NEERAJ Arora, salah satu mantan bos WhatsApp, yang dulu menjabat sebagai Chief Business Officer WhatsApp mengaku sangat menyesali perannya dalam menjual WhatsApp ke Facebook pada tahun 2014.
“Pada tahun 2014, saya adalah Chief Business Officer WhatsApp. Dan saya membantu menegosiasikan penjualan USD 22 miliar ke Facebook. Hari ini, saya menyesalinya,” tulis Arora dalam sebuah thread yang dipostingnya di Twitter, dikutip dari iMore.
Arora mengatakan, awalnya Facebook yang sekarang berganti nama menjadi Meta, menawarkan kesepakatan yang tampak seperti kemitraan, termasuk janji untuk terus mendukung enkripsi end-to-end secara penuh, tanpa iklan selamanya, kemandirian penuh pada keputusan produk, punya kantor mereka sendiri, dan banyak lagi.
Dia mengatakan, pihak WhatsApp menyatakan sikap yang sangat jelas tentang tidak adanya penambangan data pengguna, tidak ada iklan, dan tidak ada pelacakan lintas platform.
Saat itu Facebook tampaknya setuju mengikuti aturan WhatsApp.
“Kami pikir mereka percaya pada misi kami,” tambahnya.
Namun ketika WhatsApp akhirnya resmi menjadi milik Facebook, bukan itu yang terjadi. Disebutkan Arora, Facebook tidak menepati janjinya.
Terkuaknya skandal Cambridge Analytica yang menghebohkan dunia, membuka mata akan adanya praktik penambangan data pengguna dan melibatkan sejumlah uang dari korporasi.
Karena masalah ini, pendiri WhatsApp Brian Acton saat itu menggaungkan hashtag #deletefacebook yang mengguncang jagat media sosial.
Menurut Arora, saat ini WhatsApp adalah platform terbesar kedua setelah Facebook, bahkan lebih besar dari Instagram atau Facebook Messenger. Namun WhatsApp diperlakukan seolah hanya bayangan dari produk yang dikembangkan oleh tim lama.
Meskipun pandangan Arora agak suram tentang keadaan WhatsApp, aplikasi pesan instant ini tetap menjadi salah satu aplikasi iPhone terbaik untuk komunikasi pada perangkat seperti iPhone 12 dan iPhone 13 berkat integrasi lintas platform yang kuat, dan aplikasi ini gratis.
(*)
Sumber: detik