PEMILIK nama asli Heri Hendrayana Harris ini merupakan pria kelahiran Purwakarta 58 tahun silam. Memiliki kekurangan secara fisik tidak lantas menjadi hambatan bagi Gol A Gong, sapaan akrabnya, untuk berkarya.
Gol A Gong merupakan satu nama dari sekian banyak sosok difabel yang menginspirasi. Ia kehilangan tangan kirinya setelah jatuh dari pohon tinggi pada usia 11 tahun.
Namun hal tersebut tak lantas membuatnya patah arang dan sedih berlarut. Sejak kehilangan tangan kirinya, ayah Gol A Gong berpesan padanya untuk memperbanyak membaca.
Selain menambah pengetahuan, berkat kegemarannya dalam membaca kini membawanya menjadi salah satu novelis terpopuler di Indonesia. Bahkan karya-karya Gol A Gong kerap masuk dalam jajaran buku Best Seller Indonesia.
Pada 1998, Gol A Gong mendirikan sebuah komunitas kesenian bernama Rumah Dunia, yang terletak di Kota Serang, Banten. Konsep awal Rumah Dunia adalah taman bacaan, namun akhirnya berkembang menjadi tempat pelatihan kepenulisan dan pusat belajar literasi.

“Saya sebenarnya terinspirasi dari Ali Sadikin yang juga pernah membangun semacam gelanggang remaja di Senen dan Bulungan. Dari situ, saya membayangkan bagaimana kalau ada tempat yang bisa menjadi tempat belajar jurnalistik, sastra dan film, khususnya untuk anak-anak dan remaja. Selama mendirikan Rumah Dunia, saya begitu ingin mewujudkan obsesi saya itu. Itulah yang menjadi tantangan dari diri saya sendiri dan akhirnya bisa tercapai. Saya ingin menjadi prajurit Tuhan yang berjihad di jalan literasi. Sekarang saya juga diberikan amanah untuk menjadi Duta Baca Indonesia” kata Heri Gol A Gong.
Selama lebih dari tiga dekade berkecimpung di dunia literasi Gol A Gong sempat terpilih sebagai Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Indonesia.
Ia pun meraih beberapa penghargaan di antaranya: Nugra Jasadarma Pustaloka, Literacy Award, Anugerah Peduli Pendidikan, Tokoh Sastra Indonesia, Anugerah Kebudayaan Indonesia, dan Tokoh Penggerak Literasi.Bahkan pada 2020, karyanya yang berjudul Surat dari Bapak berhasil menyabet penghargaan “Literasi Anti Korupsi” dari KPK.
Paling baru, pada April 2021, Gol A Gong dinobatkan oleh Perpustakaan Nasional sebagai Duta Baca Indonesia, dengan masa bakti hingga 2025.
Torehan prestasi ini tidak dapat dipisahkan dari dedikasi, totalitas, dan semangat Gol A Gong di tengah keterbatasannya dalam bidang literasi. Kegemarannya dalam membaca diharapkan dapat menjadi motivasi bagi lebih banyak orang di Indonesia dalam mengenal literasi.
“Dengan adanya Rumah Dunia, saya ingin membentuk generasi baru yang visioner dan memiliki mindset bahwa sastra, jurnalistik dan film bisa mengubah seseorang yang tadinya bukan siapa-siapa menjadi ‘siapa-siapa’, from zero to hero,” lanjutnya.
Anggota Rumah Dunia ada yang menjadi diplomat muda di Arab Saudi yang juga sering memenangkan lomba menulis bersama Rumah Dunia. Itu salah satu contoh.
Ke depannya, saya ingin Rumah Dunia menjadi tempat yang multi media. Saya ingin Rumah Dunia memiliki studio TV sendiri yang dilengkapi dengan perangkat pendukung yang memadai,” lanjut Gol A Gong.
Kecintaan Gol A Gong terhadap literasi terus berlanjut dan menginspirasinya untuk menyebarkan virus “Gempa Literasi”.
Gerakan ini berangkat dari kegelisahan Gola Gong terhadap budaya baca tulis yang sangat kurang di Indonesia.
“Rumah Dunia memang memfokuskan kegiatan literasi untuk anak-anak. Hal ini juga didukung dengan kondisi Banten yang saat itu kurang begitu ramah literasi. Jadi, Rumah Dunia ini diharapkan bisa mencetus generasi yang kuat dari segi literasi. Tapi belakangan Rumah Dunia juga membuat kegiatan yang diikuti oleh para guru, mahasiswa dan orang-orang dewasa lainnya. Jadi, Rumah Dunia terbuka untuk semua yang ingin belajar,” tambahnya.
Menurutnya, minat masyarakat Indonesia terhadap kegiatan membaca dan menulis masih sangat memprihatinkan. Hadirnya Gempa Literasi dimaksudkan sebagai aksi bersama untuk menghilangkan kebodohan melalui gerakan membaca dan menulis.
Nama Gempa Literasi sendiri dipilih dengan membawa catatan filosofis di baliknya. Menurut Gol A Gong, gempa selalu identik dengan hal-hal yang menghancurkan dan memorak-porandakan.
Sedangkan literasi merujuk pada kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. Jadi, makna Gempa Literasi adalah kebodohan yang diporak-porandakan dengan literasi.
Berbagai kegiatan dalam gerakan Gempa Literasi antaranya lain: literasi, pelatihan, hibah buku, aneka lomba literasi, bedah buku, peluncuran buku, penerbitan karya, hingga bazar buku murah. Semua program tersebut dibuat untuk menarik minat masyarakat sekaligus mempermudah banyak orang dalam mengakses literasi.
“Rumah Dunia bagaikan oase literasi. Kami membuat banyak kegiatan yang kami sebut dengan ‘wisata’ agar lebih ramah. Rumah Dunia mengadakan wisata dongeng, wisata lakon, wisata studi yang diadakan untuk anak-anak. Sedangkan untuk para pelajar dan mahasiswa, kami mengadakan kelas menulis, kelas teater, kelas jurnalistik, kelas film, kelas skenario, dan lainnya,” papar Heri Hendrayana Harris yang dikenal sebagai Gol A Gong menukil wawancaranya dengan tim Kemenparekraf.
Karya Populer Gol A Gong
DALAM mengeluarkan karya sastra Gola Gong sudah tidak perlu diragukan lagi. Beberapa karya Gol A Gong yang punya banyak penggemar adalah Tembang Kampung Halaman, Langit Tak Lagi Mendung, Rano Karno – Si Doel, Gelisah Camar Terbang, Menggenggam Dunia, hingga Surat dari Bapak.

Salah satu karya Gol A Gong yang sangat populer di era 1980-an, Balada Si Roy.
Cerita bersambung yang terbit di majalah HAI ini seolah menjadi ikon remaja pada era 80-an. Membangkitkan nostalgia tersebut, Balada Si Roy pun akan dibuatkan versi filmnya yang rencananya akan tayang akhir 2021.
Kesuksesan Balada Si Roy menjadi salah satu bukti jika difabel bukanlah penghalang seseorang untuk berkarya di industri kreatif. Harapannya kesuksesan Gol A Gong ini dapat menginspirasi lebih banyak orang di Indonesia.
Bukan hanya kalangan difabel, namun juga masyarakat umum agar lebih berminat dalam membaca dan menulis.
(*)