RENCANA Detail Tata Ruang (RDTR) yang dimiliki BP Batam untuk pulau Rempang, hanya sekitar 147 hektare. Sementara luas Pulau Rempang sendiri tercatat sekitar 17 ribu hektare. Hal itu disampaikan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI Jakarta, senin (2/9/10/2023) kemarin.
“Untuk Pulau Rempang, hanya 147 hektar saja yang boleh digunakan,” kata Kepala BP Batam, Muhammad Rudi.
Menurut Rudi, untuk wilayah pengelolaan lahan atas pulau Rempang, BP Batam hanya punya 147 Hektare yang dapat digunakan atau berstatus HPL. Sedangkan luasan lahan lainnya, terdiri dari hutan lindung dan hutan buru serta hutan produksi konversi.
Kepala BP Batam, Muhammad Rudi mengatakan tidak semua Hak Pengelolaan (HPL) akan terbit di tiga pulau yang menjadi wilayah kerja BP Batam, yakni Batam, Rempang dan Galang. Menurutnya, BP Batam akan mengurus, apabila penggunaan lahan dibutuhkan.
“Untuk Batam, kami sudah ada RDTR, sudah ada secara detail dan diatur semua. Tata ruang sudah ada, sudah ada masing masing. Namun untuk investasi besar, tentu butuh lahan besar, kalau butuh lahan besar, maka kami harus merubah tata ruang itu sendiri, contoh Rempang sendiri” ungkap Rudi dalam RDP, Selasa (3/10/2023).
Untuk investasi di Rempang menurutnya, butuh investasi yang besar. ada 5 investor yang butuh lahan hingga 2000 hektare, ditambah lahan untuk PT. MEG sendiri yang akan dibangun tower.
“5 perusahaan itu butuh 2000 (hektare) plus satu tower untuk pengembangan PT. MEG sendiri. Jadi sisa dari 2000, ada 5000 (hektare) itu akan digunakan PT. MEG untuk pengembangan seperti yang disampaikan pak Bahlil, tapi yang 2000 (hektare), akan dibangun oleh 10 perusahaan di sana”, kata Rudi.
Dalam RDP, juga hadir Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. RDP digelar oleh DPR RI dalam rangka pembahasan update progress investasi Rempang Ecocity di pulau Rempang.
Soal BP Batam sama dengan VOC dan Investasi yang Dikalahkan untuk Xinyi Group
Ada keterangan menarik saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR RI soal investasi di Rempang. Anggota komisi VI DPR RI, Nusron Wahid menyoroti tentang proyek Rempang Eco-City yang mengharuskan warga setempat di sana pindah dari tanah nenek moyang mereka.
Ia bahkan menyebut Badan Pengusahaan (BP) Batam sama dengan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), perusahaan asal Belanda masa kolonialisme dulu.
Pernyataan Nusron berawal saat Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, menjelaskan terkait masalah hak pengelolaan lahan (HPL) di Rempang, Kecamatan Galang. Rudi menjelaskan soal Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992 yang mengatur wilayah kerja Otorita Batam (kini BP Batam) yang meliputi hingga Rempang dan Galang.
Rudi mengatakan bahwa sejak tahun 1992, wilayah kerja BP Batam sudah mengarah ke daerah tersebut sesuai aturan dalam Keputusan Presiden tersebut.
Menanggapi pernyataan Rudi, Nusron kemudian bertanya kepada Rudi apakah penduduk Rempang sudah lebih dulu ada ketika Kepres No. 28 Tahun 1992 itu meuncul.
“Di lokasi Pulau Rempang itu sudah ada penduduknya apa belum? Sudah ada orangnya apa belum?” Tanyanya kepada Rudi.
Berdasarkan data yang ia temukan dan informasi didapat saat Nusron langsung saat turun ke Rempang, ada bangunan yang sudah berdiri tahun 1930.
