GEREJA Ayam GPIB Bethel Tanjungpinang beralamat di Jalan Gereja, Nomor 1, Kecamatan Tanjungpinang Kota. Gereja ini merupakan salah satu bangunan peninggalan pemerintah Belanda di kota Tanjungpinang.
Gereja Ayam dibangun pada tahun 1835 dan masih kokoh berdiri hingga saat ini. Gereja ini memiliki luas kurang lebih 171 meter persegi, bercat cokelat muda, dihiasi garis-garis cokelat tua.
Riwayat sejarahnya yang panjang menjadikan gereja ini sebagai salah satu bangunan cagar budaya dengan nomor inventaris 15/BCB-TB/C/01/2007. Pada awal berdiri, orang Bela MB davmenyebut Gereja ini “De Nederlandse Hervormde Kerk te Tandjoengpinang”, berfungsi sebagai rumah ibadah warga Protestan Belanda di Tanjungpinang
Aroma klasik begitu terlihat dari bentuk arsitektur gereja. Suasana tempo dulu begitu kental ketika memasuki pekarangannya, bangunan berdinding tebal, jendela yang besar dan tinggi, atap pelana dengan fasad gabel step, serta menara yang menjulang ke langit dengan ornamen ayam jantan di puncaknya.
Sebutan Gereja Ayam disematkan oleh warga karena logo ayam yang terdapat pada atas bangunan. Logo tersebut sebenarnya memiliki fungsi penunjuk arah angin dan diletakkan di puncak bangunan.
Awal Pembangunan Gereja Ayam
Pada catatan berjudul Berigten Omtrent Indië, Gedurende een Tienjarig Verblijf Aldaar yang ditulis oleh Pendeta Eberhardt Hermann Röttger, disebutkan Gereja Bethel didirikan pada 14 Februari 1835 dan selesai pada tahun 1836.
Sebagai seorang pendeta yang pernah mengabdi di Riau pada akhir tahun 1830-an, Pendeta Röttger menyebutkan bahwa biaya pembangunan gereja merupakan sumbangan dari daerah-daerah di Hindia Belanda. Tidak disebutkan siapa arsitek yang berada di balik pembangunan gereja tersebut, namun dapat dipastikan bahwa keberadaan gereja ini tidak terlepas dari solidaritas umat Protestan yang ada di kawasan Hindia Belanda.
Hal yang tidak banyak diketahui dari sejarah pembangunan gereja ini adalah keterlibatan pembesar Kerajaan Riau Lingga, yakni Raja Abdurrahman sebagai Yang Dipertuan Muda Riau VII.
Pendeta Röttger menyebutkan, Raja Muda yang ada di Penyengat juga ikut menyumbang untuk pembangunan gereja. Sumbangan diberikan berupa material, seperti uang dan kayu. Memang tidak ada disebutkan secara spesifik oleh Pendeta Röttger nama Raja Muda tersebut. Akan tetapi, jika dirujuk pada tahun pendirian gereja serta masa berkuasanya Yang Dipertuan Muda Riau, maka nama yang paling cocok adalah Raja Abdurrahman yang menjabat tahun 1833-1843.
Secara fisik, terdapat sejumlah perubahan pada bentuk bangunan gereja sejak pertama kali dibangun dengan yang ada pada masa sekarang.
Menjelang pertengahan abad ke-20 dilakukan sejumlah perubahan, seperti penambahan gabel step serta menara berikut loncengnya. Walau begitu, ciri khas arsitektur bangunan yang ada pada gereja ini tidak ada bedanya dengan Gereja Protetan pada umumnya.
Julukan Gereja Ayam
Sebutan Gereja Ayam disematkan warga kota Tanjungpinang karena adanya hiasan berbentuk ayam di atas menara yang menyatu dengan atap bagian depan.
Menara yang berfungsi sebagai tempat lonceng beserta “ayam”nya itu, kemungkinan dibuat saat dilakukan renovasi antara 1920 hingga 1930an.
Bentuk ayam yang terbuat dari besi pipih itu berfungsi sebagai penunjuk arah angin. Bentuknya yang pipih membuatnya dapat bergerak mengikuti hembusan angin.
Di bagian depan geraja yang menghadap ke barat, terdapat pintu yang menjorok ke depan, sehingga membentuk seperti kanopi dengan atap pelana. Pintunya berbentuk lengkung sederhana. Di kanan kirinya terdapat jendela. Bentuk jendela itu seolah terdiri atas dua jendela dengan lengkung kecil, yang disatukan dengan lengkung besar di atasnya. Jendela seperti ini juga terdapat di sisi kiri (utara) dan kanannya (selatan).
Gereja yang memiliki luas 19 x 9 (171 m2) ini bercat coklat muda dihiasi garis-garis coklat tua. Bagian depan atapnya bertrap seperti tangga dengan enam undakan. Begitu juga dengan bagian belakang atap. Pada bagian kiri dan kanan sisi depan terdapat pilaster sederhana.
(nes)