DESA wisata di Kepri belum berhasil masuk 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021 yang digelar oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Prestasi terbaik yang ditorehkan Kepri yakni menempatkan salah satu desa wisatanya yakni Desa Wisata Kampung Bakau Serip di Nongsa, Batam masuk dalam 100 besar ADWI.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Kepri, Buralimar mengatakan hingga 300 besar ADWI 2021, sebenarnya ada tiga desa wisata di Kepri yang masuk di dalamnya.
“Dari 300 besar, ada Kampung Wisata Bakau Serip, Desa Ekang Anculai di Bintan dan Desa Wisata Mekar Jaya di Natuna. Masuknya Bakau Serip ke 100 besar patut disyukuri, karena saingannya sangat banyak. Ada 1.831 desa wisata yang mendaftar mengikuti ADWI ini,” kata Buralimar, Senin (30/8) lalu.
“Ketika memasuki 50 besar, kita harus mengakui bahwa kita kalah bersaing dengan desa wisata dari Pulau Jawa. Disana sudah memiliki manajemen bagus selama puluhan tahun. Destinasi juga, pengelolaan keuangan juga. Kita kalah disitu,” tambahnya lagi.
Bakau Serip baru berjalan sekitar tiga tahun, jadi masih ada ruang untuk terus berkembang. Kampung wisata ini berlokasi berdekatan dengan destinasi wisata lainnya, yakni Makam Nong Isa. Adapun wisata yang ditawarkan yakni wisata mangrove Pandang Tak Jemu.
Menurut Buralimar, salah satu kendala mengapa desa-desa di Kepri kesulitan mengembangkan manajemen dan destinasi wisata, karena pengelolaan yang masih bersifat kelompok.
“Pemerintah selalu menganggarkan untuk dana desa. Dana ini bisa dialokasikan, tapi tidak boleh disalurkan pada perorangan atau kelompok. Intinya desa wisata itu harus yang menggerakkan adalah desa, bukan kelompok masyarakatnya. Makanya yang mulai inisiatif harus kepala desa atau lurahnya,” jelasnya.
Jika perangkat desa hingga masyarakat menyadari pentingnya kerja sama dalam mengelola desa wisata, maka dana desa bisa dialokasikan untuk peningkatan destinasi wisata.
“Walau demikian, saya salut dengan kelompok sadar wisata (pokdarwis). Mereka mandiri, berbuat sendiri di Bakau Serip. Tempatnya memang bagus, tapi belum terkelola oleh manajemen yang baik. Butuh peran dari pemerintah,” paparnya.
Sementara itu, di Batam sendiri tidak mengenal istilah desa.
“Makanya perlu dipertimbangkan kembali status desa di Batam. Karena dengan begitu, tidak dapat dana desa. Semestinya yang di pulau-pulau kembali jadi desa saja,” harapnya.
*(rky/GoWest)