“Bahkan ada makam, yang mana itu adalah makam tahun 1800-an. Terus di mana logikanya dan nilai kemanusiaannya? Hanya selembar Keppres Nomor 28 Tahun 1992, wilayah penduduk, tanahnya diduduki lalu dianggap menjadi tanah negara,” kata Nusron.
“Apakah ini bisa dimasukkan kategori penyerobotan hak-hak tanah yang dilakukan negara terhadap rakyatnya?” kata Nusron.
Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid juga menyampaikan rumor di masyarakat, terkait pemerintah yang dianggap memberi perlakuan spesial kepada investor China di Batam. Secara spesifik, rumor tersebut menyinggung Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Kepala BP Batam Muhammad Rudi.
Padahal, kata Nusron, investor yang tertarik menanamkan modalnya di Batam ada dari Jepang, Taiwan, hingga Amerika Serikat (AS).
“Sehingga ada benarnya juga kalau dilihat dari fakta-fakta ini kemudian muncul rumor di masyarakat bahwa seakan-akan BP Batam, Menteri BKPM, pemerintah dan sebagainya itu dianggap terlalu meng-anak emaskan investor dari China, kalau di luar dari China diabaikan. Mereka sudah bayar, izinnya dicabut,” ujarnya dalam rapat kerja di gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Senin (2/10/2023).
Menurut Nusron, ada investor lain selain dari China yang mengajukan pengembangan kawasan industri di Pulau Galang, Batam. Meski tidak serumit investasi di Rempang, minat tersebut tidak direspons kepala BP Batam.
“Keempat sebelum ada proses pengajuan Rempang, ada beberapa pengusaha juga kebetulan bukan dari China mengajukan hal yang sama membangun kawasan industri di Pulau Galang, yang pulau itu tidak ada penduduknya, tidak se-complicated yang ada di Rempang, tapi lagi-lagi tidak direspon sama pak Rudi,” ujarnya.
Menanggapi ini, Walikota/ Kepala BP Batam, Muhammad Rudi menyebut, perlu waktu khusus menjelaskannya kepada Nusron. Ia berjanji akan bertemu Nusron untuk mengklarifikasinya.
Menurutnya, soal kerjasama investasi di Rempang, sejauh ini dilakukan oleh deputi III BP Batam, Sudirman Saad.
Sementara itu, menteri Investasi/ kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengaku tidak tahu soal adanya investasi lain yang dikalahkan di Batam.
Bahlil mengatakan, tidak ada perlakuan khusus dari pemerintah kepada investor tertentu. Terkait investasi Xinyi Group di Rempang Eco City, ia menjelaskan prosesnya sudah berlangsung lama. Pemerintah juga membuka pintu jika ada investor lain yang ingin masuk.
“Jangan ada persepsi seolah-olah investasi Rempang ini perlakuannya khusus, dari Kementerian Investasi nggak seperti itu. Kenapa, karena tim saya, perwakilan saya di China itu sudah melakukan pertemuan ini berbulan-bulan, berkali-kali,” jelasnya.
Kesan Terburu-Buru
Sementara itu, menjawab soal kekhawatiran banyak kalangan soal investasi di pulau Rempang oleh Xinyi Group yang terkesan diurus terburu-buru, Menteri Investasi/ Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyebut bahwa pemerintah berusaha memanfaatkan momentum.
“Soal kesan terburu-buru, kita perlu pahami bahwa investasi ini adalah soal momentum sehingga ketika ada investor yang mau masuk, kita harus siap sesegera mungkin untuk merealisasikannya. Kita harus menyiapkan dulu seluruh infrastruktur pendukungnya baru mereka (investor) datang, kalau tidak, mereka akan lari ke negara lain karena banyak negara yang berminat pada investasi besar ini dan kita tidak akan tahu kapan lagi kita akan mendapat kesempatan sebesar ini lagi,” kata Bahlil dalam RDP.
(ham)