BEBERAPA kali kami ke Brunei. Negeri ke-5 terkaya di Dunia dari 182 negara yang ada. Tak terlihat ada bangunan pencakar langitnya. Di sana pun tak ada jalan tol.
Mungkin agaknya karena penduduknya tak begitu banyak. Tak sampai 500 ribu orang.
Brunei terdiri dari dua bagian wilayah, sekitar hampir 6000 kilometer persegi terletak di sebelah Barat di Bandar Seri Begawan itu dihuni sebagian besar penduduknya, lebih 400 ribu orang.
Di Temburong pula, wilayah bagian timur, luas wilayahnya sekitar 1000 kilometer persegi, dihuni sekitar belasan ribu orang saja.
Dua bagian wilayah ini terpisah oleh negara bagian Sarawak Malaysia.
Salah satu wilayah enclave yang ada di Dunia ya Temburong Brunei ini pula.
Bila orang Bandar nak ke Temburong
sebelum ini ada dua cara yaitu :
Pertama melalui jalan darat keluar dari pos imigrasi di Kuala Lurah Brunei dan masuk melintasi daerah Limbang Sarawak Malaysia, kemudian baru ke Temburong dengan 4 kali cap paspor.
“Jarak tempuh 100 KM dengan waktu tempuh 1-1.30 jam kalau tidak terjadi antrian panjang.” Tulis Prof. Gamal Zakaria.
Beliau salah seorang Guru Besar di Universitas Brunei. Putra asal Bengkalis Riau yang sudah puluhan tahun bermastautin di sana.
Cara kedua menaiki speed boat dari Bandar Seri Begawan ke Temburong lebih kurang 45 menit merentasi Teluk dan Sungai Brunei.
Rencana kami bersama rekan dari Sabah Malaysia, Tuan Akiah Barabag dan beberapa teman yang lain hendak buat Trip Expedisi to Borneo merentasi dari Kalimantan Barat Pontianak, Kalimantan Selatan hingga ke Kalimantan Timur lanjut ke Sabah, Brunei dan last point di Sarawak pada bulan Maret 2020 yang lalu.
Hajat belum terlaksana, pandemi covid 19 membuat sempadan negara di-lockdown.
Namun komunikasi tetap berlanjut, terutama kepada teman dan sejawat yang hendak kami singgahi dalam ekspedisi itu.
“Baru selesai dari Temburong ustadz.” demikian prof. Gamal mengabarkan padaku.
“Selesai antar anak ke sekolah lanjut ke Temburong sarapan di sana dah tu balik ke Bandar jemput anak lagi.” Ujarnya lagi.
Sejak ada Jembatan antara Bandar Seri Begawan dengan Temburong, orang Bandar nak sarapan pun ke Temburong.
Temburong adalah daerah penghasil udang galah.
Jembatan Temburong
ITULAH negeri kaya ini. Mereka tak masalah dengan biaya untuk kemasylahatan rakyatnya, termasuk membangun jembatan.
Jembatan itu diberi nama Jembatan Sultan Omar Ali Saifuddien. Panjang jembatan 30 KM, menghubungkan Bandar Seri Begawan dan Daerah Temburong. Jembatan ini merentasi Teluk Brunei.
“Pembukaan jembatan ini sempena Hari Jadi Sultan yang Ke 74 tahun. Waktu tempuh dari Bandar Seri Begawan ke Temburong hanya 25 menit.” Tulis prof Gamal kepadaku. Kami acap berkomunikasi melalui Medsos.
Profesor yang keluarga besarnya masih banyak di Bengkalis ini adalah anak sudare dari Haji Ahmad Karim Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI provinsi Kepri.
Dengan adanya Jembatan yang menghubungkan Bandar dan Temburong, membawa berkah bagi penduduk Temburong. Saat ini daerah Temburong sudah mulai menggeliat dan mengorak langkah ke hadapan.
“Perkembangan sosio-ekonomi sangat dirasakan oleh penduduk di daerah ini. Pekan Bangar kini telah berubah. Yang dulu agak sepi kini telah ramai dikunjungi oleh orang tempatan. Apatah lagi di hujung minggu. Perekonomian rakyat semakin maju dan berkembang.” tulisnya lagi.
Pekan Bangar adalah ibukota Temburong.
Kami pernah ke Temburong, sebagian wilayahnya terletak sekitar 1500 meter di atas permukaan laut. Jadi, wilayahnya itu lumayan sejuk.
Temburong juga terkenal dengan daerah yang masih asri dan hijau.
Banyak tempat menarik untuk dikunjungi seperti hutan, sungai dan fauna dan flora yang masih asli.
Temburong juga terkenal dengan hasil-hasil pertanian dan makanan. Pengunjung yang datang ke Temburong tak akan melepaskan peluang untuk membeli beras, pulut, wajid Temburong serta sayur-sayuran yang merupakan hasil utamanya.
Begitu juga dengan makanan tradisionalnya. Udang Galang yang kini diolah menjadi menu favorit : Mie Rebus Udang Galah, Burger Udang Galah dan banyak lagi serba udang Galah.
Teluk Brunei berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan. Teluk itu tempat habitat Udang Galah, mungkin karena air teluk yang bercampur dengan air tawar dari sungai, cocok untuk jenis udang galah beranak pinak.
“Kami sudah aktifitas seperti biasa ustadz,” tulis prof Gamal lagi.
“Hanya saja tetamu masih di batasi. Datanglah lagi ke Brunei, pelawanya lagi. Kami sudah pindah rumah baru. Alhamdulillah lebih besar dari yang kemarin”.
Yang kemarin saja sudah demikian besar rumahnya. Aku tak tahu jumlah biliknya sewaktu kami bermalam menginap di rumah menantu orang Brunei ini.
Saya masih pasport Indonesia tetapi sudah dapat IC merah. Anak anak ikut ibunya WN Brunei,” ucapnya padaku saat kutanya.
Saat beliau ke Batam pun menjadi tamuku pula …
(*)
* Seperti ditulis oleh Imbalo Iman Sakti
di akun jejaringnya