WARGA Pulau Ngenang, Suhana kini tak perlu lagi turun melaut. Perempuan paruh baya ini punya kesibukan baru sebagai penenun.
Dua alat tenun bantuan pemerintah tampak di ruang tamu rumahnya. Satu alat dengan bentangan benang berwarna merah, dan yang satu lagi hitam.
Pada bentangan hitam, tergulung kain songket biru tua bermotif gonggong. Sedangkan di bentangan sebelahnya, tampak songket merah dengan motif pucuk rebung.
“Yang ini (biru tua) saya yang kerjakan. Yang itu (merah), anak saya,” kata Suhana ketika dikunjungi di rumahnya beberapa hari kemarin.
Suhana merupakan satu dari lima warga Ngenang yang dilatih untuk menjadi penenun. Ilmu yang ia dapat kini telah ditularkannya kepada anak tertua.
“Tapi sekarang anak saya kelas VI (SD). Jadi berhenti dulu menenunnya. Lagi fokus untuk ujian,” kata dia.
Tak hanya ke anak, tetangga-tetangga Suhana pun sudah mulai banyak yang tertarik untuk belajar tenun. Sedikitnya 10 warga Ngenang kini sudah mulai tertarik untuk menenun kain.
Ia pun membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk mereka yang ingin belajar bersama. Karena menurutnya kegiatan ini bermanfaat bagi para perempuan.
Dari kegiatan tenun ikat ini, Suhana bisa menambah keuangan keluarga. Sehingga ia tak perlu lagi memancing ke laut.
“Dulu saya mancing, ikannya kita keringkan untuk dijual. Sekarang tak perlu lagi. Sudah ada kegiatan (menenun) ini,” tuturnya seraya menjelaskan rumitnya proses penenunan mulai dari gulung benang sampai kain jadi.
Suhana mengatakan ia bisa menyelesaikan selembar kain ukuran panjang 2 meter dalam waktu dua pekan. Dan kain ini dijualnya Rp 300 ribu per meter. Atas kesepakatan bersama, dari tiap kain yang terjual mereka setor Rp 50 ribu ke kelompok. Dana ini akan digunakan kembali untuk membeli peralatan dan bahan menenun seperti benang.
Hasil tenun dari Pulau Ngenang sudah dijual melalui Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Batam sebagai pembina. Meski sejauh ini pembuatan tenun masih berdasarkan pesanan.
“Karena masih belajar juga, jadi menghitung untuk motifnya agak lama,” sebutnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam, Ardiwinata mengatakan pembinaan bagi warga Ngenang ini sudah berjalan sekitar satu tahun lamanya. Dan akan terus dibina selama tiga tahun.
“Pembinaan ini adalah bentuk kreativitas Dekranasda. Batik sudah ada. Sekarang tenun. Tenun ini merupakan kebutuhan pakaian melayu. Untuk kain samping, bahan pembuatan tanjak,” tutur Ardi.
Karena penenun yang masih tergolong baru, proses pembuatan kain cukup lama. Sehingga baru bisa memenuhi permintaan terbatas.
Oleh karena itu Disbudpar akan mencoba berikan pelatihan kepada lebih banyak warga. Agar bisa dipromosikan untuk kebutuhan publik.
“Ke depan kita juga akan coba membangun Rumah Tenun di sana. Jadi pembuatannya terpusat di satu lokasi. Sehingga bisa menjadi atraksi wisata yang dapat kita jual ke wisatawan,” ujarnya.
Pengembangan Kampung Tenun Ngenang ini akan disejalankan dengan rencana pembuatan homestay atau rumah wisata di pulau yang masuk Kecamatan Nongsa tersebut.
(*)