PEMERINTAH Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengumumkan rencana groundbreaking Jembatan Batam-Bintan (Babin) yang dijadwalkan pada tahun 2026. Proyek ambisius ini telah dimasukkan dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) dan sedang dalam proses pengembangan.
Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, menjelaskan bahwa saat ini proyek tersebut berada pada tahap penyusunan Detail Engineering Design (DED).
“Studi kelayakan telah selesai. Saat ini, DED sedang disusun dan kami berharap bisa rampung pada 2025 untuk masuk dalam APBN pemerintah pusat,” sebutnya, Sabtu (22/3/2025).
Lebih lanjut, Nyanyang menambahkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) saat ini tengah melakukan analisis seismik dan keseimbangan struktur jembatan untuk menentukan anggaran yang diperlukan. Ia memperkirakan bahwa total anggaran untuk proyek Jembatan Babin akan mencapai sekitar 1,2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp17 triliun.
Proyek ini juga akan melibatkan kerjasama dengan pihak swasta, di mana pemerintah pusat akan menetapkan skema investasi dan durasi konsesi. Selain berfungsi sebagai penghubung antara Batam dan Bintan, Pemprov Kepri juga menargetkan integrasi Batam-Bintan-Karimun (BBK) menjadi Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/FTZ).
“FTZ ini akan menjadi penghubung strategis bagi kawasan industri, galangan kapal, dan sektor offshore, terutama terkait dengan Natuna dan Natuna Utara,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa desain FTZ BBK saat ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Rencana Induk Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam, Bintan, dan Karimun.
Dalam upaya memaksimalkan perkembangan kawasan ini, Nyanyang menegaskan bahwa pemerintah daerah akan berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Presiden untuk menyelaraskan regulasi FTZ di Batam, Bintan, dan Karimun.
(nes)