PERJALANAN ke Kampung Monggak, Kelurahan Rempang Cate, Kecamatan Galang, Batam pada Minggu (5/1), menyuguhkan pemandangan menarik. Bukan soal indahnya pemandangan kampung, melainkan aktivitas sekelompok anak yang memainkan gasing, permainan tradisional masyarakat Melayu.
Mereka terasa berbeda dengan anak lain yang sudah menggeser permainan tradisional seperti Gasing ini dengan kecanggihan teknologi smartphone ataupun permainan anak yang lebih modern.
Meskipun masih anak-anak, kepiawaian lima pemain gasing ini tidak perlu diragukan. Mereka mahir memutar bongkahan kayu hanya dengan lilitan seutas tali.
Silih berganti anak-anak ini saling memukul gasing miliknya dengan gasing lain yang lebih dulu berputar. Gasing yang berputar paling lama akan menjadi pemenang dan akan dipukul oleh pemain lain yang berada di posisi lebih tinggi, begitu seterusnya.
Pemain yang berada di posisi teratas disebut Raja, sementara pemain yang paling rendah disebut Namok atau Namu. Istilah Namok/Namu ini berarti melayani. Dalam konteks permainan gasing, mereka yang posisinya Namok/Namu akan memutarkan gasingnya untuk dipukul oleh pemain di atasnya.
Dari lima anak yang bermain sore itu, Niko yang duduk di kelas 4 Sekolah Dasar (SD) nampak paling mahir. Iya kerap kali menjadi raja diantara empat lawan mainnya. Gasing miliknya pun tidak terlalu besar, masih lebih besar gasing milik Niki kembarannya.
Tapi jangan salah, sekali ia memukul, gasing yang lebih besar sekalipun bisa terlempar jauh.
Cukup lama mereka bermain di tempat teduh diantara pohon-pohon kelapa ini. Suara kayu yang dipukul terdengar cukup keras setiap kali benturan antar gasing terjadi. Mengimbangi gelak tawa mereka yang jamak terdengar sepanjang permainan.
“Tiap petang kami main,” kata Niko di sela dirinya menunggu giliran untuk memukul.
Dari Niko, diketahui gasing yang mereka mainkan dibuat sendiri oleh orangtua mereka. Mereka bisa mahir memainkan permainan gasing ini karena sudah terbiasa sejak kecil.
Di awal perkenalannya, mereka biasanya akan memainkan gasing dengan ukuran yang lebih kecil. Seiring berjalannya waktu mereka yang mulai bisa memainkan gasing akan memakai gasing dengan ukuran yang lebih besar.
“Pertama susah, lama-lama jadi pandai,” kata Niko lagi.
Niko dan empat kawannya ini, nampaknya menjadi sedikit anak di generasinya yang masih nyaman memainkan gasing sebagai permainan sehari-hari. Kondisi serupa boleh jadi masih terlihat di beberapa kampung di kawasan pesisir Batam lainya. Namun di tempat lain yang lebih modern, permainan gasing ini mungkin sudah tidak banyak lagi di mainkan. Kalau pun ada itu hanya sebatas aktivitas untuk kegiatan seremonial saja.
*(bob/GoWestId)