KASUS stunting atau kekerdilan pada anak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) turun sebesar 2,2 persen dari angka semula 17,6 persen menjadi 15,4 persen pada tahun 2022.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kepri, Rohina, pada saat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Banggakencana dan Percepatan Penurunan Stunting 2023 BKKBN RI di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
“Berdasarkan hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di Kepri turun 2,2 persen. Secara nasional juga turun 2,6 persen menjadi 21,6 persen dibanding tahun 2021 sebesar 24,4 persen,” kata Rohina, dikutip dari Antara.
Rohina menargetkan angka stunting di Kepri terus turun ke angka 14 persen pada 2024. Ia berterima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama bergandengan tangan untuk penurunan stunting di Kepri.
Ia menjelaskan untuk mencapai target 2024, BKKBN Kepri akan fokus pada 11 intervensi spesifik stunting yang difokuskan pada masa sebelum kelahiran dan anak usia 6-23 bulan.
Menurut dia, intervensi dimulai dari skrining anemia, konsumsi tablet tambah darah (TTD) remaja putri, pemeriksaan kehamilan, konsumsi TTD ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil kurang energi kronis (KEK).
Selanjutnya pemantauan pertumbuhan balita, pemberian ASI eksklusif, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi bayi di bawah dua tahun (Baduta), tata laksana balita dengan masalah gizi, peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi dan edukasi remaja, ibu hamil, dan keluarga termasuk pemicuan bebas buang air besar sembarangan (BABS).
“Stunting merupakan masalah gizi kronis, sehingga dapat dicegah jika ditangani dengan tepat dan cepat. Salah satunya dengan memenuhi asupan protein hewani,” terangnya.
Rohina menjelaskan pada kondisi weight faltering atau kenaikan berat badan bayi yang tidak cukup dan kondisi underweight atau kekurangan berat badan akan dilakukan pemberian makanan tambahan kaya protein hewani selama 14 hari di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).
Kemudian pada kondisi kurang gizi, lanjutnya, pemberian makanan tambahan kaya protein hewani dilakukan selama 90 hari. Pada kondisi gizi buruk pemberian formula 75 selama tiga hari dan formula 100 selama 11 hari di Puskesmas.
“Sedangkan pada kondisi stunting dilakukan pemberian pangan keperluan medis khusus selama dua bulan,” katanya.
(*/pir)