses restorative justice ini dilakukan melalui permohonan, ekspose perkara di tingkat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri dan Kejaksaan Agung.
“Ini merupakan perkara keempat yang mendapat restorative justice,” kata Kasna.
Pembebasan Adil melalui restorative justice ini menjadi contoh nyata bagaimana sistem peradilan pidana di Indonesia mengedepankan penyelesaian perkara yang berfokus pada pemulihan, bukan hanya pembalasan. Hal ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat, baik korban maupun pelaku.
(dha)