SEBUAH maskapai baru siap mewarnai langit Indonesia, Super Air Jet namanya. Maskapai ini sedang siap-siap untuk mulai terbangi langit Indonesia, mereka baru saja mengantongi sertifikat izin operasi komersial atau Air Operator Certificate (AOC) dengan tipe pesawat Airbus A320.
Kabarnya, maskapai baru ini memiliki hubungan erat dengan Lion Air Group. Keluarga Rusdi Kirana disebut menjadi pihak yang bekingi maskapai baru ini.
Dilansir dari laporan Debtwire, Senin (28/6), keluarga Kirana lewat Lion Mentari Airlines baru saja menyuntik dana hingga hampir Rp 1 triliun untuk Super Air Jet.
Rincinya, Lion menyuntik dana sebesar Rp 968 miliar ke Super Air Jet dan perubahan Flyindo Aviasi Nusantara (FAN) pada awal Februari lalu. Super Air Jet mendapatkan bagian Rp 518 miliar dan Rp 450 miliar sisanya ke FAN.
Masih dari laporan Debtwire, Super Air Jet disebut dimiliki oleh Farian dan Davin Kirana. Mereka berdua merupakan putra dari Kusnan dan Rusdi Kirana yang membesut Lion Air sejak 1999.
Farian dan Davin memiliki Super Air Jet melalui PT Kabin Kita Top, sebuah perusahaan patungan yang dimiliki keduanya. Mereka masing-masing memegang 50% saham di perusahaan tersebut.
Kabin Kita memiliki 99,8% kepemilikan Super Air Jet. Sementara sisa kepemilikan lainnya dipegang Rudy Lumingkewas yang merupakan Presiden Direktur Lion Air Group, dan Achmad Hasan Direktur Perdagangan Lion Air Group.
Sementara itu di FAN, Farian Kirana memegang 50% saham perusahaan carter pesawat tersebut bersama Denis Firian. Denis merupakan anak lainnya dari Rusdi Kirana.
Di sisi lain, Direktur Umum Lion Air Group Edward Sirait disebut merupakan komisaris di FAN. Sementara Daniel Putut Kuncoro Adi yang merupakan Direktur Keselamatan Dan Keamanan di Lion, juga direktur di FAN.
Dari sisi penyediaan pesawat, Avolon Holdings, CDB Aviation, dan ICBC Leasing sudah menunjukkan komitmennya untuk menyewakan pesawat kepada Super Air Jet. Totalnya, hingga 30 pesawat akan disewakan dari ketiga perusahaan tersebut.
Avolon adalah lessor utama untuk Lion Group dan tampaknya memiliki strategi untuk mendukung Super Air Jet. Avolon mungkin bertaruh bahwa Super Air Jet akan maju dari pasar meninggalkan Lion yang terkepung secara finansial dan tidak mampu bersaing di pasar maskapai penerbangan berbiaya rendah domestik.
Pengamat penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengatakan kemungkinan Super Air Jet tidak akan meraih keuntungan signifikan beberapa tahun ke depan.
Namun, hal ini menurutnya wajar, dia menilai sebuah maskapai baru bisa sukses dan mendulang keuntungan setelah 3-4 tahun beroperasi. Keuntungan didapatkan usai bisnis maskapai tersebut stabil.
“Untuk maskapai baru memang nggak langsung untung. Perhitungan saya baru tiga atau empat tahun untung, tiga tahun paling cepat,” kata Arista, seperti yang dikutip dari detikcom.
Selama tiga tahun ini Arista menilai Super Air Jet kemungkinan akan terus merugi. Namun, kerugian itu akan terbayar lunas, karena tiga atau empat tahun lagi lonjakan bisnis penerbangan akan terjadi usai pandemi COVID-19 kemungkinan mereda. Lonjakan penumpang akan terjadi, Super Air Jet pun akan langsung memperoleh keuntungan.
“Kasarnya kalau tiga tahun berjalan mungkin mereka rugi. Tapi lepas tiga tahun saat COVID-19 selesai, maka anggapannya penumpang pun recover, jadi mereka bisa keruk keuntungan di situ,” ungkap Arista.
Arista menilai kerugian yang dialami Super Air Jet selama 3 tahun ke depan tidak akan sebanding dengan beban kerugian para maskapai lain yang sudah hadir duluan dan mengalami goncangan ketika pandemi.
Jadi, Super Air Jet bisa lebih enteng mengepakkan sayapnya di masa normal.
Menurutnya yang harus dilakukan Super Air Jet agar bisa bertahan adalah kuat-kuat mengeluarkan modal untuk investasi. Investor harus siap memberikan sumber dayanya untuk menopang Super Air Jet dalam jangka waktu pendek hingga menengah.
“Ini tinggal bagaimana dia siap bakar duit aja selama waktu itu, tinggal lihat kuat-kuatan investasinya saja dalam jangka pendek dan menengah,” kata Arista.
Dilihat secara bisnis, menurut Arista, Super Air Jet justru memperoleh keuntungan dengan membangun perusahaan dari awal pada waktu seperti ini. Pasalnya, di tengah kondisi krisis akibat pandemi banyak komponen biaya maskapai sedang anjlok harganya.
“Banyak overhead dan variabel cost itu turun. Maka dia terjun ke sini. Super Air Jet hanya memanfaatkan momentum sekarang,” ungkap Arista.
Misalnya saja biaya sewa atau leasing pesawat, menurutnya saat ini banyak penyewa yang menawarkan pesawat dengan harga murah. Dia mengatakan biaya leasing menjadi salah satu komponen besar bagi maskapai, jumlahnya mencapai 25% dari total biaya. Dengan begitu, Super Air Jet bisa memanfaatkan kondisi ini untuk menguatkan jumlah pesawatnya.
Arista juga memaparkan gaji pilot dan pramugari saat ini juga kemungkinan akan lebih murah dibandingkan dengan dua atau tiga tahun lalu. Otomatis Super Air Jet bisa lebih menekan biaya untuk pengadaan sumber daya manusianya.
Bahkan untuk biaya sewa gedung sebagai unit kantor pun akan lebih murah di tengah pandemi seperti ini.
“Jadi ya biaya mereka murah semua menurut saya sekarang,” kata Arista. (*)
Sumber: Detik.com