KOMISARIS Utama Arsari Tambang, Hashim S Djojohadikusumo, meresmikan PT Solder Tin Andalas Indonesia (STANIA) di kawasan industri Tunas Prima Kabil, Nongsa, Batam, Kamis (10/7/2025).
Pabrik ini diakui sebagai pabrik solder ramah lingkungan pertama di Indonesia.
Dalam pernyataannya di lokasi acara, Hashim menyoroti bahwa investasi yang ditanamkan oleh Asrasi Group di Batam tergolong kecil. Namun, ia menegaskan bahwa proyek ini merupakan salah satu yang paling membanggakan dibandingkan proyek lainnya.
“Saya pribadi pernah memimpin dan membangun proyek-proyek besar, termasuk pabrik semen di Cibinong dan Cilacap, serta proyek petrokimia Trans Pacific di Tuban. Tapi justru proyek solder yang hari ini kita resmikan, meski baru satu line, menjadi salah satu yang paling membanggakan,” jelas Hashim Djoyohadikusumo, saat acara peresmian.
Hashim juga mengungkapkan bahwa total investasi awal untuk pabrik ini mencapai Rp400 miliar, dengan kemungkinan penambahan seiring dengan potensi permintaan pasar ke depan.
Dalam jangka panjang, kapasitas produksi pabrik akan diperluas untuk mencakup solder wire, powder, dan paste, dengan total volume produksi hingga 16.000 ton per tahun dan target pendapatan mencapai Rp 1 triliun.
Pabrik STANIA diharapkan menjadi tonggak penting dalam mendukung hilirisasi mineral nasional yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo, serta menegaskan komitmen Arsari Tambang untuk menjadi pionir dalam produksi timah ramah lingkungan di Asia Tenggara.
“Dibangun di atas lahan seluas 6.500 m², dan kini siap memproduksi hingga 2.000 ton solder bar per tahun. Keberadaan pabrik ini diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan industri manufaktur berbasis mineral dalam negeri,” tambahnya.
Sebagai produsen solder di Indonesia yang sepenuhnya berbasis hilirisasi mineral, PT STANIA mengambil langkah konkret menuju keberlanjutan. Seluruh operasional pabrik menggunakan listrik dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) milik PLN, yang telah disertifikasi Renewable Energy Certificate (REC), menjadikannya fasilitas produksi bebas emisi.
Desain gedung juga memperhatikan efisiensi energi, dengan banyaknya atap transparan yang memaksimalkan pencahayaan alami dan meminimalisir penggunaan lampu listrik.
“Melalui pemanfaatan teknologi ramah lingkungan dan kerja sama strategis, kami ingin menunjukkan bahwa industri tambang bisa sekaligus menjadi pelopor keberlanjutan,” ungkap Hashim.
Hashim juga membandingkan proses investasi di Kepulauan Riau yang tergolong cepat dengan investasi pabrik karet remah di Desa Glee Siblah, Kecamatan Woyla, Aceh Barat.
Ia menyebutkan bahwa investasi tersebut, yang bertujuan untuk membantu para petani lokal, memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat terealisasi.
“Hambatan utamanya bukan teknis, tapi karena kami berada di luar pemerintahan saat itu dan sulit mendapatkan dukungan pembiayaan,” jelasnya.
Acara peresmian turut dihadiri juga Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau, Kepala BP Batam dan Wakil Kepala BP Batam dan sejumlah pimpinan Forkopimda Kota Batam.
(*/Kompas)